Benarkah Bahan Utama Susu Nabati Meningkatkan Risiko Kanker Usus Besar? Begini Penjelasan Lengkapnya
Kandungan pengemulsi dan aditif dalam susu nabati bisa mengganggu mikrobioma usus, yang berpotensi meningkatkan risiko kanker usus besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika mengalami penurunan yang signifikan dalam tingkat konsumsi susu sapi. Banyak konsumen beralih ke susu nabati sebagai solusi untuk intoleransi laktosa, serta didorong oleh kepedulian terhadap lingkungan dan isu etika dalam peternakan sapi perah. Namun, susu nabati juga memiliki masalah tersendiri. Sejumlah pakar memperingatkan risiko dari konsumsi susu nabati lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.
Seperti yang dilansir oleh NY Post pada Selasa, 29 Oktober 2024, penelitian menunjukkan produk susu berbasis tanaman tidak selalu menawarkan kandungan gizi yang setara dengan susu dari peternakan sapi perah. Menariknya, sekitar sepertiga dari susu berbasis tanaman mengandung kadar gula yang mirip dengan susu cokelat atau stroberi. Selain itu, sebagian besar produk susu ini juga mengandung zat aditif dan pengemulsi, yang menjadikannya sebagai makanan ultra-olahan (UPF).
-
Makanan apa saja yang memicu kanker usus besar? Makanan pemicu kanker usus besar menunjukkan bahwa setiap makanan yang kita konsumsi, bisa berpengaruh bagi sistem pencernaan.
-
Apa jenis makanan yang dapat meningkatkan risiko kanker? Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal Advances in Nutrition pada tahun 2021, yang meninjau 210 studi mengenai 13 jenis makanan dan kaitannya dengan risiko kanker, menunjukkan bahwa terdapat dua jenis makanan yang memiliki korelasi kuat dengan peningkatan risiko kanker payudara.
-
Makanan apa yang bisa meningkatkan risiko kanker? Makanan seperti daging merah, mentega, gorengan, jeroan, dan kuning telur yang tinggi lemak jenuh dapat meningkatkan risiko kanker.
-
Kenapa makanan tidak sehat tingkatkan risiko kanker? Makanan yang tinggi lemak jenuh, gula, garam, dan bahan pengawet dapat meningkatkan risiko kanker. Makanan yang digoreng, diasap, atau diasinkan juga dapat mengandung zat karsinogenik, yaitu zat yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker.
-
Kenapa konsumsi alkohol meningkatkan risiko kanker usus besar? Alkohol dapat mengganggu metabolisme asam lemak dalam usus besar dan meningkatkan produksi senyawa karsinogenik seperti asetaldehida.
-
Bagaimana makanan berlemak dapat meningkatkan risiko penyumbatan usus? Lemak-lemak ini dapat memicu peradangan dan memperburuk kondisi pencernaan. Selain itu, lemak tersebut sulit dicerna dan dapat memperlambat proses pencernaan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya penyumbatan di usus.
Penggunaan emulsi seperti gelatin, protein whey, gom xantan, dan karboksimetilselulosa umumnya ditambahkan ke dalam susu nabati untuk mencegah pemisahan serta menciptakan tekstur yang halus dan lembut. Namun, makanan ultra-olahan ini dapat mengganggu sistem mikroba dalam tubuh. Zat tambahan tersebut berpotensi mengubah komposisi bakteri usus dan memicu peradangan. Seperti diketahui ketahui, peradangan kronis dapat merusak DNA dan meningkatkan risiko kanker.
Para ahli juga meyakini bahwa paparan berlebihan terhadap UPF dapat menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kasus kanker usus besar di kalangan generasi muda. Data menunjukkan pada tahun 2019, 20 persen kasus kanker kolorektal terjadi pada individu berusia di bawah 55 tahun, meningkat dari 11 persen pada tahun 1995. Lebih mengkhawatirkan lagi, kelompok usia yang lebih muda cenderung terdiagnosis pada stadium lanjut, sehingga menyulitkan proses pengobatan dan penyembuhan.
Meningkatnya Kasus Kanker Kolorektal
Menurut para ahli medis, diprediksi bahwa kanker usus besar akan menimbulkan sekitar 53.000 kematian di Amerika Serikat pada tahun ini. Penelitian sebelumnya telah menghubungkan penggunaan pengemulsi makanan seperti karboksimetilselulosa (CMC) dan polisorbat 80 dengan terjadinya kanker usus besar pada hewan percobaan, khususnya tikus. Di sisi lain, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2021 menunjukkan ketika pengemulsi ini diperkenalkan ke dalam koloni bakteri yang mirip dengan di usus manusia. Pengemulsi tersebut dapat menyebabkan kematian atau gangguan pada bakteri tersebut. Mikrobioma usus, yang terdiri dari berbagai jenis bakteri, virus, dan jamur dalam sistem pencernaan, diyakini memiliki peran krusial dalam perkembangan dan progresi kanker kolorektal.
