Kota Kuno Misterius Berusia 4000 Tahun Ditemukan di Bawah Oasis Gurun di Arab Saudi
Kota kuno di balik oasis Arab Saudi berhasil ditemukan.
Sebuah kota kuno berbenteng berusia 4.000 tahun ditemukan di balik oasis tepatnya di Arab Saudi.
Melansir dari laman Science Alert, Jumat (8/11) arkeolog mengklaim bahwa temuan tersebut mengungkap bagaimana kondisi sosial masyarakat berubah dari kehidupan nomaden menjadi kehidupan perkotaan.
Kota kuno itu diketahui bernama Al-Natah dan telah lama tersembunyi di dalam oasis berdinding Khaybar.
Oasis sendiri merupakan suatu daerah hijau dan subur yang berada di tengah gurun di barat laut Semenanjung Arab.
Menurut penelitian yang dipimpin oleh arkeolog Prancis Guillaume Charloux, kota ini dikelilingi tembok kuno sepanjang 14,5 kilometer
Secara populasi, kota ini terbilang besar. Pada saat dibangun sekitar tahun 2.400 SM tepatnya di awal zaman perunggu, jumlah penduduknya baru 500.
Namun para penduduk meninggalkan kota sekitar seribu tahun kemudian tanpa alasan yang jelas.
"Tidak ada yang tahu alasannya," kata Charloux.
Pada saat Al-Natah dibangun, kota-kota di wilayah Levant di sepanjang Laut Mediterania dari Suriah hingga Yordania terbilang berkembang pesat.
Ketika dilewati oleh para penggembala nomaden, dataran Arabia Barat Laut pada saat itu dianggap sebagai gurun tandus yang dipenuhi dengan situs pemakaman.
Hal ini terjadi hingga 15 tahun yang lalu saat benteng yang berasal dari Zaman Perunggu di oasis Tayma, di utara Khaybar.
Penampakan Kota Kuno Al-Natah
Kota Al-Natah banyak dijumpai batuan vulkanik hitam yang disebut basalt menutupi dinding sehingga melindungi situs tersebut dari penggalian ilegal.
Para arkeolog telah menemukan fondasi yang cukup kuat untuk menopang rumah setidaknya satu atau dua lantai.
Temuan itu sedikit banyak memberikan gambaran bahwa kota itu memiliki luas 2,6 hektar dengan sekitar 50 rumah yang bertengger di atas bukit.
Makam di dalam pekuburan terdapat senjata logam seperti kapak dan belati serta batu seperti batu akik.
Penemuan itu memberi pertanda bahwa masyarakat pada masa itu relatif maju.
Selain itu adanya potongan-potongan tembikar menunjukkan masyarakat yang relatif egaliter.
"Itu adalah keramik yang sangat cantik namun sangat sederhana", ucap Charloux.
Lambatnya Urbanisme
Tingginya benteng mencapai sekitar lima meter (16 kaki) menunjukkan bahwa Al-Natah memiliki pondasi pusat pemerintahan lokal yang kuat.
Namun, penemuan yang ada juga mengungkapkan proses “urbanisme yang lambat” selama transisi antara kehidupan desa yang nomaden dan menetap, kata studi tersebut.
Sebagai contoh, oasis yang dibentengi bisa saja saling bersentuhan di wilayah yang sebagian besar masih dihuni oleh kelompok pastoral nomaden.
Pertukaran semacam itu bisa menjadi landasan bagi “jalur dupa” yang memperdagangkan rempah-rempah, kemenyan, dan mur dari Arab selatan ke Mediterania.
Bila dibanding kota lain di Mesopotamia atau Mesir, Al-Natah masih cenderung kecil.
Masyarakat pada masa itu punya cara sendiri yang lebih sederhana, jauh lebih lambat, dan cukup spesifik di barat laut Arab untuk menuju urban.