Evaluasi Pemilu, Ketua DPR Dorong Fraksi Pisahkan Pilpres dan Pileg
Merdeka.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet setuju perlu ada evaluasi penyelenggaraan pemilu 2019. Salah satunya dengan melakukan kajian ulang terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.
"Terutama terhadap perlunya segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/4).
Selain evaluasi pemilu, Bamsoet meminta fraksi-fraksi di DPR mengembalikan sistem Pemilu terpisah antara eksekutif yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) baik DPR, DPD maupun DPRD. Menurutnya, pemisahan Pemilu dapat dimodifikasi dengan Pilpres dilaksanakan bersama dengan Pilkada serentak sementara Pileg dilaksanakan terpisah.
-
Mengapa Bawaslu perlu mempelajari UU 7/2017 dan 10/2016 untuk Pilkada 2024? 'Dan pelajaran yang terpenting adalah pengawas pemilu harus cepat menggunakan kacamata Undang-Undang 7/2017 (tentang Pemilihan Umum). Dia harus secara cepat juga bisa berubah menggunakan Undang-Undang 10/2016 (tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015),' jelasnya.
-
Mengapa pemilu 2019 penting? Pemilu 2019 menjadi pemilu dengan jumlah pemilih terbanyak dalam sejarah Indonesia.
-
Kenapa UU No. 7 Tahun 2017 penting untuk Pilkada 2024? Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia sendiri diatur melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
-
Mengapa UU Pemilu terbaru diterbitkan? Penerbitan Undang-Undang baru ini sebagai langkah signifikan dalam reformasi sistem Pemilu di Indonesia.
-
Apa perubahan UU Pemilu terbaru? Salah satu perubahan yang tercantum pada Undang Undang Pemilu terbaru ini adalah Pasal 10A yang mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi-provinsi baru.
-
Bagaimana UU Pemilu terbaru diubah? Undang Undang Pemilu tersebut terbit pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi Undang Undang yang lebih adaptif.
"Saya mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik untuk mengembalikan sistem pemilu yang terpisah antara eksekutif (Pilpres dan pilkada) dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) seperti pemilu lalu," ungkapnya.
Politikus Partai Golkar ini juga menyoroti rencana penghitungan elektronik atau e-counting. Kata dia, selain e-counting perlu juga di kedepankan sistem pemilihan e-voting untuk menekan biaya pemilu.
"Bukan hanya sekedar e-counting. Tapi e-voting yang bisa dimulai pada Pilkada serentak mendatang, karena dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah," ucapnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. Berdasarkan Riset Evaluasi Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, salah satu rekomendasi KPU adalah Pemilu Serentak dalam dua jenis.
Pertama Pemilu Serentak tingkat Nasional untuk Pemilihan Presiden, Anggota DPR dan DPD. "Untuk memilih pejabat tingkat nasional," ujar Komisioner KPU Hasyim Asyari dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4).
Rekomendasi Kedua, Pemilu Serentak tingkat Daerah untuk pemilihan kepala daerah baik Gubernur, Bupati maupun Walikota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten atau kota.
"Untuk memilih pejabat tingkat daerah provinsi, kabupaten, kota," katanya.
Rekomendasi tersebut berdasarkan empat aspek. Pertama , aspek politik. Konsolidasi politik akan semakin stabil, karena koalisi parpol dibangun pada bagian awal (pencalonan).
Kedua aspek manajemen penyelenggaraan pemilu. Beban penyelenggara pemilu lebih proporsional, dan tidak terjadi penumpukan beban berlebih.
Ketiga aspek Pemilih. Akan lebih mudah dalam menentukan pilihan karena pemilih lebih fokus dihadapkan kepada pilihan pejabat nasional dan pejabat daerah dalam 2 pemilu berbeda.
Empat aspek Kampanye. Isu-isu kampanye semakin fokus dengan isu nasional dan isu daerah yang dikampanyekan dalam pemilu terpisah.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebelumnya, Bamsoet mengklaim semua partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaPerubahan UU MD3 bisa mempengaruhi komposisi pimpinan DPR, dan jabatan ketua.
Baca SelengkapnyaDPR menampung usulan pembentukan undang-undang (UU) sapu jagat atau Omnibus Law Politik.
Baca SelengkapnyaHari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.
Baca SelengkapnyaBamsoet juga sempat menyampaikan berbagai aspirasi yang kini bekembang di masyarakat.
Baca SelengkapnyaSaat ini, KPU tinggal meunggu hasil dari rencana revisi Undang-Undang politik melalui Omnibus Law.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi buka suara mengenai rapat baleg DPR RI yang disorot karena diduga untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Presiden menjadi salah satu yang ikut dikaji.
Baca SelengkapnyaBamsoet menyebut,penambahan komisi diperlukan untuk memperlancar kerja eksekutif dan menyesuaikan penambahan jumlah kementerian di pemerintah Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaPertemuan Doli Kurnia dan Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan.
Baca SelengkapnyaMenurut Bamsoet, MPR diubah kedudukannya sehingga tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Baca SelengkapnyaPara capres sudah tau siapaMeski masih belum jelas siapa cawapresnya.
Baca Selengkapnya