Elon Musk sebut Harusnya Mark Zuckerberg yang Ditangkap Bukan Pavel Durov
Elon Musk justru pemerintah Prancis menangkap Mark Zuckerberg bukan Pavel Durov.
Elon Musk kembali menarik perhatian publik setelah membela CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, yang ditangkap di Paris pada Sabtu lalu. Durov, yang dikenal sebagai pendukung kebebasan berbicara, ditangkap di Bandara Le Bourget atas dugaan bahwa Telegram, aplikasi pesan terenkripsi yang ia kembangkan, telah digunakan untuk aktivitas kriminal.
Musk, yang mengaku membeli X (sebelumnya Twitter) untuk memperjuangkan kebebasan berbicara, segera menggaungkan tagar “#FreePavel” di akun X miliknya. Ia juga membagikan klip video yang menampilkan Durov memuji X sebagai platform yang mendukung inovasi dan kebebasan berbicara.
Penangkapan Durov dilakukan setelah otoritas Prancis mengeluarkan surat perintah penangkapan sebagai bagian dari penyelidikan awal terhadap dugaan bahwa Telegram telah digunakan oleh kelompok kriminal. Meskipun surat perintah tersebut telah dikeluarkan, tindakan hukum hanya bisa diambil jika Durov berada di tanah Prancis.
Dalam postingan berikutnya di X, Musk juga mengkritik CEO Meta, Mark Zuckerberg, dengan mempertanyakan mengapa Zuckerberg tidak ditangkap atas tuduhan serupa yang dihadapi Durov.
“Karena dia sudah menyerah pada tekanan sensor. Instagram memiliki masalah besar dengan eksploitasi anak, tetapi tidak ada penangkapan untuk Zuck, karena dia menyensor kebebasan berbicara dan memberi akses belakang kepada pemerintah untuk data pengguna,” kata Elon dikutip NYPost, Senin (26/8).
Meta, perusahaan induk Facebook, menyatakan bahwa mereka mematuhi permintaan penegakan hukum untuk data jika secara hukum diwajibkan. Perusahaan tersebut juga menegaskan bahwa baik Messenger maupun WhatsApp terenkripsi, sehingga pihak ketiga, termasuk Meta, tidak dapat mengakses data tersebut.
Pavel Durov, yang juga dikenal sebagai pendiri situs jejaring sosial VK (VKontakte), menciptakan Telegram bersama saudaranya, Nikolai, pada tahun 2013. Namun, pada tahun 2014, Durov “melarikan diri” dari Rusia setelah menolak menyerahkan data pengguna terenkripsi kepada pejabat Rusia dan menolak untuk membungkam komunitas yang menentang pemerintah.
Tahun 2018, Rusia memblokir Telegram karena menolak mematuhi perintah pengadilan untuk menyerahkan kunci enkripsi, meskipun larangan tersebut dicabut pada tahun 2020. Aplikasi ini, yang sangat menekankan privasi pengguna, telah dikritik oleh banyak pemerintah karena dianggap memungkinkan komunikasi rahasia oleh kelompok militan dan kriminal terorganisir.
Telegram juga menjadi sumber informasi utama dalam perang Rusia-Ukraina. Meskipun demikian, Durov bersikeras bahwa Telegram adalah platform netral dan bukan "pemain dalam geopolitik."