Unhas Buka Suara soal Staf PPKS Diduga Sudutkan Mahasiswi Korban Pelecehan Dosen FIB
Staf PPKS bernama Qaiatul Muallima mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf.
Seorang staf Sekretariat Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Hasanuddin bernama Qaiatul Muallima menuai sorotan usai percakapannya diduga menyudutkan korban pelecehan seksual dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Unhas memastikan chat Qaiatul Muallima kepada korban bukan perintah Satgas PPKS.
Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof Farida Pattitingi mengatakan, isi chat Qaiatul Muallima kepada korban yang beredar di media sosial merupakan bukan perintah Satgas PPKS. Menurut Farida, Qaiatul Muallima mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf.
"Itu dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Dia juga sudah minta maaf. Dia sudah mengajukan permohonan maaf kepada kami kepada Satgas (PPKS Unhas)," kata Farida, Minggu (1/12).
Farida menuturkan, Qaiatul Muallima juga mengakui sering berkomunikasi dengan korban. Farida menyebut percakapan Qaiatul Maullima tersebut untuk merespons chat korban.
"Korban bertanya, itulah responsnya dia mengalir seperti itu. Tetapi di dalam pernyataannya lahirlah bahasa-bahasa yang memang diakui dan kita akui ada bahasa yang tidak expert (perhatian) ke korban," tutur Farida.
Farida menambahkan sudah memerintahkan kepada Qaiatul Muallima untuk memberikan klarifikasi dan permohonan maaf mengenai chatnya kepada korban. Apalagi, Farida menyebut chat tersebut sudah menjadi perhatian Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
"Dia akan publish permohonan maafnya. Kementerian juga meminta kepada dia agar dia publish permohonan maaf. Jadi itu inisiatifnya sendiri, bukan hubungannya dengan Satgas (PPKS Unhas)," tegas Farida.
Minta Maaf
Sementara itu, Qaiatul Muallima menyampaikan permohonan maaf dan mengakui bahwa komunikasi korban. Dia mengatakan komunikasi tersebut merupakan inisiatifnya sendiri dan tidak membawa nama Satgas PPKS Unhas.
“Klarifikasi dan Permohonan Maaf. Saya selaku anggota Sekretariat Satgas PPKS Unhas secara pribadi mengakui telah berkomunikasi dengan Pelapor/Korban melalui aplikasi WhatsApp atas inisiatif saya sendiri. Pernyataan dalam tangkapan layar WhatsApp tersebut merupakan respon atas beberapa pertanyaan dari Pelapor/Korban terkait dengan proses penanganan," tulis Qaiatul.
Qaiatul mengakui bahwa komunikasi yang dia lakukan kepada korban tidak profesional dan menimbulkan ambigu, sehingga masyarakat merespons negatif.
“Saya menyadari bahwa diksi yang saya sampaikan kepada korban tidak tepat dan kesalahan saya dalam menyampaikan konteks. Sehingga menimbulkan ambiguitas yang memicu kemarahan dan kekecewaan dari berbagai pihak," kata dia.
Qaiatul mengaku sangat menyesal atas hal tersebut. Dia juga meminta maaf kepada korban, publik, dan seluruh pihak yang perhatian terhadap persoalan tersebut serta kepada Ketua Satgas PPKS Unhas dan Pimpinan Universitas Hasanuddin.
Qaiatul pun menjelaskan lebih jauh konteks percakapannya dengan korban. Saat itu, terdapat berita yang beredar mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku serta pernyataan bahwa Satgas kurang memiliki perspektif korban.
"Melalui percakapan itu, tujuan saya sebenarnya adalah untuk menyampaikan kepada korban bahwa: Terkait dampak psikologis yang dialami oleh Pelapor/Korban sesuai dengan informasi melalui pesan teks yang dikirimkan ke Whatsapp saya, saya merespons pesan tersebut sebagai bentuk kepedulian saya kepada Pelapor/Korban," kata dia.
Qaiatul mengaku sebelumnya sudah berupaya memberikan pelayanan kepada korban, seperti mengajak korban ke psikolog. Selanjutnya, meyakinkan korban bahwa kasusnya bisa ditangani, memberitahukan update penanganan kepada korban, dan turut terlibat dalam pengumpulan alat bukti.
"Meyakinkan kepada Pelapor/Korban bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada Terlapor/Pelaku merupakan kategori berat dan memberikan efek jera, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek RI No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi Jo. PP No.94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Tidak sama sekali membela Terlapor/Pelaku," ujarnya.
“Namun, saya mengakui bahwa apa yang saya sampaikan kepada Pelapor/Korban dalam percakapan tersebut sangat keliru. Saya memahami mengapa Bapak/Ibu/Saudara merasa bahwa hal tersebut seolah menunjukkan sikap tidak berpihak pada korban," kata dia.
"Atas hal tersebut, Saya meminta maaf dengan tulus atas kegaduhan yang terjadi. Kejadian ini menjadi bahan introspeksi diri saya untuk lebih bijak dalam berkomunikasi, terutama dalam konteks yang sensitif seperti ini,” pungkasnya.