Ribuan ASN Datangi Pengadilan Negeri Dukung Guru Honorer Supriyani di Konawe Selatan
Mereka datang dengan berbagai moda transportasi, termasuk kendaraan roda dua dan empat.
Ribuan honorer dan ASN yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) hadir untuk mendukung sidang pembacaan dakwaan Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, pada Kamis (24/10).
Para guru ini berasal dari 17 kabupaten dan kota di seluruh Sulawesi Tenggara dan berkumpul di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan untuk memberikan dukungan moril saat Supriyani menjalani sidang perdana.
Mereka datang dengan berbagai moda transportasi, termasuk kendaraan roda dua dan empat, bahkan ada yang rela berjalan kaki untuk menunjukkan solidaritas.
Supriyani, yang berusia 36 tahun, dituduh melakukan penganiayaan terhadap seorang siswa kelas II di SDN 4 Baito Konawe Selatan pada bulan April 2024. Setelah melalui proses mediasi yang panjang di Polsek Baito, Supriyani akhirnya ditahan oleh Jaksa di Lapas Perempuan Kendari pada Selasa (22/10).
Namun, Majelis Hakim PN Andoolo memutuskan untuk menangguhkan penahanan Supriyani, keputusan yang ditandatangani oleh hakim ketua Stevie Rosano, Vivy Fatmawati Ali, dan Sigit Jati Kusumo.
Kedatangan ribuan guru ini bertujuan untuk memberikan dukungan kepada Supriyani dan mereka juga melakukan demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Andoolo, menuntut agar kasus hukum yang menimpa Supriyani dihentikan. Sejak pagi, sekitar pukul 9.30 Wita, mereka sudah berkumpul di PN Andoolo, dan tak lama setelah itu, Supriyani tiba didampingi kuasa hukumnya.
Harmina, salah satu guru yang hadir, menjelaskan bahwa kehadirannya di PN Andoolo adalah bentuk solidaritas terhadap sesama guru. Ia merasa tidak bisa membiarkan rekannya mengalami ketidakadilan dalam proses hukum. "Sebagai guru, kita harus terus mengawal kasus ini. Saya rela meninggalkan keluarga di rumah setelah jam sekolah untuk membela rekan saya ini (Supriyani)," ungkap Harmina, seorang guru dari Wolasi Konawe Selatan.
Sementara itu, guru lainnya, Darmawati, mengungkapkan keraguannya terhadap keputusan polisi dan Kejari Konawe Selatan yang mempidanakan Supriyani. Ia menegaskan bahwa seorang guru tidak mungkin tega untuk memukul siswa hingga mengalami luka parah.
"Selama 22 tahun saya menjadi guru, saya tidak pernah tega memukul murid sampai luka. Seorang guru adalah pendidik, tidak mungkin melakukan perlakuan sekejam itu terhadap anak didik," ujarnya.
Ribuan guru yang hadir sepakat untuk menyuarakan penghentian kasus hukum Supriyani di PN Andoolo. Mereka merasa ada kejanggalan dalam tindakan Kejari dan kepolisian sejak awal. "Hasil visum harusnya diteliti dengan cermat, apakah luka pada siswa kelas II tersebut disebabkan oleh pukulan gagang sapu, jatuh dari motor, atau faktor lainnya," kata Supriyani.
Dalam dakwaannya, JPU Kejari Konawe Selatan, Ujang Sutisna, yang juga menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, membacakan surat dakwaan dengan nomor register perkara PJM-39/RP-9/10/2024.
Ujang menjelaskan bahwa akibat tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh terdakwa, anak korban mengalami luka memar pada paha bagian kanan dan kiri belakang. Luka tersebut diketahui berwarna kehitaman.
Menurutnya, ukuran luka di paha kanan adalah 6 sentimeter panjang dan 0,5 sentimeter lebar, sementara pada paha kiri memiliki ukuran 3,3 sentimeter panjang dan 1,1 sentimeter lebar. Kejari menyebutkan bahwa informasi ini didasarkan pada hasil visum dari puskesmas yang dilampirkan oleh polisi di Polres Konawe Selatan sebagai barang bukti.
Dukungan PGRI
Ketua PGRI Kecamatan Palangga Selatan, Abdurrahim, menyatakan bahwa demonstrasi ini merupakan wujud dukungan dari rekan-rekan guru. Ia menegaskan bahwa ribuan guru dari berbagai daerah di Sulawesi Tenggara hadir untuk memberikan dukungan moral kepada Supriyani.
Lebih lanjut, Abdurrahim menjelaskan bahwa aksi ini juga mencerminkan desakan masyarakat kepada pihak-pihak yang berwenang untuk menangani kasus yang menimpa guru Supriyani.
"Kami juga berharap kepada pihak-pihak seperti dugaan Rp50 juta itu bisa benar-benar ditelusuri," ucap Abdurrahim.
Dia juga mengungkapkan harapannya agar kasus-kasus serupa yang berpotensi mengkriminalisasi guru di Indonesia tidak terulang lagi. Menurutnya, para guru selalu mendidik dengan penuh kasih dan tidak mengedepankan kekerasan.