Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez
Dulu saat pedagang Arab berlayar hingga ke Pulau Weh, mereka menamakan Sabang dengan kata 'Shabag' yang berarti gunung meletus.
Dulu saat pedagang Arab berlayar hingga ke Pulau Weh, mereka menamakan Sabang dengan kata 'Shabag' yang berarti gunung meletus.
Menilik Asal-Usul Kota Sabang, Pernah Jadi Jalur Perdagangan Penting setelah Pembukaan Terusan Suez
Kota Sabang begitu terkenal di kalangan masyarakat lewat sebuah lagu nasional berjudul "Dari Sabang Sampai Merauke".
Secara administratif, Sabang merupakan salah satu kota di Provinsi Aceh. Letaknya berseberangan dengan bagian Utara Pulau Sumatra. Pulau Weh menjadi pulau terbesar yang berada di Kota Sabang. Pada zaman Kasultanan Aceh, pulau ini dulunya digunakan untuk mengasingkan orang-orang buangan.
-
Bagaimana Sabang mendapat nama? Mereka pun menamainya dengan Shabag yang artinya gunung meletus.
-
Kenapa Sabang penting? Salah satu kota yang berada di ujung Barat Indonesia ini sudah menjadi poros utama kegiatan ekspor dan impor bagi kapal-kapal dagang.
-
Kapan Sabang menjadi Pelabuhan Bebas? Baru pada abad ke-20 Sabang mendapatkan status Pelabuhan Bebas serta menjadi satu-satunya pelabuhan di wilayah Kolonial Belanda yang di luar kekuasaan pemerintahannya.
-
Di mana Pelabuhan Bebas Sabang dibangun? Pada tahun 1898, Pulau Weh yang berada di Sabang ditunjuk menjadi lokasi pembangunan pelabuhan bebas.
-
Kenapa Singapura jadi pusat perdagangan dulu? Kawasan ini ramai sebagai pusat perdagangan karena strategis di Selat Malaka.
-
Kenapa Sentral Telepon di Aceh penting untuk Belanda? Dari Sentral Telepon inilah, segala informasi disebar ke seluruh wilayah Sumatra hingga Jawa.
Melansir dari sabangkota.go.id, dulu saat pedagang Arab berlayar hingga ke Pulau Weh, mereka menamakan Sabang dengan kata 'Shabag' yang berarti gunung meletus. Kemungkinan besar asal-usul nama Kota Sabang diambil dari orang-orang Arab tersebut.
Dibuka Sebagai Dermaga
Setelah Terusan Suez dibuka pada 1869, jalur ke Indonesia menjadi lebih pendek yaitu melalui Selat Malaka. Karena kealamian pelabuhan dengan perairan yang dalam dan terlindungi alam dengan baik, pemerintah Hindia Belanda pada saat itu memutuskan untuk membuka Sabang sebagai dermaga yang mulai beroperasi pada 1881.
Dermaga ini awalnya difungsikan untuk stasiun batubara Angkatan Laut Belanda, tetapi kemudian pelabuhan ini juga digunakan bersandar bagi kapal dagang umum.Pelabuhan Bebas
Berjalan sampai tahun 1896, Kota Sabang dibuka menjadi pelabuhan bebas atau disebut Vrij Haven. Hampir seluruh kapal-kapal pengangkut barang yang berasal dari Deli pun mampir ke kota ini. Sejak saat itu, kota ini dikenal sebagai lalu lintas perdagangan dunia.
Melihat potensi besar pelabuhan di Kota Sabang sebagai bagian dari lalu lintas perdagangan internasional, seorang Belanda bernama Ernst Heldring mengusulkan agar pelabuhan ini dikembangkan lebih lanjut.
Sejak saat itu, Atjeh Associate berubah nama menjadi N.V Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia atau disebut dengan Perusahaan Pelabuhan Sabang dan Stasiun Batubara Batavia.
Basis Markas Militer Jepang
Pada Perang Dunia II, Jepang yang menduduki wilayah Sabang pun mengubah pelabuhan ini menjadi basis pertahanan maritim terbesar wilayah barat yang ada di Pulau Sumatra saat itu.
Pada 1945 Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu. Dampaknya beberapa infrastruktur di kota ini pun hancur. Kemudian Indonesia Merdeka tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda.
Sabang akhirnya diserahkan kembali oleh Belanda ke Indonesia setelah Konferensi Meja Bundar pada 1950.
Zona Perdagangan Bebas
Wilayah Sabang sangatlah penting bagi jalur perdagangan laut dunia. Hampir puluhan ribu kapal melewati Selat Malaka. Tahun 2000, pemerintah Indonesia menetapkan bahwa Sabang sebagai Zona Perdagangan Bebas.
Aktivitas Perdagangan Bebas Sabang pada tahun 2002 mulai berjalan dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang.