PN Tangerang Vonis Ringan Residivis Pelaku KDRT Ibu Hamil di Serpong
Terdakwa dijatuhi hukuman 7 bulan penjara atau 3 bulan lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menjatuhkan hukuman 7 bulan penjara kepada Budyanto Djauhari (Djau Bie Than) karena terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya TM yang tengah hamil di perumahan Serpong Park, Serpong, Tangerang Selatan.
PN Tangerang Vonis Ringan Residivis Pelaku KDRT Ibu Hamil di Serpong
Hukuman dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Edy Toto Purba dengan hakim anggota Agung Suhendro dan Kony Hartanto di PN Tangerang, Salasa (17/10).
Vonis 7 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kejaksaan negeri Tangsel, yang menuntut terdakwa BD, satu tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa BD terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Humas PN Tangerang, Arif Budi Cahyono menjelaskan, berdasarkan salinan putusan diperlihatkan kepada merdeka.com, majelis hakim menyatakan terdakwa Budyanto Djauhari bin Martin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap ditahan."
Putusan majelis hakim PN Tangerang.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tangsel Malda Ksastria mengaku tidak akan melakukan upaya banding terhadap putusan hakim. “Berdasarkan buku pedoman kami dan pertimbangan majelis hakim dalam menuntut terdakwa diambil alih seluruhnya dari tuntutan kami, artinya kita enggak wajib banding. Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) lainnya karena telah ada perdamaian,” ungkapnya.
Malda juga menegaskan penetapan pasal 44 ayat (1) bukan ayat (2) yang disangkakan terhadap BD, karena telah sesuai fakta dan persidangan. "Kemudian dalam pasal 90 luka berat itu ada beberapa kategori, yaitu sakit atau luka yang tidak memberi harapan sembuh sama sekali, atau mendekati maut dan sebagainya karena dia (korban) kondisi hamil kemarin tapi tidak gugur atau cacat seumur hidup," ungkap Malda.
Dosen Hukum Pidana Universitas Pamulang, Halimah Humayrah menilai putusan dan tuntutan ringan terhadap terdakwa BD adalah hal keliru.
"Di satu sisi hukum pidana menghendaki adanya pemulihan keadaan, sehingga keluarga bisa kembali utuh. Namun pertimbangannya harus matang. Keamanan dan keselamatan korban juga harus diperhatikan. Jadi jika jaksa menuntut rendah karena adanya perdamaian, ini jelas keliru. Begitu juga dengan hakim yang justru memutus lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang sudah rendah,” ungkap Halimah.
Dia menegaskan pada dasarnya pemaafan dari korban dapat menjadi hal yang dapat dipertimbangkan dalam membuat suatu putusan pidana. Namun, pertimbangannya harus dilakukan secara proporsional.
“Hakim juga harus mempertimbangkan riwayat pelaku dalam melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Riwayat kekerasan yang berulang, cenderung akan membahayakan korban kedepannya, dan bukan ini yang menjadi tujuan hukum pidana."
Dosen Hukum Pidana Universitas Pamulang, Halimah Humayrah.
Sebelumnya diberitakan, Budyanto diduga menganiaya istri yang tengah hamil hingga bercucuran darah. Penganiayaan itu viral di media sosial.
Budyanto merupakan residivis kasus kepemilikan 2.342 butir ekstasi pada Juli 2021. Atas kasus penyalahgunaan narkotika itu dia hanya divonis 7 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Sementara pada kasus KDRT yang dilakukan terhadap istrinya Tiara, Budyanto diamankan di wilayah Bandung, Jawa Barat. Dia setelah sempat buron beberapa hari. Setelah ditangkap dia dinyatakan positif mengonsumsi amphetamine.