Ancaman Megatrust Akibat Cairnya Gletser di Greenland Meningkat, Bisa Picu Tsunami 100 Meter
Penelitian mengungkapkan peningkatan risiko megatsunami di Greenland akibat pencairan gletser. Gelombang setinggi lebih dari 100 meter.
Para ilmuwan telah memperingatkan peningkatan risiko megatsunami dengan gelombang setinggi lebih dari 100 meter. Peringataan ini bukan tanpa sebab. Pencairan gletser di Greenland yang memicu longsoran besar. Mengutip Independent, Senin (26/8), dalam penelitian terbaru, para ilmuwan menganalisis sebuah kasus tsunami raksasa yang menghantam bagian terpencil di Greenland Timur tahun lalu.
Beberapa tsunami terbaru di Greenland telah menimbulkan dampak yang menghancurkan, seperti longsoran di Karrat Fjord pada tahun 2017 yang memicu tsunami yang menenggelamkan desa Nuugaatsiaq, menyebabkan empat orang tewas. Megatsunami di lepas pantai timur Greenland dengan gelombang yang mencapai ketinggian lebih dari 100 meter bahkan telah mencapai Eropa, menurut para ilmuwan.
-
Mengapa gempa megathrust berbahaya? Karena energinya sangat besar, gempa ini seringkali disertai dengan tsunami. Contoh gempa megathrust yang terkenal adalah gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004, yang terjadi akibat subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia.
-
Mengapa Megathrust berbahaya? Ia akan menjadi sebuah bencana jika muncul banyak korban jiwa. Menurutnya, risiko bencana itu bisa dikurangi apabila masyarakat sudah siap dengan mitigasi bencana.
-
Apa itu gempa megathrust? Gempa megathrust adalah jenis gempa bumi yang terjadi di zona subduksi, yaitu wilayah di mana satu lempeng tektonik bergerak menukik ke bawah lempeng lain. Istilah 'megathrust' berasal dari kata 'mega' yang berarti besar dan 'thrust' yang berarti dorongan atau tekanan.
-
Di mana ancaman Megathrust paling serius? 'Artinya kalau kita mempertemukan bahaya megathrust yang besar dengan penduduk yang paling padat maka risikonya menjadi lebih tinggi di Pulau Jawa ini,' terang Nuraini.
-
Apa itu Megathrust? Nuraini menjelaskan bahwa terdapat 15 segmen megathrust di Indonesia. Keberadaannya tersebar mulai dari sepanjang pantai barat pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara di selatan, lalu ada yang di utara Pulau Sulawesi, utara Kepulauan Maluku, dan kawasan Laut Banda.
-
Bagaimana gempa megathrust terjadi? Proses terjadinya gempa megathrust melibatkan interaksi kompleks antara lempeng tektonik di zona subduksi. Berikut penjelasan mengenai mekanisme dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya gempa ini: 1. Interaksi Lempeng Tektonik Gempa megathrust terjadi di zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik, biasanya lempeng samudra yang lebih berat, menyusup ke bawah lempeng benua yang lebih ringan. Proses ini menciptakan medan tegangan yang sangat besar di sepanjang batas lempeng.
Salah satu megatsunami tersebut terjadi pada September 2023 di Dickson Fjord, Greenland Timur. Tsunami ini pertama kali dicatat oleh seismolog melalui postingan di media sosial dan kemudian dilaporkan mengenai gelombang yang menghantam instalasi militer di Pulau Ella yang berjarak lebih dari 50 km.
Beruntung, tidak ada korban jiwa karena daerah yang terdampak merupakan pangkalan militer tanpa personel pada saat tsunami terjadi. Kemudian, pada 16 September 2023, massa batuan sebesar stadion rugby dengan tinggi sekitar 50-100 meter jatuh dari ketinggian 300–400 meter di sebuah lereng.
Para ilmuwan menemukan bahwa longsoran tersebut membawa es gletser dan berubah menjadi campuran longsoran batu-es sebelum mencapai air. Mereka menemukan bahwa megatsunami yang dihasilkan memiliki ketinggian puncak "melebihi 200 meter" dan setinggi 60 meter sepanjang 10 km di fjord.
Meskipun penyebab asli longsoran tersebut masih menjadi misteri, penelitian ini mengungkap arah dan besarnya kekuatan yang dihasilkan. Penelitian juga menunjukkan bahwa longsoran dan tsunami yang dihasilkan menciptakan getaran yang berlangsung lama di fjord, dengan gelombang yang terombang-ambing di teluk sempit fjord yang tak berpenghuni selama lebih dari seminggu.
Stasiun pengukur gempa hingga jarak 5.000 km mencatat getaran yang disebabkan oleh longsoran tersebut, tulis para peneliti. Ada juga sinyal yang berlangsung sangat lama yang dicatat oleh seismometer selama lebih dari seminggu setelah kejadian tersebut.
"Yang tidak biasa dari kejadian ini adalah durasinya yang lama," kata Angela Carrillo Ponce, salah satu penulis studi tersebut.
Para peneliti percaya bahwa temuan baru ini dapat membantu memahami lebih baik kejadian serupa dan kemungkinan kaitannya dengan perubahan iklim.
"Jelas bahwa mundurnya gletser yang sebelumnya memenuhi seluruh lembah, dan mencairnya permafrost, menyebabkan peningkatan longsoran," tulis para ilmuwan.
"Perubahan iklim mempercepat pencairan gletser dan dengan demikian dapat meningkatkan risiko megatsunami," tambah mereka.