Hubungan Antara Stres, Pola Makan Tidak Teratur, dan Peningkatan Asam Lambung
Apa hubungan antara stres, pola makan tidak teratur dan asam lambung? Simak penjelasannya di artikel berikut!
Asam lambung yang meningkat atau dikenal dengan istilah gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan salah satu gangguan pencernaan yang umum dialami oleh banyak orang. Gangguan ini terjadi ketika asam dari lambung naik ke kerongkongan, dan bisa menyebabkan berbagai gejala seperti rasa terbakar di dada (heartburn), rasa asam atau pahit di mulut, serta kesulitan menelan. Meskipun ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan asam lambung, dua faktor utama yang seringkali menjadi pemicu adalah stres dan pola makan yang tidak teratur. Keduanya saling berinteraksi, menciptakan lingkaran setan yang berkontribusi pada gangguan pencernaan yang lebih serius. Artikel ini akan membahas bagaimana stres dan pola makan yang tidak teratur berperan dalam peningkatan asam lambung, serta dampaknya terhadap kesehatan pencernaan kita.
Stres dan Hubungannya dengan Peningkatan Asam Lambung
Stres adalah respons tubuh terhadap tekanan, baik tekanan fisik, emosional, atau mental, yang dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh, termasuk sistem pencernaan. Salah satu dampak negatif stres yang sering terjadi adalah peningkatan produksi asam lambung. Ketika seseorang mengalami stres, tubuh akan merespons dengan mengeluarkan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Hormon-hormon ini dapat memperburuk fungsi lambung dengan meningkatkan sekresi asam lambung. Proses ini dapat memicu gangguan pencernaan, seperti penyakit refluks gastroesofagus (GERD), yang menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan, mengakibatkan rasa terbakar di dada, kesulitan menelan, serta rasa asam atau pahit di mulut.
-
Apa penyebab asam lambung naik selain stress? Diketahui bahwa asam lambung akan naik karena diakibatkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah stress dan cemas, telat makan, hingga pemilihan menu makanan yang salah. Selain itu, kegiatan seperti begadang dan aktivitas yang sangat padat juga dinilai sebagai penyebab lainnya dari naiknya asam lambung.
-
Apa yang menyebabkan naiknya asam lambung? Naiknya asam lambung ini disebabkan oleh kelainan pada otot-otot esofagus bagian bawah yang menyebabkan asam dari perut naik ke kerongkongan.
-
Apa saja yang dapat memicu asam lambung naik? Selain itu, pilah-pilih lagi makanan dan minuman yang tepat. Jangan asal pilih, apalagi makanan dan minuman yang dapat memicu naiknya asam lambung, seperti makanan pedas, berlemak, cokelat, kafein, dan minuman berkarbonasi.
-
Mengapa asam lambung naik? Penyebab asam lambung ialah karena melemahnya sfingter esofagus atau otot-otot pembatas antara kerongkongan dan lambung sehingga menyebabkan refluks (aliran balik) atau asam lambung naik ke saluran esofagus (kerongkongan).
-
Kenapa asam lambung naik? Diketahui bahwa asam lambung akan naik karena diakibatkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah stress dan cemas, telat makan, hingga pemilihan menu makanan yang salah. Selain itu, kegiatan seperti begadang dan aktivitas yang sangat padat juga dinilai sebagai penyebab lainnya dari naiknya asam lambung.
-
Kenapa makanan asam memicu asam lambung? Makanan yang bersifat asam seperti jeruk, lemon, tomat, dan cuka dapat meningkatkan produksi asam lambung. Asam ini bisa naik ke kerongkongan, yang mengakibatkan sensasi panas serta ketidaknyamanan.
Peningkatan produksi asam lambung saat seseorang mengalami stres adalah mekanisme tubuh dalam merespons tekanan. Ketika tubuh merasakan stres, sistem saraf simpatetik akan teraktivasi, dan tubuh akan mengeluarkan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini berperan dalam mempersiapkan tubuh menghadapi ancaman, dengan meningkatkan aliran darah ke otot-otot besar dan mempercepat detak jantung. Namun, dalam proses ini, aliran darah ke saluran pencernaan dapat berkurang, yang pada gilirannya dapat mengganggu proses pencernaan.
Penurunan aliran darah ke saluran pencernaan tidak hanya memperlambat proses pencernaan, tetapi juga dapat mengganggu keseimbangan pH dalam lambung, sehingga meningkatkan produksi asam lambung. Stres emosional atau mental yang berkepanjangan juga dapat memengaruhi produksi mukus pelindung di dinding lambung, yang bertugas untuk melindungi lambung dari iritasi akibat asam. Akibatnya, produksi asam yang berlebihan ini tidak lagi terlindungi dengan baik, dan dapat menyebabkan luka atau peradangan pada dinding lambung dan kerongkongan.
Peningkatan kadar hormon stres, seperti kortisol, dapat mempengaruhi fungsi otot sfingter esofagus bagian bawah (LES), yaitu otot yang berfungsi menutup jalur antara lambung dan kerongkongan. Ketika otot LES melemah atau tidak berfungsi dengan baik akibat stres, asam lambung dapat naik ke kerongkongan, menyebabkan gejala refluks.
