Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengupas Seluk Beluk Keris Pangeran Diponegoro

Mengupas Seluk Beluk Keris Pangeran Diponegoro Raja Belanda kembalikan keris Pangeran Diponegoro. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Kerajaan Belanda mengembalikan keris yang patut diduga milik Pangeran Diponegoro. Menurut penuturan ahli waris dan dari cerita tutur, keris Pangeran Diponegoro adalah keris yang berdapur Naga Siluman.

Namun keris yang dikembalikan Kerajaan Belanda menurut Kanjeng Pangeran Karyonagoro, Budayawan dan Pemerhati Tosan Aji asal Solo, yang dikembalikan dari Kerajaan Belanda itu merupakan keris dengan dhapur atau rancang bangun Nagasasra Luk 11, wedana 7 Tangguh atau Era Sultan Agung. Ditandai dengan Gajah Singo, berkaitan dengan penumpasan pembrontakan Pragola Pati di Pati Jawa Tengah.

"Ilmu paduwungan dasar ugi lenggahipun (Ilmu tentang keris menjadi dasar pemahamannya) berbeda dengan ilmu sejarah ataupun ilmu arkeologi. Namun penelitian itu masih berupa tafsir-tafsir. Apakah keris ini benar Kyai Nogo Siluman? Ahli sejarah belum terkonfirmasi dengan para ahli ilmu Padhuwungan."

"Menurut keyakinan saya keris ini betul milik keluarga Diponegoro atau rampasan dari HB III. Namun bukan keris yang disengkelit oleh Kanjeng Pangeran Diponegoro. Itu merupakan keris Pangeran Diponegoro, tidak harus disebut Naga Siluman. Detail keris sesuai pakem, diterima sebagai niat baik dan inilah perlunya belajar tentang paduwungan (ilmu keris)," Kata Kanjeng Pangeran Karyonegoro kepada merdeka.com, Rabu (11/3).

Keris Nogo Siluman pakemnya adalah naga tanpa badan. Sementara keris yang ada saat ini adalah Keris Dapur Nagasasra (badan sampai ke ujung bilah). "Sebuah pakem yang tidak bisa dikarang-karang. Sebab sumber ilmu paduwungan adalah dari Kraton," tandasnya.

Seperti diketahui dalam bukunya Kuasa Ramalan (The Power of Prophecy, 2011), sejarawan Inggris Peter Carey menuliskan bahwa keris Naga Siluman memiliki luk 13.

Juga dalam catatan yang ditulis tangan oleh pelukis Raden Saleh-Sjarif Boestaman (1831), Kiai Naga Siluman itu keris yang berluk 13 dengan sinarasah emas yang di badan naganya hanya tersisa di ujung ekor.

Kesaksian Raden Saleh ini menjadi penting untuk meyakinkan, apakah keris milik Pangeran Diponegoro yang dikembalikan pada rakyat Indonesia ini adalah keris Naga Siluman atau bukan.

Raden Saleh tinggal di Belanda dan pernah menenteng langsung keris tersebut, sebelum ia melukis tentang Diponegoro.

Atribut memang tidak harus berdasarkan nama dhapur kerisnya. Kanjeng Kiai Naga Siluman tidak harus berdhapur Naga Siluman. Tetapi bahwa keris Naga Siluman itu memiliki luk 13 seperti kesaksian Raden Saleh Itu tentu tidak bisa ditepis.

Romo Dony, Pengurus Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU yang juga anggota Litbang Serikat Nasional Pelestari Tosan Aji Nusantara (SENAPATI NUSANTARA) kepada merdeka.com juga menyampaikan pendapatnya terkait kontroversi keris Pangeran Diponegoro yang sedang heboh ini, dan melihat dengan runtutan sejarah yakni kemesraan antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

"Persoalan ganja tatah emas gajah singa sebagai candra sengkala memet tahun penumpasan pemberontakan Pragola Pati, itu juga satu hal yang harus diperhatikan. Keris pusaka para panglima dan bangsawan yang berjasa pada penumpasan tersebut diminta ke kraton. Lalu oleh Sultan Agung dibuatkan ganja kinatah baru dengan gambar gajah singa. Jadi tangguh atau periode masa keris mana-mana bahkan lebih tua dari zaman Mataram, tapi mendapat ganja baru sebagai anugrah dari Sultan Agung dengan gambar kinatah gajah singa," kata Romo Dony.

Ditambahkan, berdasarkan kutipan buku Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro, karya Peter Carey, pusaka itu adalah keris yang dirampas Belanda. Keris Kiai Nogo Siluman diserahkan kepada Raja Belanda Willem I sebagai simbol kemenangan atas Diponegoro.

Belanda merampas keris Kiai Reso Gemilar ketika menangkap Raden Ayu Mertonegoro dan ibunda Diponegoro, Raden Ayu Mangkorowati di Desa Karangwuni, Kulon Progo. Dalam buku hariannya, Mayor Edouard Errembault de Dudzeele, mencatat, "Dengan gampang bisa saya ambil, sebab itu adalah senjata, suatu keris yang sangat bagus dengan sarung emas, yang dipakai putri belia itu, istri Ali Basah Mertonegoro"

Tombak Kiai Rondan milik Pangeran Diponegoro juga dirampas tapi kemudian dikembalikan kepada pemerintah Indonesia dan tersimpan di Museum Nasional.

