Polisi Periksa Ulang Buronan Interpol asal Kanada Disebut Salah Tangkap
Merdeka.com - Kepolisian Daerah (Polda) Bali, akan melakukan pemeriksaan ulang kepada buronan interpol asal Kanada bernama Stephane Gagnon (50) alias SG. SG ditangkap pada tanggal 19 Mei 2023 di Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, atas dugaan penipuan investasi di negaranya.
Penangkapan dilakukan oleh tim gabungan Polda Bali dan Imigrasi setempat. Penangkapan berdasarkan red notice yang dikirim oleh interpol Kanada.
Namun, pihak pengacara Stephane Gagnon menuding polisi salah tangkap.
-
Siapa yang ditangkap? Seorang pria di China utara ditangkap oleh pihak kepolisian setelah ia membuat surat penangkapan palsu untuk dirinya sendiri di media sosial.
-
Siapa WNA yang ditangkap Imigrasi? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Siapa saja yang ditangkap? Ratusan pelajar itu diamankan di empat lokasi di Jakarta Pusat pada Selasa (2/4) sore. 'Hari ini kita mengamankan remaja yang konvoi berdalih berbagi takjil yang selalu membuat kerusuhan dan keonaran di jalan raya, sehingga membahayakan pengguna jalan maupun warga sekitar karena sering menutup jalan sambil teriak-teriak menyalakan petasan,' kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangan tertulis.
-
Kenapa WNA tersebut ditangkap? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, penyidik akan melakukan pemeriksaan ulang terkait kabar salah tangkap itu.
"Kita nanti akan dilakukan upaya-upaya pemeriksaan ulang juga terkait tentang hal itu. Dan kita sedang koordinasi dengan pihak imigrasi dan juga ke Negara Kanada yang membuat red notice tersebut," kata Kombes Satake, saat ditemui di Mapolda Bali, Senin (5/5).
"Karena kita menyesuaikan dengan red notice itu. Kalau identitasnya diperkirakan sama. Makanya diamankan," imbuhnya.
Sambil menunggu koordinasi lebih lanjut, ekstradisi Stephane Gagnon ditunda. Terlebih, pengacaranya juga membuat laporan soal dugaan pemerasan yang dilakukan polisi 'nakal' di Mabes Polri.
"Dari pihak lawyer dari warga negara Kanada tersebut melaporkan tentang adanya pemerasan yang informasinya dilakukan dari kepolisian di Mabes polri. Oleh karena itu, kegiatan pengembalian warga negara Kanada tersebut ke negaranya yang akan diserahkan ke kepolisian Kanada kita tunda terlebih dahulu, menunggu proses ini," imbuhnya.
Meski demikian, polisi kukuh identitas Stephane Gagnon yang tercatat di daftar cekal red notice sudai sesuai.
Sementara, terkait paspor yang berbeda yang dimiliki oleh Stephane Gagnon menurutnya hal itu bisa saja dibuat untuk berbeda atau kemungkinan memiliki dua paspor dari Kanada dan Australia.
"Kalau identitas bisa saja dibuat yah. Saya juga belum tau, mungkin bisa dobel, itu perkiraan. Tapi nanti kita ceks, kita hanya melaksanakan dari red notice itu dan menyerahkan ke imigrasi dan dari pihak imigrasi yang menyerahkan ke Kanada," jelasnya.
Kemudian, soal pengacara Stephane Gagnon yang menilai janggal bahwa kliennya diekstradisi ke Australia bukannya ke negara asalnya di Kanada. Pihaknya menyatakan kalau soal itu adalah permintaan dari pihak kepolisian Kanada, tapi kenapa diekstradisi ke Australia pihaknya belum mengetahui secara pasti.
"Itu dari permintaan dari negara Kanada, untuk melakukan penyerahannya ke negaranya. Jadi permintaan dari negaranya, (kenapa ke Australia), saya belum monitor," ujarnya.
Sebelumnya, pihak kepolisian Polda Bali dan petugas Imigrasi Bali, diduga salah tangkap buronan interpol asal Kanada berinisial SG alias Stephane Gagnon (50) pada tanggal 19 Mei 2023 di Canggu, Kecamatan Kuta Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
Hal tersebut, diungkapkan oleh penasihat hukumnya yang datang ke Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polda Bali, pada Minggu (4/6) sore.
Parhur Dalimunthe selaku penasihat hukum Stephane Gagnon bersama rekan penasihat hukum lainnya mengatakan, untuk kasus kliennya memang ditangkap pada tanggal 19 Mei 2023 dan saat penangkapan di rumahnya pihak petugas melakukan penggeledahan dan menyita dokumen-dokumen kliennya.
"Kemudian besoknya dia ditetapkan dalam penanganan dan penangkapan," kata dia.
Ia menyebutkan, bahwa penangkapan kliennya dasarnya adalah red notice yang dikeluarkan pihak interpol di Kanada. Namun, menurutnya untuk dokumen penangkapan itu tidak memiliki validitas yang jelas.
"Ini belum tau validitasnya. Kita belum tau apa benar atau tidak dia (kliennya) termasuk dalam red notice interpol. Karena sampai detik ini, umumnya red notice ada di website karena dicari di seluruh dunia. Ini tidak ada nama dia," ungkapnya.
Kemudian, dalam dokumen red notice itu tidak untuk menangkap atau penahanan kliennya tetapi pihak kepolisian Polda Bali sudah menahan kliennya.
