Mengenal Dharavi, Kota dengan Sanitasi Paling Buruk di India & Wilayah Paling Kumuh di Asia Selatan
Luas Dharavi sekitar 2,6 Km persegi yang terletak di tengah pusat kota Mumbai.
Mengenal Dharavi, Kota dengan Sanitasi Paling Buruk di India & Wilayah Paling Kumuh di Asia Selatan
India merupakan negara Asia Selatan dengan pertumbuhan ekonomi cukup agresif. Di tahun 2022 saja, pertumbuhan ekonomi India mencapai 7 persen.
Dibandingkan dengan Indonesia, India masih jauh unggul dari sisi pertumbuhan ekonomi, di mana ekonomi Indonesia pada tahun 2022 hanya tumbuh 5,31 persen.
Namun demikian, di balik melesatnya pertumbuhan ekonomi India, tersimpan masalah infrastruktur yaitu buruknya sanitasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, beberapa waktu lalu dia baru pulang dari India. Sepanjang berada di India dia memantau bahwa banyak rumah di India, termasuk di tengah kota tidak memiliki water closet (WC).
"Saya baru dari India. India ini termasuk ada orang enggak punya WC, jadi Anda bisa membayangkan miliaran orang buang air besar dan kecil di mana-mana. Mereka investasi besar-besaran untuk membangun WC. Itu hanya dilakukan dalam satu dekade terakhir."
ucap Menkeu Sri Mulyani
Di India, khususnya di kota Mumbai, terdapat wilayah dengan ketimpangan infrastruktur cukup menonjol.
Wilayah tersebut bernama Dharavi. Mengutip Al Jazeera, luas Dharavi sekitar 2,6 Km persegi yang terletak di tengah pusat kota Mumbai.
Dharavi bahkan diapit dengan bandar udara internasional dan kawasan elit Bandra Kurla Complex (BKC), yang mana kawasan itu merupakan kawasan yang dihuni konsultan asing, hotel bintang 5, dan kantor multinasional dan bank.
Paling Kumuh se-Asia Selatan
Sementara itu, BBC pernah menulis bahwa Dharavi merupakan wilayah paling kumuh se-Asia Selatan.
Meski demikian, Dharavi menjadi tempat wisata paling populer bagi turis asing, dibandingkan Taj Mahal yang terkenal megah.
Penduduk yang tinggal di Dharavi sekitar 1 juta jiwa. Kumuhnya wilayah ini disebabkan toilet dan keran air sanitasi amat buruk dan selokan kotor yang terbuka sepanjang jalan.
Banyak penduduknya terlibat dalam industri skala kecil yang menghasilkan pakaian bordir, barang-barang kulit berkualitas ekspor, tembikar, dan plastik. Meski kecil, bisnis di sini berkembang dengan omzet tahunannya diperkirakan lebih dari USD650 juta atau setara Rp9,2 triliun.
Tapi ada juga pemulung, sopir taksi, pekerja kasar, orang-orang tak bernama, tak berwajah yang menjadi nyawa kota ini. Mereka semua menjalani rutinitas harian mereka, kebanyakan tanpa istirahat.