Sejarah Masjid Al-Mahmudiyah Suro, Masjid Tertua di Palembang yang Punya Tradisi Unik
Masjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Masjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Sejarah Masjid Al-Mahmudiyah Suro, Masjid Tertua di Palembang yang Punya Tradisi Unik
Perkembangan sejarah Islam di Pulau Sumatera sudah berlangsung sejak abad ke-19. Tak dipungkiri peninggalan-peninggalan masa Islam itu salah satunya berupa rumah ibadah atau masjid yang menjadi saksi bisu penyebaran ajaran Islam di sebuah daerah.
Di Palembang, terdapat masjid tertua yang letaknya di Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang yaitu Masjid Besar Al-Mahmudiyah atau biasa disebut dengan Masjid Suro. (Foto: duniamasjid.islamic-center.or.id)
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Apa yang unik dari Masjid Agung Nur Sulaiman? Bangunan masjid itu masih terjaga keasliannya sejak berdiri hingga sekarang. 'Jadi tidak ada perubahan bentuk sama sekali. Monumen atau cagar budaya di Banyumas yang asli sejak berdirinya ya Masjid Agung Nur Sulaiman,' kata Wahyu dikutip dari kanal YouTube Jejak Pamong.
-
Dimana masjid kuno itu ditemukan? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
-
Apa ciri khas arsitektur Masjid Raya Sumatera Barat? Masjid kebanggaan warga Sumatra Barat ini memiliki ciri khas dari segi arsitekturnya yang cenderung mirip bahkan sama dengan rumah tradisional Minang, yaitu Rumah Gadang.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
Dikutip dari berbagai sumber, masjid ini didirikan oleh seorang ulama besar bernama KH. Abudrahman Delamat atau Ki Delamat di atas tanah wakaf miliki Kiai Kiagus H. Khotib Mahmud sekitar tahun 1889.
Pembangunan masjid ini selesai dibangun tahun 1891, keunikannya adalah memiliki ciri khas nuansa Melayu yang cukup kental. Tak sampai situ, selain kegiatan ibadah dan memperluas ilmu agama, masjid ini mempunya sebuah tradisi yang unik yaitu bagi-bagi Bubur Suro gratis setiap bulan puasa.
Tidak Diperbolehkan
Pada awal mula berdirinya masjid ini banyak sekali masyarakat sekitar yang berbondong-bondong datang untuk beribadah salat atau menimba ilmu agama kepada Kiai Delamat. Singkat cerita masjid ini terlihat begitu ramai dengan aktivitas keagaamaan yang membuat Tuan Residen waspada.
Berdiri pada era Kolonial tentu bukan hal yang mudah. Tuan Residen pada waktu itu menyatakan bahwa masjid ini tidak diperbolehkan sebagai tempat untuk menyampaikan dakwah Islam. Mereka takut dan khawatir apabila masyarakat Palembang akan 'memberontak' Belanda.
Kiai Delamat sebagai tokoh ulama tersohor pada saat itu kemudian dipanggil pihak Hindia Belanda untuk tidak lagi menyebarkan ajaran Islam. Bahkan, terdapat larangan menyelenggarakan Salat Jumat.
Sempat Dibongkar Belanda
Tak berhenti disitu, Masjid Suro ini pernah dibongkar dan juga dilarang dipergunakan untuk aktivitas keagamaan selama hampir 36 tahun. Kemudian kepengurusan masjid ini berpindah ke Kiai KGS. H. Mahmud Usman atau Kiai Khotib yang akhirnya mengubah nama masjidnya menjadi Al-Mahmudiyah.
Pada tahun 1920, setelah "dibekukan" oleh pihak Belanda akhirnya masjid ini kembali diperbaiki. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 1925, dibangun menara masjid yang digunakan untuk kepentingan ibadah masyarakat.
Tuan Residen saat itu mulai memperbolehkan masjid Al-Mahmudiyah untuk salat Jumat. Sejak saat itulah, aktivitas di Masjid Suro bisa dikatakan kembali normal dan tidak ada lagi gangguan dari pihak kolonial Belanda.
Masih Terjaga Keasliannya
Melansir dari beberapa sumber, warisan yang masih bertahan sampai sekarang ini adalah ornamen-ornamen beberapa bagian masjid yang masih asli. Contohnya seperti tiang penyangga atau sokoguru, mimbar imam dan kolam wudhu untuk laki-laki.
Bagian tiang penyangga masjid ini juga istimewa karena berjumlah 16 buah yang terbuat dari kayu yang dibawa langsung oleh Kiai Delamat dari tanah kelahirannya di Musi Banyuasin.
Tradisi Unik
Mengutip dari kanal Liputan6.com, masjid tertua di Palembang ini memiliki sebuah tradisi yang dilaksanakan ketika bulan puasa tiba, yaitu berbagi Bubur Suro gratis kepada masyarakat.
Antusias masyarakat setiap tahunnya tidak pernah surut. Bahkan momen seperti ini sangat ditunggu-tunggu oleh mereka. Tradisi bagi-bagi bubur ini sudah terjalin cukup lama dan sudah diwariskan turun-temurun oleh pengelola masjid.
Bubur suro memiliki cita rasa gurih, asin, dan sedikit berlemak dan mengenyangkan. Menu ini biasanya diburu para warga, sebagai salah satu menu takjil berbuka puasa. Menurut pengurus masjid, seluruh biaya untuk memasak bubur ini berasal dari dana swadaya masyarakat hingga jemaah masjid.
"Kalau resep buburnya sudah ada dari turun-temurun. Setiap hari kamu membagikan sekitar 200 porsi bubur secara gratis kepada warga yang datang ke masjid ini,"
kata Pengurus Masjid Al Mahmudiyah, Riyanto.