Pola Makan Tidak Teratur dan Dampaknya pada Asam Lambung
Pola makan yang tidak teratur juga merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan asam lambung. Pola makan yang tidak teratur mencakup berbagai kebiasaan, seperti sering melewatkan waktu makan, makan berlebihan dalam satu waktu, atau makan terlalu larut malam. Semua kebiasaan ini dapat memengaruhi proses pencernaan dan meningkatkan risiko terjadinya refluks asam. Ketika seseorang melewatkan waktu makan, lambung tetap memproduksi asam untuk mempersiapkan pencernaan, tetapi tidak ada makanan yang dicerna, sehingga asam tersebut menumpuk dan meningkatkan risiko refluks asam.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Gastroenterology pada tahun 2018 menunjukkan bahwa pola makan yang tidak teratur, seperti sering melewatkan sarapan atau makan terlalu larut malam, dapat menyebabkan gangguan pencernaan yang serius, termasuk peningkatan produksi asam lambung. Ketika waktu makan tidak teratur, tubuh akan mengalami ketidakseimbangan dalam pengaturan produksi asam lambung. Salah satu mekanisme yang berperan penting di sini adalah pengaruh pada hormon ghrelin, yang dikenal sebagai hormon rasa lapar. Hormon ini berfungsi untuk merangsang produksi asam lambung. Ketika seseorang merasa lapar akibat melewatkan waktu makan, tubuh akan mengeluarkan ghrelin, yang mendorong lambung untuk memproduksi lebih banyak asam sebagai persiapan untuk pencernaan. Namun, jika tidak ada makanan masuk, asam lambung yang diproduksi tidak dapat dicerna dan dapat menyebabkan gangguan pada dinding lambung, memicu iritasi, bahkan dapat menyebabkan luka lambung (ulkus peptikum).
Selain itu, kebiasaan makan yang berlebihan atau makan dalam porsi besar dalam satu waktu juga dapat meningkatkan produksi asam lambung. Makan dalam jumlah yang besar dapat memperbesar volume makanan yang harus dicerna oleh lambung dalam waktu singkat, sehingga lambung memerlukan lebih banyak asam untuk proses pencernaan. Ketika proses pencernaan tidak berjalan dengan optimal, tekanan pada lambung meningkat dan meningkatkan kemungkinan refluks asam ke kerongkongan, yang dikenal sebagai GERD.
Selain waktu makan yang tidak teratur, jenis makanan yang dikonsumsi juga berperan penting dalam memicu peningkatan asam lambung. Makanan-makanan tertentu, seperti makanan pedas, berlemak, asam, serta minuman berkafein, diketahui dapat memperburuk gejala refluks asam. Makanan pedas dan berlemak dapat mengendurkan otot sfingter esofagus bawah (LES), yang berfungsi untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan. Ketika LES melemah, asam lambung dapat dengan mudah naik ke atas, menyebabkan rasa terbakar dan nyeri pada dada. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Furuta dan rekan pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa konsumsi makanan berlemak, asam, serta minuman berkafein dan beralkohol dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas refluks asam pada individu yang memiliki riwayat gangguan pencernaan.
Hubungan Antara Stres dan Pola Makan yang Tidak Teratur
Stres dan pola makan yang tidak teratur sering kali saling berkaitan. Pola makan yang buruk akibat stres sering kali melibatkan konsumsi makanan yang tinggi lemak dan gula, yang dapat mengganggu fungsi normal lambung dan usus. Selain itu, stres kronis dapat memperburuk respons tubuh terhadap makanan tersebut, memperlambat proses pencernaan, dan mengganggu keseimbangan mikroflora usus. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya gangguan pencernaan seperti refluks asam, sindrom iritasi usus besar (IBS), dan gangguan pencernaan lainnya. Stres juga dapat mengganggu kebiasaan makan yang teratur, seperti melewatkan waktu makan atau makan berlebihan pada waktu tertentu, yang dapat memperburuk masalah asam lambung.
Penelitian yang dilakukan oleh Young et al. (2018) dalam Gastroenterology Journal menunjukkan bahwa stres emosional dapat mengubah fungsi pencernaan dengan mengganggu proses kontraksi otot di saluran pencernaan, yang berpotensi meningkatkan terjadinya gangguan pencernaan. Pola makan yang tidak teratur juga dapat memperburuk kondisi ini, karena makanan yang dicerna dengan cepat atau dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan produksi asam lambung dan menyebabkan gejala refluks.
Penelitian yang dilakukan oleh Shah dan rekan-rekan pada tahun 2019 menjelaskan hubungan antara stres emosional dan pola makan yang buruk pada individu dengan gangguan pencernaan, termasuk refluks asam. Hormon stres dapat memicu keinginan untuk mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, yang dapat memperburuk gejala asam lambung. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh, yang mencakup perubahan dalam pola makan, dan pengelolaan stres.
Peningkatan asam lambung akibat stres dan pola makan yang tidak teratur merupakan masalah yang dapat mengganggu kualitas hidup. Stres yang berkepanjangan dapat memengaruhi produksi asam lambung dan motilitas pencernaan, sementara pola makan yang buruk dapat memperburuk gejala refluks asam. Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengatasi gangguan ini, penting untuk mengelola stres dengan baik dan memperbaiki kebiasaan makan. Dengan pendekatan yang tepat, gejala asam lambung dapat diminimalisir, untuk meningkatkan kesehatan tubuh secara menyeluruh.