Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya
Generasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Kelompok moderat sudah mulai aktif dan terasa kehadirannya di dunia maya dibandingkan sebelumnya.
Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya
Narasi dan argumentasi yang membawa pengaruh ideologi transnasional seringkali dihembuskan para kelompok intoleran dan radikal di ruang publik. Sebagai penanggulangannya, kelompok agamis yang moderat harus memberikan kontra narasi yang menyasar semua kalangan, khususnya para generasi muda.
Co-founder Peace Generation, Irfan Amalee, menjelaskan bahwa partisipasi anak muda harus lebih sering frekuensinya. Algoritma yang bekerja di pencarian dalam internet akan selalu memprioritaskan sesuatu yang banyak dan sering diterbitkan.
"Jumlah konten kontra narasi itu harus jauh lebih banyak. Ibarat air dalam suatu wadah, jika ia dimasukkan setitik zat pewarna, maka untuk membersihkannya perlu air jernih yang lebih banyak sehingga air dalam wadah tersebut bisa lebih jernih," ucap Irfan di Jakarta.
merdeka.com
Irfan mengungkapkan, generasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Contohnya benar atau salah, halal atau haram, Pancasila atau khilafah, dan lain sebagainya.
Seolah tidak pernah menyerah, kaum intoleran dan radikal terus menggambarkan Pancasila sebagai suatu kemunduran dan khilafah adalah solusinya.
"Sebenarnya, narasi tentang khilafah itu adalah sebuah narasi internasional ya. Yang mereka (kaum radikal dan intoleran) address sebetulnya hampir semua sistem di dunia, hanya saja kalau di Indonesia, Pancasila lah yang digoyangnya," ujar Irfan.
merdeka.com
Menurutnya, pembenaran terhadap ideologi transnasional biasanya dilakukan dengan memunculkan narasi historis. Sebagai contoh, masa kekhalifahan Usmani seringkali diagung-agungkan sebagai contoh sistem khilafah yang bisa membawa rakyatnya pada kemakmuran. Nyatanya, jauh panggang dari api.
"Untuk melawan pengusung khilafah yang biasanya menonjolkan narasi historisnya, kita bisa membawa contoh kekhalifahan pada masanya Khulafaur Rasyidin. Apakah Khulafaur Rasyidin, yang dianggap sebagai kekhilafahan yang terbaik dan masih dibawah bimbingan Rasulullah dan para sahabat terdekat, itu menggunakan sistem khilafah yang sama dengan yang digaungkan oleh kelompok intoleran? Tentu saja berbeda," jelas Irfan.
Menurutnya, kelompok intoleran dan radikal biasanya mengangkat narasinya dengan memanfaatkan search engine optimization, sehingga website yang mereka kelola bisa bertengger di urutan paling atas.
Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir website-website yang cenderung konservatif dan radikal itu sudah relatif kalah oleh website-website yang kelompok moderat kelola. Hal ini terjadi karena kelompok moderat sudah mulai aktif dan terasa kehadirannya di dunia maya dibandingkan sebelumnya.
"Kalau dulu, yang moderat masih sebagai silent majority, kelompok dengan jumlah terbanyak tapi cenderung diam, namun sekarang mereka sudah mulai aktif. Kelompok radikal ini sebenarnya kan jumlahnya sedikit, cuma mereka sangat aktif. Mereka ini istilahnya noisy minority, kelompok yang sedikit tapi sangat aktif dan membuat bising," terang Irfan
merdeka.com
Dirinya menganalisis, masyarakat Indonesia sudah semakin matang dalam mengenali hoax atau berita bohong yang disebar. Namun perlu diketahui bahwa hoaks atau disinformasi adalah suatu industri yang digerakkan dengan motif ekonomi.
"Mereka tentunya tidak ingin situasi Indonesia tenang-tenang saja, karena dalam ketenangan mereka tidak bisa mendulang keuntungan. Pasti akan ada yang mencari, mendambakan, dan menunggu situasi yang tidak kondusif. Nanti tinggal dilihat saja antara kepentingan penyebaran hoax dengan kematangan publik," tambah Irfan.