Miliki Persebaran yang Cepat, Kenali Sejumlah Gejala Campak pada Anak
Merdeka.com - Peningkatan kasus campak di Indonesia dari tahun 2021 ke tahun 2022 cukup mengkhawatikan. Diperkirakan terjadi peningkatan sebesar 32 kali lipat dari jumlah kasus campak di tahun sebelumnya.
Data pada 2022 menyebutkan ada 3.341 kasus campak, padahal di tahun sebelumnya ada 132 kasus suspek campak (melihat gejala awal belum dibuktikan lewat tes darah).
"Peningkatan 32 kali lipat ini sangat mengejutkan," kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia, Anggraini Alam beberapa waktu lalu.
-
Kenapa kasus kanker di Indonesia meningkat? Meningkatnya Jumlah Kanker di Indonesia Terjadi Akibat Gaya Hidup Kebaratan Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penerapan gaya hidup yang tidak sehat dan cenderung mengikuti negara barat menjadi penyebab meningkatnya kasus kanker.
-
Apa itu campak? Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, yang dapat menimbulkan komplikasi serius seperti diare, radang paru-paru, radang otak, kebutaan, bahkan kematian.
-
Di mana kasus cacar air meningkat signifikan? Di Indonesia, khususnya di Tangerang Selatan, jumlah kasus cacar air (Varicella) mengalami lonjakan yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir, mencapai total 75 kasus.
-
Apa jenis kanker yang paling sering menyerang anak di Indonesia? Di Indonesia, jenis kanker yang paling banyak menyerang anak-anak adalah leukemia (kanker darah), lymphoma (kanker kelenjar getah bening), dan tumor otak.
-
Apa saja penyakit kritis yang meningkat? Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, dan lainnya) di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di tahun 2022.
-
Kenapa kasus ISPA meningkat di Jakarta? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat kasus infeksi saluran pernapasan (ISPA) di DKI Jakarta terus meningkat akibat polusi udara yang kian memburuk di Jabodetabek.
Bukan tanpa sebab IDAI menaruh perhatian besar pada peningkatan kasus campak. Hal ini lantaran penyakit akibat measles virus ini memiliki tingkat penularan tinggi sehingga rentan menyebabkan wabah.
"Jeleknya, penyebarannya cepat, kalau COVID-19 harus menunggu berkerumun, kalau campak enggak perlu pakai berkerumun sudah menyebar sendiri. Dan, penyakit yang paling potensial memicu wabah," kata wanita yang karib disapa Anggi.
Virus campak ditularkan terutama lewat udara (airborne). Seseorang pasien campak yang bernapas saja sudah mengeluarkan virus campak. Bila pasien campak batuk, virus makin jauh terlempar.
Lantas, apa saja gejala campak yang harus diwaspadai?
Anggi menekankan bahwa gejala campak sangat berbeda dengan dengue. Pada dengue ada demam dan merah-merah yang menonjol tapi sangat cepat hilang.
Sementara, lanjut Anggi, pada campak ruam merah hilang dalam tiga hingga empat hari.
Maka dari itu, orangtua perlu curiga bila anak mengalami demam disertai dengan ruam yang muncul secara berurutan. Anggi menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami campak bakal melewati tiga stadium, yakni:
Tiga Stadium Tanda Anak Kena Campak
1. Stadium prodromal : berlangsung 3-5 hari
Diawali dengan demam tinggi, lalu ada adanya 3 C yakni coryza, conjunctivitis, cough (masalah di saluran napas, mata merah, dan batuk). Lalu, muncul semacam titik-titik di area mulut yang disebut dengan Koplick's spots.
2. Stadium Erupsi dalam Hal Ini Muncul Ruam Khas
Mulai muncul ruam khas yang selalu munculnya dimulai dari belakang telinga lalu baru ke badan bagian belakang dan lengan atas baru ke arah perut turun ke tungkai bawah.
"Mulai ruam itu diantara rambut dan kulit. Paling mudah lihat di belakang telinga. Belum tahu in kenapa ruam yang muncul selalu teratur urutannya seperti itu," kata Anggi.
3. Stadium konvalesen
Semua gejala menghilang lalu ruam-ruam merah tadi menghitam lalu lama-lama menghilang.
Wajah Anak yang Kena Campak Seperti Marah
Anggi menuturkan bahwa anak yang terkena campak kerap menunjukkan wajah seperti marah. Hal itu bisa dipahami lantaran saat terkena campak rasanya tak keruan.
"Rasanya enggak enak banget ya ada demam, pegal-pegal, sakit kepala. Belum lagi ada batuk, bisa juga muntah dan pilek kering," kata Anggi.
Anggi mengingatkan bila anak memperlihatkan gejala yang mengarah ke campak termasuk demam dan ruam, sebaiknya segera dibawa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain.
Selain dapat pengobatan juga bisa dilakukan upaya pengendalian agar tidak jadi wabah.
"Jadi, kalau ada demam dan ruam segera ke fasyankes. Nakes bisa memilah untuk bisa mengikuti rekomendasi dari IDAI. Lalu petugas bisa melaporkan. Ini penting supaya enggak jadi wabah," kata Anggi.
Reporter: Benedikta DesideriaSumber: Liputan6.com
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Skrining ketat dilakukan menyusul ditemukannya varian Clade Ib di luar kawasan Afrika.
Baca SelengkapnyaProf. Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan agar kita waspada terhadap peningkatan kasus gondongan dan cacar air di kalangan siswa.
Baca SelengkapnyaData itu berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng.
Baca SelengkapnyaMasker dianggap bisa melindungi anak-anak dari bahaya polusi.
Baca SelengkapnyaTercatat, 41.000 kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang menimpa balita di Ibu Kota
Baca SelengkapnyaAnak-anak dan lanjut usia merupakan kelompok terbanyak sebagai penderita ISPA akibat kabut asap.
Baca SelengkapnyaPolusi udara yang buruk turut menjadi pendorong kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaKemenkes ungkap gejala dari virus cacar monyet atau monkeypox
Baca SelengkapnyaKelompok orang yang rawan tertular cacar monyet diminta untuk sadar dalam mencegah penyakit ini.
Baca SelengkapnyaHingga minggu ke-12 di tahun 2024, ditemukan sebanyak 43.271 kasus DBD dengan total jumlah kematian sebanyak 343 jiwa.
Baca Selengkapnya