"Di sini jelas bahwa red notice ini tidak untuk menangkap, di sini jelas disebut. Jadi bukan untuk penahanan sementara kepada subjek. Sementara, surat dari Polda Bali itu adalah surat penahanan sementara jadi red notice ini bukan untuk penahanan sementara, ini penahan sementara," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengaku menemukan sejumlah keanehan, setelah pihaknya menelusuri di google serta lainnya. Pertama, nama kliennya di google ternyata banyak yang mirip atau sama dengan kliennya di Kanada, termasuk ada artis asal Kanada yang namanya sama dengan kliennya. Selain itu, paspor miliknya kliennya dengan dokumen di red notice juga berbeda dan status perkawinan yang seharusnya bercerai di dokumen ternyata sudah menikah.
Karena menurutnya, di dokumen itu ditulis menikah karena sebelumnya kliennya cerai dengan istrinya asal Kanada dan menikah lagi dengan WNI.
"Kita sudah googling di Kanada itu yang namanya Stephane Gagnon itu banyak, termasuk artis dan umurnya juga sama dia. Ini nomor paspornya berbeda dengan nomor paspor kita, bukan nomor paspor dia. Nomor paspor itu adalah identitas kemudian status perkawinan di sini disebutkan menikah dan dia (sebenarnya) sudah bercerai," jelasnya.
Pihaknya menduga, bahwa kliennya bukan buronan interpol dan pihak kepolisian salah menangkap orang. Karena, menurutnya kliennya adalah seorang pengusaha di Kanada dan untuk namanya mudah dicari di google dan bisa saja disalahgunakan.
Selain itu, menurutnya foto yang dicantumkan di dokumen re notice itu mirip yang seharusnya berbeda. Karena, tentu foto yang diambil pihak kepolisian dengan kepolisian Kanada berbeda karena kliennya meninggalkan Kanada di tahun 2018 lalu yang seharusnya tidak sama.
"Jadi kita menduga bukan dia (buronan interpol). Nomer paspor yang sifatnya rahasia itu salah, dan dia tidak pernah menggunakan nomor paspor ini, sebelumnya dia juga tidak pernah," ujarnya.
"Foto juga aneh, kita juga menduga. Ini fotonya adalah foto Kitas (Kartu Izin Tinggal Terbatas) padahal ini buatan Indonesia, harusnya beda ini diambil di Indonesia dan dia meninggalkan Kanada sejak 2018," lanjutnya.
Selain itu, pihaknya juga menilai ada keanehan lainnya bahwa yang disebutkan proses dasarnya itu adalah Laporan Polisi Model A atau LPA yang seharusnya pihak kepolisian menyaksikan langsung tindak pidana yang dilakukan kliennya itu tidak ada dan dan juga Laporan Polisi (LP) penyelidikan dan penyidikan itu terjadi di hari yang sama dan juga langsung ditetapkan tersangka tanpa diperiksa dulu.
"Kalau di kita, polisi itu melihat menyaksikan langsung tindak pidana baru disebut LPA. Ini tindak pidana mana yang dilihat polisi yang dilaporkan ini, kan tidak ada. Kemudian, laporan ini ada surat perintah penyidikan langsung, disidik prosesnya seharusnya dari LP penyelidikan dulu baru penyidikan, ini hari yang sama," ujarnya.
"Terus tersangka, dia disebut sebagai tersangka, proses orang untuk jadi tersangka itu lama, harus ada LP penyelidikan, penyidikan, dipanggil dulu diperiksa dulu, ini tidak dan langsung tersangka. Dan di dalam surat penangkapan dan penahanan itu tidak ada kronologis dan tidak ada pasal yang dilanggar. Dan tidak ada perbuatannya kapan, itu tidak jelas," terangnya.
Ia menilai, bahwa pihaknya kepolisian keliru menangkap buronan interpol dengan melihat beberapa keanehan yang ditemukannya,"Keliru menangkap pelaku, itu salah tangkap, kami menduga ini bukan dia (kliennya)," ujarnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengungkapan ini merupakan koordinasi yang baik antara Polri dengan pihak Imigrasi.
Baca SelengkapnyaPavel ditangkap ditangkap petugas imigrasi Ngurah Rai, karena terdata dan terbaca dicari di negaranya.
Baca SelengkapnyaPolda Bali menelusuri turis asing yang memviralkan video anggota Polisi Lalu Lintas atau Polantas yang diakui dia suap USD100 untuk mengawalnya di Bali.
Baca SelengkapnyaArteria menjelaskan Kejaksaan Tinggi memanipulasi OTT dengan berpura-pura memberi uang ke petugas imigrasi
Baca SelengkapnyaHal ini menyusul aksi WNA asal Inggris yang merebut dan menabrakkan truk milik warga.
Baca Selengkapnya103 WNA Ditangkap di Bali, Diduga Lakukan Kejahatan Siber
Baca SelengkapnyaBelum diketahui pasti kasus yang apa yang membuat petugas imigrasi terjaring OTT.
Baca SelengkapnyaKemenkumham Bali akan memperkuat pengawasan terhadap orang asing yang masuk dan tinggal di Bali.
Baca SelengkapnyaSebelum dikabarkan berada di Kamboja, Harun Masiku juga diisukan di Malaysia.
Baca SelengkapnyaDari 3 WNI ini, dua di antaranya perempuan dan satu pria.
Baca SelengkapnyaPolri membantah kecolongan kedatangan buronan interpol Chaowalit Thongduang alias Sia Pang Nanode alias Sulaiman ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaPelaku mengaku menyelundupkan 12 paspor itu atas perintah seorang WN Malaysia lainnya dengan upah Rp3 juta.
Baca Selengkapnya