Tan Khoen Swie, Penentang Kolonial dan Penyatu 3 Ajaran Agama di Kediri
Merdeka.com - Jika kita datang ke Kota Tahu (sebutan Kota Kediri), jangan lupa lewat di Jalan Yos Sudarso. Dahulu jalan ini bernama Jalan Klenteng di tahun 1970-an. Di sana merupakan kawasan Pecinan yang pasti dilewati jika dari arah Tulungagung menuju Surabaya.
Selain toko-toko yang menjual makanan khas Kediri yakni tahu taqwa dan getuk pisang hingga di ujung Jalan Yos Sudarso, pandangan mata pasti akan tertuju pada bangunan Klenteng Tjoe Hwie Kiong yang letaknya di kelokan jalan.
Klenteng Tjoe Hwie Kiong ini dibangun sekitar tahun 1817-an. Klenteng ini tercatat dan terdaftar dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kemendikbud NO. INV. 374/KDR/2003 adalah situs cagar budaya.
-
Kenapa Klenteng Tjoe Hwie Kiong menjadi cagar budaya? Klenteng ini berdiri sekitar tahun 1817, tetapi tidak diketahui siapa nama pendirinya karena usianya yang sudah lebih dari 200 tahun.
-
Kapan Kelenteng Hok An Kiong dibangun? Mengutip Beritamagelang.id, Kelenteng Hok An Kiong berdiri pada tahun 1878.
-
Kapan Klenteng Talang dibangun? Klenteng Talang dulunya dibangun tahun 1450 masehi.
-
Kapan Kelenteng See Hien Kiong didirikan? Kelenteng See Hien Kiong ini berdiri pada 1861 dan awalnya diberi nama Kwan Im Teng sebagai penghormatan kepada Dewi Kwan Im.
-
Kapan Klenteng Sian Djin Ku Poh dibangun? Dibangun tahun 1770, rumah ibadah ini memiliki arsitektur megah khas budaya Tionghoa.
-
Siapa yang membangun Kelenteng Hok An Kiong? Mengutip Beritamagelang.id, Kelenteng Hok An Kiong berdiri pada tahun 1878.
Menyambut Imlek 2571, digelar ritual sembahyang akhir tahun, Jumat (24/1), pukul 19.30 WIB dan pada pukul 24.00 WIB.
©2020 Merdeka.com/Imam Mubarok"Tema Baru Imlek 2571 yakni 'Menjalankan Kebajikan untuk Menjaga Keharmonisan'. Undangan yang yang kita sebar untuk dua kegiatan ini kurang lebih 1.000 orang. Yakni untuk kegiatan doa akhir tahun dan awal tahun sebelum perayaan tahun baru Imlek ke-2571. Acara puncaknya Bazar Cap Go Meh tanggal 7-8 Februari 2020 terbuka untuk umum," kata Ketua Yayasan Tridarma Tjoe Hwie Kiong Kediri Prayitno kepada merdeka.com.
Dari penelusuran sejarah yang dilakukan merdeka.com, kenapa klenteng ini dinamakan Tri Darma, karena di klenteng ini juga untuk tiga penganut yakni penganut Tao, Buddha dan Konghucu. Keberadaan Klenteng Tri Darma ini tidak lepas dari tokoh penting di awal abad ke-19 Tan Khoen Swie.
Pria kelahiran 1833 di Wonogiri yang kemudian mendirikan penerbitan yang dikenal dengan Bhoekandel (penerbitan) Tan Khoen Swie (sebelum Balai Pustaka), adalah tokoh penentang Belanda sekaligus tokoh yang menyatukan ajaran Tri Darma untuk bersatu di Klenteng Tri Darma Tjoe Hwie Kiong.
Di awal abad 19 Tan Khoen Swie mendirikan perkumpulan Kioe Kok Thwan. Sebuah organisasi masyarakat Tionghoa di Kediri yang menentang Belanda.
Pada 1935 dia juga menjabat redaktur sekaligus pemimpin redaksi sebuah majalah bulanan di Kediri yang memuat paham kebatinan Konghucu, Tao, Buddha Tionghoa berbahasa Melayu.
Dalam catatan sejarah perkembangan bangsa China masuk wilayah Kediri diperikirakan sejak abad 9. Orang-orang China setidaknya memberi warna bagi Kediri yang memiliki sejarah sejak zaman Mataram Hindu hingga era Raja Airlangga sekitar abad ke-10.
Hal ini dibuktikan dari sejarah Sungai Brantas era Mpu Sindok (penerus era Mataram Hindu) sebagai penguasa di Anjuk Ladang (Nganjuk). Mpu Sindok mempunyai laksamana penjaga Sungai Brantas yang lebih dikenal dengan Laksamana Sarwajala.
Laksamana Sarwajala adalah penjaga Sungai Brantas sekaligus pengatur lalu lintas perdagangan dari kaum pendatang yang didominasi dari orang-orang China dan Keling (India).
Bukti yang lain dari penelusuran merdeka.com, banyaknya ditemukan koin gobok era Dinasti Song, Liao dan Jin (960-1279) di sepanjang Sungai Brantas. Selain itu di tempat yang sama juga banyak ditemukan tombak China dengan ciri selongsong panjang sebagai tempat landean pusaka.
Tidak hanya di Sungai Brantas, di beberapa tempat bersejarah salah satunya Situs Semen yang ditemukan di Pagu Kediri juga banyak ditemukan gerabah China.
Bukti-bukti ini membuktikan militansi orang-orang China sebagai 'warga penguasa dunia' dan dinasti tertua di dunia yang memiliki peradaban terbagus sudah ada di Jawa sejak lama.
Dalam perkembangannya, orang-orang China yang sudah mendarah daging dan tinggal di Indonesia menganggap bahwa Indonesia dalam hal ini Tanah Jawa sebagai tumpah darahnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Klenteng ini jadi saksi masa kejayaan orang Tionghoa di Kota Pahlawan
Baca SelengkapnyaSaat ini Klenteng Sian Djin Ku Poh telah diresmikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah yang bebas dikunjungi.
Baca SelengkapnyaKelenteng See Hien Kiong ini berdiri pada 1861 dan awalnya diberi nama Kwan Im Teng sebagai penghormatan kepada Dewi Kwan Im.
Baca SelengkapnyaKelenteng ini merupakan kelenteng induk dari sembilan kelenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan Pulau Lombok.
Baca SelengkapnyaPeradaban Tionghoa di Banyumas yang tertua berada di daerah Sokaraja
Baca SelengkapnyaPembangunannya diinisiasi oleh seorang pendatang Tionghoa di Cirebon yakni Tan Sam Chai atau H. Moh. Syafei.
Baca SelengkapnyaKlenteng ini jadi salah satu simbol toleransi di Kota Tangerang
Baca SelengkapnyaKelenteng itu dibangun pada tahun 1746. Nama “Tay Kak Sie” sendiri memiliki makna “Kuil Kesadaran Agung”.
Baca SelengkapnyaVihara ini jadi salah satu bangunan cagar budaya di Kota Bandung.
Baca SelengkapnyaDikelilingi gedung pencakar langit, rumah Candra Naya di Jakarta Barat ini punya kisah unik.
Baca SelengkapnyaGereja ini jadi saksi perkembangan agama Kristen di Indramayu.
Baca SelengkapnyaPenetapan oleh kementerian ini dilakukan berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Baca Selengkapnya