"Nah bisa jadi yang Luk 11 Naga Sasra ini adalah kyai Resa Gumilar dengan pendhok emas. Sama-sama pusaka Pangeran Diponegoro tapi bukan yang Kyai Naga Siluman Luk 13 seperti yang dikatakan dalam kesaksian Raden Saleh. Jadi ramai-ramai ini hanya salah dalam sisi pencatatan katalogisasi saja," ungkap Romo Dony.

Selain wujud keris, yang harus dicermati lagi adalah perihal warongko keris. Warangkanya seperti mirip ladrang Cagak Capu Surakarta Kartasura Kuna, tapi dedernya (hendel/pegangan) gaya Yogyakarta. Dari sinilah runtutan sejarah akan terurai.

"Bisa jadi terkait dengan Sinuhun PB VI Surakarta yang ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ambon, hingga dibunuh Belanda di sana. Karena membantu Pangeran Diponegoro dengan dukungan mental memberikan pusaka-pusaka serta bantuan finansial keuangan. Yang perlu dicatat pada perang Jawa, Pangeran Diponegoro bermusuhan dengan legiun Mangkunegoro, tapi sangat mesra dengan Sinuhun Pakubuwana VI. Sebab Pangeran Diponegoro dinikahkan kerabat Sinuhun PB VI. Karena Surakarta tidak hanya Mangkunegoro tapi juga ada Paku Buwono bahkan sebagai pusat budaya Sala atau Surakarta termasuk budaya kerisnya," ujarnya.

Lanjut Romo Dony, bisa dibayangkan tidak, marahnya Belanda ketika tahu Sinuhun PB VI dianggap berkhianat membantu Pangeran Diponegoro, yang akhirnya ditangkap saat sedang nyekar ke Parangkusuma Parangtritis.

"Pas ditangkap itu sebenarnya dalam rangka hendak berkoordinasi untuk membantu perlawanan. Hingga kemudian beliau diasingkan di Ambon dan ditembak mati Belanda tepat di dahi antara alis mata saat hendak pulang ke Jawa. Saat itu Sinuhun PB VI menyamar sebagai pelaut di kapal dagang mertuanya yang saudagar China. Atas jasa perjuangan Sinuhun PB VI, beliau akhirnya ditetapkan juga sebagai Pahlawan Nasional karena jasanya membantu Pangeran Diponegoro dan aksi heroiknya yang sangat patriotik. Sihunun PB VI bergelar Sinuhun Bangun Tapa karena memang Ahli Thariqah seperti Pangeran Diponegoro yang juga Mursyid Thariqah Sathariyah," jelasnya.

Belanda menjebak Sinuhun PB VI dengan fitnah pada Yasadipura Panjangswara, ayah Ranggawarsita yang dikatakan Belanda sudah membeberkan rahasia persekongkolan Sinuhun dengan Pangeran Diponegoro.

Padahal Belanda berbohong, Pujangga Panjangswara diinterogasi tetapi tidak mau mengatakan apa-apa walaupun telah disiksa dan akhirnya dibunuh dan layonnya (jenazahnya) ditemukan di dekat Makam Luar Batang Batavia, karena sang pujangga memang sedang nyekar ziarah ke sana.

Hal ini berimbas pada pujangga Ranggawarsita. Saat sinuhun PB VII menggantikan keponakannya, karena putra Sinuhun PB VI, yang kemudian nanti menjadi Sinuhun PB IX, masih di kandungan permaisuri saat Sinuhun PB VI diasingkan ke Ambon.

Ngabehi Ranggawarsita dibenci Sinuhun PB VII karena dianggap ayahnya berkhianat membocorkan rahasia kemesraan Sinuhun PB VI dengan Pangeran Diponegoro. Belanda mengatakan Pujangga Yasadipura Panjangswara hidup mewah ikut Belanda di Batavia, padahal dibunuh setelah disiksa ketika sedang ziarah ke Makam Luar Batang.

"Hubungan dengan Makam Luar Batang misalnya, itu juga luar bisa. Selain ayah pujangga Ranggawarsita yang disiksa Belanda saat ziarah ke Makam Luar Batang. Yang bisa jadi juga amanah dari Sihunun PB VI untuk menyambung karamah pada para wali, hubungan dengan Makam Luar Batang terus bersambung dari Istana Pakubuwanan. Sinuhun Pakubuwana X, cucu dari sinuhun PB VI, menyempatkan ziarah ke Makam Luar Batang ketika sudah sakit dan tidak lama wafat di tahun itu juga," tutut Romo Dony.

Sepeninggal Sinuhun PB VI , Makam Sinuhun PB VI dijaga oleh juru kunci dari Keraton Surakarta yaitu para keturunanya sendiri, karena sayang dan bangganya pada leluhur pahlawannya itu. Sebelum akhirnya makam Sinuhun PB VI dipindah ke Imogiri saat Indonesia merdeka.