Beberapa penelitian menunjukkan bakteri yang berada di saluran pencernaan memiliki fungsi penting dalam melawan kanker, dan jika terjadi gangguan pada mikrobioma maka kemungkinan terjadinya kanker kolorektal dapat meningkat. Profesor Kedokteran, Mikrobiologi, dan Imunologi di Universitas Miami, Dr. Maria Abreu, menghebohkan publik dengan pernyataannya tahun lalu. Ia mengatakan kecurigaannya bahan kimia dan bakteri yang terdapat dalam makanan olahan dapat menyebabkan enzim di usus menjadi tidak stabil, yang pada gilirannya dapat memicu peradangan dan kanker.
"Bahkan makanan yang kita anggap baik untuk kita pun bisa menjadi masalah. Hal-hal seperti pengemulsi yang ditambahkan, hal-hal yang lembut, seperti yogurt tanpa lemak dan semua hal ini, benar-benar dapat mengubah mikrobioma usus secara signifikan," jelas Abreu
Peningkatan Kadar Gula
Masalah yang perlu diwaspadai tidak hanya terletak pada zat aditif dan pengemulsi dalam susu nabati, tetapi juga lonjakan gula darah yang mungkin terjadi. Jessica Cording, seorang ahli diet terdaftar dan penulis, menyoroti pentingnya pengelolaan gula darah dalam kesehatan.
"Saya sangat fokus pada manajemen gula darah dalam pekerjaan saya, yang penting untuk banyak aspek kesehatan fisik dan mental kita," ungkap Jessica Cording dalam wawancaranya dengan DailyMail.
Ia menjelaskan susu gandum memiliki kandungan protein yang lebih rendah dan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi atau susu dari kacang-kacangan. Ketika tubuh mencerna karbohidrat ini, lonjakan kadar gula darah dapat terjadi.
Seiring berjalannya waktu, siklus lonjakan ini dapat menyulitkan pengelolaan berat badan dan meningkatkan risiko penyakit terkait gaya hidup, seperti diabetes. Mengacu pada laporan CNN pada Selasa, 25 Juli 2023, sebuah studi terbaru yang dipresentasikan dalam konferensi Nutrition 2023 yang diselenggarakan oleh American Society for Nutrition di Boston pada 24 Juli 2023, mencatat hanya 28 jenis susu nabati yang memiliki kandungan protein dan vitamin D yang setara atau lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Temuan ini menyoroti pentingnya pemilihan susu nabati yang tepat untuk memastikan asupan gizi yang memadai.
Susu Nabati Kurang Nutrisi Dibanding Susu Sapi
Tim peneliti dari University of Minnesota telah menciptakan sebuah database yang mencakup hampir 20.000 label nutrisi, termasuk 233 produk susu nabati dari 23 produsen yang berbeda. Dari total produk tersebut, sekitar setengahnya diperkaya dengan vitamin D, dua pertiga mengandung kalsium, dan sekitar 20 persen memiliki kandungan protein yang setara dengan susu sapi. Abigail Johnson, Ph.D., yang merupakan penulis utama studi dan seorang ahli diet, menjelaskan masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan, karena nutrisi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari sumber lain. Dia juga menegaskan susu sapi bukanlah pilihan yang sempurna.
“Namun, jika konsumen beranggapan bahwa susu nabati dapat menggantikan susu sapi sepenuhnya, banyak dari mereka yang salah,” ujar Abigail.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya 38 dari 223 pengganti susu yang memiliki kandungan protein 8 gram atau lebih, yang merupakan jumlah sama dengan yang terdapat dalam segelas susu berukuran 8 ons. Sebagian besar susu nabati umumnya hanya mengandung sekitar 2 gram protein, meskipun susu yang terbuat dari kedelai, kacang polong, dan beberapa kombinasi lainnya terbukti mengandung antara 6 hingga 10 gram protein. Mengenai kalsium dan vitamin D, studi tersebut mencatat bahwa 170 dari 233 jenis susu alternatif diperkaya dengan kadar yang mirip dengan yang ditemukan dalam segelas susu biasa.