Fakta Sosok Brigjen Hendra Kurniawan Eks Anak Buah Ferdy Sambo yang Kini Bebas Bersyarat, Terpidana Kasus Pembunuhan Brigadir J
Hendra resmi bebas bersyarat dan masih harus wajib lapor serta mengikuti program bimbingan yang diselenggarakan Bapas Kelas I Jakarta Selatan.
Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Propam Polri, Hendra Kurniawan, telah dibebaskan setelah menjalani masa tahanan dan mendapatkan status bebas bersyarat sejak 2 Juli 2024. Setelah hampir dua tahun di penjara, kini ia bisa menikmati kebebasan di luar.
Sebelumnya, Hendra divonis 3 tahun penjara dan didenda Rp27 juta karena terbukti bersalah dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo. Meskipun telah dibebaskan bersyarat, Hendra tetap harus wajib lapor dan mengikuti program bimbingan yang diselenggarakan oleh Bapas Kelas I Jakarta Selatan.
Sontak saja, namanya menjadi perhatian publik. Berikut beberapa fakta tentang Hendra Kurniawan yang dihimpun dari berbagai sumber.
Inilah sosok Hendra Kurniawan. Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Propam Polri ini lahir di Bandung, Jawa Barat pada 16 Maret 1974. Pria berusia 50 tahun ini menikah dengan Seali Syah Alam pada 20 September 2019 lalu.
Hendra adalah alumni Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1995. Ia mencatat sejarah sebagai jenderal polisi pertama dari keturunan Tionghoa.
Seputar Karier Hendra Kurniawan
Sebagian besar karier Hendra dihabiskan di Divisi Propam Polri, di mana ia pernah menduduki lima posisi berbeda. Dari 2011 hingga 2012, ia menjabat sebagai Kasubbag Pampers Basket Bagbinpam Ropaminal. Kemudian, ia menjabat sebagai Wakaden A Ropaminal dari 2012 hingga 2016.
Pada periode 2016 hingga 2019, Hendra menjabat sebagai Kepala Detasemen A di Ropaminal Divpropam Polri dan Analis Kebijakan Madya di Bidang Paminal Divpropam Polri. Selanjutnya, ia diangkat menjadi Kabagbinpam Ropaminal hingga 2020.
Terakhir, Hendra menjabat sebagai Karo Paminal Divpropam Polri sejak 16 November 2020. Namun pada Rabu, 20 Juli 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mencabut jabatannya dan memutasi Hendra menjadi Perwira Tinggi Pelayanan Markas (Pati Yanma) Polri.
Pati Yanma memiliki tugas untuk mengelola fungsi pembinaan dan pelayanan umum. Sering kali, Yanma dianggap sebagai 'tempat buangan' bagi anggota polisi yang terlibat dalam kasus atau bermasalah. Pemindahan jabatan ini berkaitan dengan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hendra telah menerima sejumlah penghargaan. Adapun penghargaannya antara lain Bintang Bhayangkara Nararya, Satyalancana Pengabdian 24 tahun, Satyalancana Pengabdian 16 tahun, Satyalancana Pengabdian 8 tahun, Satyalancana Ksatria Bhayangkara, Satyalancana Karya Bhakti, Satyalancana Bhakti Pendidikan, Satyalancana Bhakti Nusa, dan Satyalancana Dharma Nusa.
Selain itu, mantan Karo Paminal Divpropam Polri ini juga memiliki enam brevet, yaitu Brevet Selam Polri, Brevet Para Terjun Polri, Brevet Kavaleri Marinir, Brevet SAR Polri, Brevet Penyidik Utama, dan Brevet Bhayangkara Bahari.
Hendra dinonaktifkan dari Polri karena keterlibatannya dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo. Sebagai Karo Paminal, Hendra diduga tidak profesional karena disebut melakukan intimidasi terhadap keluarga korban agar tidak membuka peti jenazah Brigadir J. Tindakannya dinilai tidak mencerminkan perilaku seorang polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Hendra kemudian ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus obstruction of justice karena dinilai turut membelokkan penyelidikan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo. Hendra juga mengikuti perintah Sambo untuk menangani kasus ini secara internal, bukan secara pidana.
Selain itu, Hendra didakwa terlibat dalam usaha menghilangkan bukti berupa rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Sambo. Rekaman tersebut yang kemudian ditemukan oleh tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, memiliki peran penting dalam mengungkap skenario palsu kematian Brigadir J.
Atas perannya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp27 juta terhadap Hendra Kurniawan karena terbukti bersalah dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Bebas Bersayarat
Kini, ia telah dibebaskan setelah menjalani masa tahanan dan mendapatkan status bebas bersyarat sejak 2 Juli 2024. Setelah hampir dua tahun di penjara, Hendra bisa menikmati kebebasan di luar. Namun dirinya masih harus wajib lapor serta mengikuti program bimbingan yang diselenggarakan Bapas Kelas I Jakarta Selatan.