Sosok Laksamana John Lie, Andalan TNI AL untuk Tembus Blokade Belanda
Perwira tinggi TNI AL keturunan Tionghoa ini sempat ditugaskan untuk mengangkut komoditas ekspor ke luar negeri saat kas negara sedang tidak baik-baik saja.
Perwira tinggi TNI AL keturunan Tionghoa ini sempat ditugaskan untuk mengangkut komoditas ekspor ke luar negeri saat kas negara sedang tidak baik-baik saja.
Sosok Laksamana John Lie, Andalan TNI AL untuk Tembus Blokade Belanda
Laksamana Muda TNI (Purn.) John Lie Tjeng Tjoan atau biasa yang dikenal dengan nama Jahja Daniel Dharma ini lahir pada 9 Maret 1911 di Manado, Sulawesi Utara. Ia merupakan salah satu perwira tinggi milik kesatuan TNI AL etnis Tionghoa dan juga Pahlawan Nasional Indonesia.
Kehidupan masa kecil Lie sungguh berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia lahir dari keluarga kalangan ekonomi yang berkecukupan, sang ayah merupakan seorang penguasaha di bidang transportasi.
(Foto: Wikipedia)
-
Siapa tokoh inspiratif dari Aceh yang melawan Belanda? Teuku Nyak Arif, sosok pejuang dan gubernur pertama Aceh. Saat kolonialisme menguasai tanah Aceh, muncul orang-orang yang ingin melawan dan mengusir Belanda dengan berbagai cara.
-
Siapa yang berjuang untuk Indonesia? Kata-kata ini membangkitkan semangat juang dan patriotisme dalam diri setiap pemuda Indonesia.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Siapa pahlawan nasional dari Langkat? Amir Hamzah merupakan salah sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa yang mengelabui Belanda? 'Dulu waktu ada Belanda, kata orang tua bilang ke Belanda kalau di Baduy hanya ada 40 orang, jadi disembunyikan,' katanya.
Mengutip esi.kemdikbud.go.id, anak kedua dari delapan bersaudara ini pada usia tujuh tahun sudah menempuh pendidikan formal di Hollandsch Chineesche School (HCS). Tahun 1920 ia terpaksa pindah ke Christelijke Hogeschool (CHR) dan selesai pada tahun 1927.
Selain pandai di bidang akademis, John Lie juga mendalami ilmu agama dengan taat melalui pendidikan formalnya.
Kehidupan Masa Kecil
Sejak kecil John Lie sudah sangat akrab dengan sungai, laut, dan aktivitas bongkar muat pelabuhan di Manado. Ia juga tinggal di wilayah pesisir yang membentuk karakter dan terbiasa dengan sifat egaliter, toleran, dan terbuka.
Kehidupan sehari-hari John Lie inilah yang membentuk dirinya saat sudah menginjak usia remaja hingga dewasa bahkan setelah dirinya menjadi seorang perwira TNI AL.
Kecintaannya terhadap kapal itu terbukti ketika sebuah kapal Eskader milik Angkatan Laut Belanda yang sedang bersandar di Pelabuhan Manado. Ia pun bertekad untuk bisa menaiki kapal tersebut namun tidak diizinkan.
Namun, ia tetap nekat dengan cara berenang ke laut lalu berkata “Kelak saya ingin jadi Kapten, suatu saat akan pimpin kapal begini". Inilah yang menjadi momen dirinya memiliki cita-cita sebagai seorang pelaut.
Pindah ke Batavia
Pada tahun 1928, ia pindah ke Batavia untuk mewujudkan cita-citanya. Ia sempat bekerja sebagai buruh pelabuhan di Tanjung Priok selama setahun. Lie juga mendapatkan pelajaran tentang ilmu pelayaran, menjangka peta, navigasi, hingga semboyan.
Kemudian pada tahun 1929 perusahaan KPM merekrut John Lie untuk bekerja sebagai Klerk Muallim III. Sejak saat itu sampai menjelang Perang Dunia II ia kerap sekali menghabiskan waktu di lautan untuk berlayar dari satu pulau ke pulau lainnya.
John Lie mendapatkan pengalaman begitu berharga ketika Perang Dunia II, karena posisi pemerintah kolonial Belanda mulai terpojok oleh serbuan tentara Jepang yang sudah berlangsung sejak bulan Januari 1942.
Saat itu John Lie mengikuti rangkaian practice training untuk mengasah kemampuannya seperti pengenalan taktik perang laut, pengoperasian senjata, administrasi perkapalan, sistem komunikasi, dan lain sebagainya.
Bertugas Selundupkan Barang
Pada awal tahun 1947, John Lie pernah mengawal kapal bermuatan karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura. Dari situlah, ia secara rutin melakukan operasi "penyelundupan" untuk mengelabui blokade Belanda.
Seluruh hasil bumi yang dikirim ke Singapura itu ditukar dengan senjata lalu diserahkan kepada prajurit di Sumatra untuk sarana perjuangan melawan Belanda. Lie pernah tertangkap oleh perwira Inggris setelah membawa barang selundupan berupa 18 drum minyak kelapa sawit.
Berkat kelihaiannya dalam membawa barang selundupan, ia kemudian ditempatkan di Port Swettenham di Malaya lalu mendirikan pangkalan Angkatan Laut untuk menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, serta keperluan lainnya.
Andalan TNI AL
Pada tahun 1950, Lie kembali dipanggil untuk menjabat sebagai komandan kapal perang Radjawali oleh Laksamana TNI R. Soebijakto. Selain itu, Lie juga bergabung dalam penumpasan Republik Maluku Selatan dan PRRI/Permesta.
Ia pensiun dari TNI AL pada tahun 1966 dengan pangkat Laksamana Muda. Lie dikenal oleh kalangan tokoh militer sebagai sosok yang menjadi andalan. Prestasinya begitu gemilang serta menjadi andalan ketika puncak-puncak eksistensi republik. Selain itu, ia juga aktif dalam penumpasan kelompok separatis.