Takut Sama Hamas, Tentara Israel Ramai-Ramai Menolak Kembali Berperang di Gaza
Tentara Israel berpikir mundur berperang melawan Hamas usai kecewa dengan sistem pemerintahan Israel.
Sejumlah tentara Israel berpikir ulang untuk bertempur melawan Hamas di Gaza. Setidaknya ada dua puluh tentara Israel dari brigade infanteri yang telah menyatakan demikian.
Menurut media Turki AA, lembaga penyiaran publik Israel (KAN) telah melaporkan pada Rabu (28/8) bahwa para tentara itu akan menerima konsekuensi jika tidak mematuhinya dan berhadapan langsung dengan pengadilan militer.
Lembaga itu mengatakan ada sekitar 10 tentara telah menerima pemberitahuan bahwa mereka akan diadili karena tidak mematuhi perintah militer usai mereka menolak untuk kembali ke Jalur Gaza.
Beberapa tentara mengindikasikan bahwa setelah 10 bulan berperang di Gaza, mereka tidak lagi dapat kembali namun bersedia melakukan tugas lain.
Selain sejumlah tentara infanteri, penolakan juga datang dari batalyon tambahan di brigade lain yang bertempur di sektor tersebut.
Keluarga dari beberapa tentara telah mengindikasikan bahwa putra-putra mereka dipaksa melakukan manuver darat di Gaza atau menghadapi hukuman penjara. Para tentara itu mengaku hanya sedikit dari mereka yang mampu tersisa di unit.
Bahkan keluarga tentara itu mengatakan bahwa anak-anak mereka menghadapi sistem yang tampaknya tidak peduli dengan penderitaan mereka.
Sebelumnya, Brigade Al-Qassam, sayap militer kelompok perlawanan Palestina Hamas mengklaim secara teratur melaporkan tentara Israel terbunuh atau terluka dalam operasi besar di Gaza.
Para pejabat Israel juga telah berulang kali menyatakan bahwa tentara terlibat dalam pertempuran sengit dengan pejuang Palestina di sektor ini dan harus menanggung akibat yang mahal.
Menurut update terbaru dari situs tentara Israel, jumlah korban Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober tahun lalu telah mencapai 704 perwira dan tentara, termasuk 339 sejak awal invasi darat Israel di Israel.
Jumlah total perwira dan tentara yang terluka sejak perang dimulai mencapai 4.398 orang, dengan 2.262 orang cedera terjadi sejak dimulainya invasi darat.
Mayoritas Tentara Israel Tak Percaya Panglimanya
Menurut survei yang dirilis oleh Institut Misgav untuk Keamanan Nasional dan Stategi Zionis, sebanyak 58 persen tentara Israel hilang kepercayaan dengan panglima Herzi Halevi.
Survei tersebut dilakukan oleh Menachem Lazar dari Lazar Surveys dan ditugaskan oleh pensiunan kolonel IDF Gabi Siboni serta mantan wakil direktur jenderal Kementerian Urusan Strategis Profesor Kobi Michael dari Misgav.
Menyambung pernyataan tersebut, the Jerusalem Post, Senin (2/9) mengatakan survei dilakukan terhadap 574 prajurit cadangan dan memiliki margin kesalahan sebesar 5,08%.
Prajurit cadangan yang dilibatkan berusia antara 21 sampai 78 tahun, dengan usia rata-rata 38 tahun dan rata-rata sudah 174 hari bertugas selama perang saat ini.
Diminta Mundur jadi Tentara
Jumlah 58% dapat dipecah menjadi 36% tentara cadangan yang memiliki keyakinan sangat rendah pada Halevi, dan 22% memiliki keyakinan agak rendah.
Sebanyak 22% lainnya mengatakan mereka netral dalam mendukung Halevi, sementara 12% lagi memiliki keyakinan agak tinggi dan 8% memiliki keyakinan sangat tinggi.
Banyak yang meyakini bahwa sosok Halevi harus mengundurkan diri sesegera mungkin.
Sebanyak 49% responden mengatakan Halevi harus mengundurkan diri sesegera mungkin, ini menyiratkan banyak yang meyakini ia seharusnya sudah mengundurkan diri.
Sejumlah prajurit cadangan senior menyerukan agar Halevi mengundurkan diri sejak sekitar bulan Juni, ketika tampaknya operasi di Rafah akan berhasil, dan tidak ada operasi skala besar lebih lanjut di Gaza yang harus segera ditangani oleh seorang kepala baru.
Namun, 28% mengatakan ia hanya boleh mengundurkan diri ketika perang benar-benar berakhir, sesuatu yang tidak memiliki tanggal akhir yang jelas.
Sebanyak 12% lainnya mengatakan ia tidak boleh mengundurkan diri sampai ia telah mengeluarkan semua penyelidikan militer atas kegagalan 7 Oktober.
Sebanyak 8% lainnya mengatakan ia mungkin tidak perlu mengundurkan diri sama sekali, dan jika ia melakukannya, itu hanya akan didasarkan pada hasil penyelidikan negara – sesuatu yang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan tegas tolak untuk dilakukan.