Miris! Tahanan Palestina Ungkap Kekerasan dan Pelecehan Jadi Bagian dari Sistem Penahanan Israel
Wawancara yang dilakukan oleh The Guardian mengungkap fakta mengerikan di balik penjara Israel yang menganggap kekerasan sebagai bagian dari sistem penahanan.
Beberapa waktu lalu, tentara Israel sempat dituduh melakukan beragam perbuatan keji kepada para tahanan asal Palestina.
Kabar tersebut disampaikan oleh Wakil Direktur Regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International Sara Hashash yang menyatakan dalam dokumentasi terbaru mereka, ditemukan bukti penyiksaan mengerikan terhadap tahanan Palestina.
Mengutip laman The Guardian, Rabu (7/8) juga muncul dugaan adanya kekerasaan dan pelecehan secara sistematis yang terjadi di dalam penjara.
Akan tetapi kabar tersebut selalu ditepis oleh pihak Israel Defense Force (IDF) dan mengaku telah bertindak “sesuai dengan hukum Israel dan hukum internasional”.
"Tuduhan pelecehan juga telah diperiksa secara menyeluruh. Kondisi para tahanan telah membaik secara signifikan selama perang," kata IDF.
Selain itu ada banyak laporan mengenai perlakuan sewenang-wenang, kejam dan merendahkan martabat tahanan Palestina sejak serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober.
Bahkan dunia luar hanya bisa melihat sekilas kondisi di dalam penjara karena Israel telah menolak akses terhadap pengacara, anggota keluarga dan inspektur Palang Merah.
Pembuktian Aksi Brutal di Penjara Israel
Sebuah lembaga hak asasi manusia B'Tselem sempat melakukan penyelidikan guna mencari tahu kondisi yang terjadi di dalam penjara Israel.
Dalam penyelidikan selama berbulan-bulan, B’Tselem telah mewawancarai 55 mantan tahanan yang ditempatkan di 16 penjara Israel dan pusat penahanan yang dikelola oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), memetakan skala dan sifat pelecehan.
Organisasi paling dihormati di Yerusalem ini menyebut penjara-penjara Israel saat ini harus diberi label “kamp penyiksaan” usai melihat kondisi yang ada.
“Ketika kami memulai proyek ini, kami pikir kami akan menemukan bukti sporadis dan kasus-kasus ekstrem di sana-sini, namun gambaran yang muncul benar-benar berbeda."
“Kami terkejut dengan besarnya apa yang kami dengar," kata Yuli Novak, direktur eksekutif organisasi tersebut.
B'Tselem juga sempat mencari tahu kebenaran buruknya kondisi tahanan di penjara lewat Layanan Penjara Israel (IPS).
Namun mereka menampik dan mengaku telah beroperasi sesuai hukum dan di bawah pengawasan pengawas keuangan negara.
Bahkan, IPS juga mengklaim bahwa beberapa petisi mengenai kondisi penjara yang diajukan oleh organisasi hak asasi manusia telah ditolak oleh Mahkamah Agung.
“Kami tidak mengetahui klaim yang Anda jelaskan dan sejauh yang kami tahu, tidak ada kejadian seperti itu yang terjadi di bawah tanggung jawab IPS,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Tahanan Palestina Klaim Adanya Kekerasan Sistematis
Sebuah wawancara yang dilakukan oleh The Guardian kepada seorang tahanan seakan membenarkan klaim dari organisasi B'Tselem.
Menurut penjelasan dari seorang tahanan, kekerasan, kelaparan ekstrim, penghinaan dan penganiayaan lainnya terhadap tahanan Palestina telah menjadi hal yang biasa di dalam penjara.
Dirinya juga menyebut adanya penganiayaan yang bersifat sistemik dan bisa disebut sebagai "pelecehan yang dilembagakan".
Selain kekerasan, para petugas penjara Israel juga melakukan pelecehan kepada para tahanan. Mirisnya, pelecehan bukan dianggap sebagai kekerasan yang dilarang dalam penjara.
Petugas penjara malah diarahkan oleh menteri keamanan nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir dan menyebut penganiayaan telah menjadi bagian terintegrasi dari sistem penahanan Israel.
Kekejaman di Penjara Israel
Pengangkatan Ben-Gvir sebagai menteri yang membidangi penjara pada awal tahun 2023 mendatangkan 'malapetaka' bagi para tahanan Palestina.
Dahulu kondisi penjara sempat normal dengan disediakannya air panas untuk mandi, makanan yang layak, waktu di luar di halaman, dan sekitar enam tahanan dalam satu sel, masing-masing dengan tempat tidurnya sendiri.
Namun di bawah kepemimpinan Ben-Gvir ia menghapus banyak “fasilitas” bagi narapidana Palestina, seperti roti segar, dan membatasi waktu mandi hingga empat menit.
Kebijakannya semakin buruk tatkala serangan terjadi pada 7 Oktober 2023 lalu.
Seorang tahanan bernama Firas Hassan dalam wawancaranya sampai menyebut bahwa ia sampai yakin akan mati di penjara karena kebijakan Ben-Gvir.
“Sebelumnya ada rasa hormat. Namun setelah tanggal 7 Oktober saya yakin saya akan mati di sana. Saya kehilangan semua harapan," ucapnya.
Hassan juga menceritakan, ia bersama 20 orang di sel yang sama selalu dirancang untuk dipukuli hingga beberapa kali sehari.
Ia juga mengatakan seorang teman satu selnya yang terluka pernah mengaku kesakitan dan menangis usai insiden brutal pada bulan November dimana penjaga memperkosanya dengan tongkat.
Rekan satu selnya yang lain, Thaer Abu Asab (38) tewas usai diduga dipukuli karena menolak untuk menundukkan kepala kepada para penjaga.
Seorang tahanan lain yang menyaksikan kejadian tersebut menyebut bahwa usai dipukul, Asab diseret ke hadapan semua narapidana.
“Mereka bilang dia meninggal di rumah sakit nanti, tapi menurut saya dia sudah meninggal,” katanya.