Minuman itu sebelumnya viral di media sosial disebut-sebut sebagai wine halal.
Penjelasan Lengkap MUI Terkait Logo Halal di Wine Nabidz
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan perihal sertifikasi halal produk minuman merek Nabidz.
Minuman itu sebelumnya viral di media sosial disebut-sebut sebagai wine halal.
Berdasarkan Sistem Informasi Halal (SIHALAL) diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), produk minuman dengan merek Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal merupakan jus buah merek Nabidz. Minuman berakohol itu mendapatkan sertifikat halal lantaran pada saat mendaftarkan ke BPJH merupakan jus buah merek Nabidz.
Hasil Uji Lab MUI Soal Wine Nabidz
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menegaskan minuman buah jus anggur merek Nabidz adalah haram.
Hasil itu berdasarkan temuan tiga laboratorium yang menyatakan minuman itu memiliki kadar alkohol tinggi sehingga dinyatakan haram.
"Komisi Fatwa telah mendapatkan informasi dari tiga uji laboratorium berbeda yang kredibel terkait dengan produk Nabidz, dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim," kata Niam dalam keterangannya, Rabu (23/8).
Proses Sertifikasi Bermasalah
Niam mengatakan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium tersebut menunjukkan bahwa proses sertifikasi halal produk Nabidz bermasalah.
Niam mengatakan ada beberapa standar halal dalam mengeluarkan suatu produk.
Namun pada kasus produk Nabidz menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram.
Karena menyalahi standard halal MUI, komisi fatwa tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk Nabidz, sehingga MUI tidak bertanggung jawab soal terbitnya sertifikasi halal Nabidz ini.
"Ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine," ujar Niam.
Kriteria Penggunaan Nama dan Bahan untuk Sertifikat Halal
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Halal terdapat empat kriteria penggunaan nama dan bahan.
Pertama yakni tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
Kemudian tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mi instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.
Keempat tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.
Berdasarkan Fatwa MUI nomor 10 tahun 2018 tentang Produk Makanan yang mengandung Alkohol/Etanol dengan kadar alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0.5 persen termasuk dalam ketegori minuman haram.
Dari dua Fatwa yang telah ditetapkan oleh MUI secara keseluruhan tidak memenuhi kategori halal untuk produk 'Nabidz'.
Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol.
"Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” tutup Niam.
Dugaan penipuan publik itu lantaran dalam produk minuman berakohol tersebut memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).