Juru kunci terakhir makam Sinuhun PB VI di Ambon adalah Pangeran Suryabrata, putra dari Sinuhun PB X yang diutus langsung oleh ayahnya untuk menemani dan menjaga Sinuhun PB VI. Yang berarti adalah eyang buyutnya, karena sinuhun PB X adalah cucu dari Sinuhun PB VI.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Riwayat Tongkat 'Kiai Cokro' Milik Pangeran Diponegoro, Konon yang Pegang Bisa Jadi Pemimpin
Riwayat Tongkat 'Kiai Cokro' Milik Pangeran Diponegoro, Konon yang Pegang Bisa Jadi Pemimpin

Masyarakat Jawa mempercayai bahwa tongkat ini memiliki karomah yang kuat. Barang siapa yang memegangnya, diyakini bisa menjadi seorang pemimpin.

Baca Selengkapnya
Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku
Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku

Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.

Baca Selengkapnya
Keris Puputan Klungkung Paling Bersejarah Akhirnya Pulang ke Tanah Air Setelah 115 Tahun
Keris Puputan Klungkung Paling Bersejarah Akhirnya Pulang ke Tanah Air Setelah 115 Tahun

Keris pusaka Klungkung, saksi bisu tragedi pembantaian Belanda di Puri Smarapura, kembali setelah 115 tahun.

Baca Selengkapnya
Cerita Unik dari Makam Para Tokoh Pribumi di Bergota Semarang, Ada Batu Misterius Bertuliskan Huruf Tionghoa
Cerita Unik dari Makam Para Tokoh Pribumi di Bergota Semarang, Ada Batu Misterius Bertuliskan Huruf Tionghoa

Tak hanya sebagai pemakaman umum, di makam Bergota Semarang terdapat beberapa makam tokoh pribumi penting pada masanya.

Baca Selengkapnya
Bungker Zaman Majapahit Ditemukan, di Dalamnya Penuh dengan 'Harta Karun'
Bungker Zaman Majapahit Ditemukan, di Dalamnya Penuh dengan 'Harta Karun'

Fenomena bumi terbelah berupa bungker kuno peninggalan Kerajaan Majapahit ditemukan di Gresik.

Baca Selengkapnya
Keris Tertua di Dunia Ada di Museum Belanda, Begini Penampakannya
Keris Tertua di Dunia Ada di Museum Belanda, Begini Penampakannya

Sebuah video memperlihatkan sebuah keris tertua dari Jawa yang disimpan di Museum Belanda. Keris itu pemberian Paku Alam V pada abad ke-19.

Baca Selengkapnya
Dulu Jadi Batas Kerajaan Tarumanegara dengan Mataram Kuno, Ini Fakta Menarik Sungai Bogowonto
Dulu Jadi Batas Kerajaan Tarumanegara dengan Mataram Kuno, Ini Fakta Menarik Sungai Bogowonto

Sungai Bogowonto merupakan salah satu sungai besar yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Dulunya sungai itu bernama Watukura

Baca Selengkapnya
Sisi Lain Kerto Pengalasan Panglima Perang Diponegoro, Kecanduan Opium hingga Bisa Menunaikan Ibadah Haji
Sisi Lain Kerto Pengalasan Panglima Perang Diponegoro, Kecanduan Opium hingga Bisa Menunaikan Ibadah Haji

Selain di Jawa, namanya muncil dalam catatan buku harian seorang syekh di Pulau Pinang

Baca Selengkapnya
Melihat Watu Gilang, Batu Bersejarah Tempat Penobatan Raja Banten yang Penuh Misteri
Melihat Watu Gilang, Batu Bersejarah Tempat Penobatan Raja Banten yang Penuh Misteri

Selain perannya yang dianggap tidak tergantikan, batu ini konon juga memiliki kisah misteri yang sampai sekarang belum terpecahkan.

Baca Selengkapnya
Kisah di Balik Kabupaten Situbondo yang Kini Berusia 206 Tahun, Ada Pangeran Ditolak Orang Tua Pujaan Hatinya
Kisah di Balik Kabupaten Situbondo yang Kini Berusia 206 Tahun, Ada Pangeran Ditolak Orang Tua Pujaan Hatinya

Kabupaten Situbondo resmi berusia 206 tahun. Sejarah kabupaten ini lekat dengan kisah penolakan cinta.

Baca Selengkapnya
Mengenal Kampung Heritage Sukadiri di Serang, Napak Tilas Jejak Pemerintahan Keraton Surosoan di Abad ke-17
Mengenal Kampung Heritage Sukadiri di Serang, Napak Tilas Jejak Pemerintahan Keraton Surosoan di Abad ke-17

Pengunjung seolah diajak napak tilas kejayaan Banten Lama, melalui sejumlah peninggalannya di kampung wisata tersebut.

Baca Selengkapnya
Indonesia Berhasil Pulangkan 288 Artefak Bersejarah dari Belanda
Indonesia Berhasil Pulangkan 288 Artefak Bersejarah dari Belanda

Artefak yang direpatriasi diambil selama intervensi Belanda di Bali tahun 1906, dan arca-arca dari Candi Singhasari.

Baca Selengkapnya