Negara-Negara di Asia Diprediksi Belanjakan USD 8 Triliun untuk Pangan di 2030
Besarnya biaya tinggi dipicu beberapa faktor, di antaranya minimnya petani.
Ketersediaan pertanian yang terbatas menjadi faktor negara-negara akan mengeluarkan anggaran belanja lebih hanya untuk pangan berbasis teknologi. Bahkan belanja negara di Asia diprediksi melonjak pada tahun 2030 menjadi USD8 triliun atau setara Rp1.275 triliun.
Chen Yuyuan, Direktur Portofolio Constellar selaku pihak penyelenggara mengatakan, selain keterbatasan petani tradisional, selera konsumen yang semakin meningkat akan pilihan makanan yang lebih berkualitas, segar, dan bernutrisi, turut berkontribusi tingginya belanja negara untuk pangan.
Chen menuturkan, teknologi pertanian telah menjadi solusi untuk memperbaiki cara bertani sehingga menghasilkan hasil panen yang lebih banyak dan berkualitas serta lebih produktif. Di Asia Tenggara, kawasan ini telah menjadi rumah bagi lebih dari 270 perusahaan start-up teknologi pertanian, tumbuh secara signifikan dengan lebih dari USD3,6 miliar yang diinvestasikan antara tahun 2013 dan 2022.
Percepatan adopsi agritech1 di Asia Tenggara juga memungkinkan ekosistem agrifoodtech di kawasan ini untuk tumbuh dengan laju pertumbuhan CAGR yang luar biasa sebesar 54 persen, melampaui pertumbuhan rata-rata tahunan 13 persen yang dicatat oleh ekosistem perusahaan start-up global antara tahun 2019 dan 2022.
Pameran Agri Food di Singapura
Pameran industri pangan berbasis pertanian, Agri-Food Tech Expo Asia (AFTEA) akan kembali digelar pada 19-21 November 2024. Sebagai platform sourcing dan networking utama di Asia untuk industri agrifood dan foodtech, AFTEA 2024 berfokus pada penguatan masa depan keberlanjutan dan keamanan pangan. Lebih dari 300 peserta akan mengikuti pameran AFTEA yang akan digelar di Sands Expo & Convention Centre, Singapura.
Tahun ini AFTEA akan mendalami tiga aspek utama dari bisnis agroteknologi yakni inovasi, keamanan, dan keberlanjutan yang bertujuan mendorong kemajuan dan perkembangan industri agrifood di kawasan ini.
"Inovasi berkaitan dengan solusi dan teknologi terbaru yang dapat membantu petani dan perusahaan teknologi pangan untuk meningkatkan produksi pangan, mempercepat transformasi bisnis, memperluas saluran distribusi, dan menjembatani dukungan finansial," kata Chen.
Penyelenggaraan AFTEA ini mendapat dukungan Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro), wadah kemitraan antara pemerintah Indonesia, sektor industri dan publik yang bertujuan untuk mendukung Pemerintah Indonesia meningkatkan produktivitas pertanian berkelanjutan sebagai bagian dalam pembangunan ketahanan pangan di Indonesia.
Direktur Eksekutif PISAgro, Insan Syafaat selaku mengatakan, dengan bentang alam yang beragam dan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia menghadapi tantangan yang unik dalam mengoptimalkan produktivitas pertanian, keberlanjutan, dan ketahanan terhadap perubahan iklim.
"AFTEA memainkan peran penting dengan mempertemukan para pemimpin global, perusahaan perintis, dan solusi-solusi mutakhir, membina kolaborasi yang dapat mengatasi tantangan-tantangan ini secara langsung. Kami sangat senang dapat berkontribusi dan menyaksikan dampak transformatif dari pertemuan ini terhadap lanskap agrikultur di Indonesia,” katanya.
Di pameran itu, akan hadir paviliun negara dari Prancis, Hungaria, Israel, Jepang, Singapura, Spanyol, Swedia, dan Belanda. Begitupun dengan perusahaan-perusahaan besar seperti DPR, Dragino, Eurofins, Grain Arianetech, JS Biosciences, Nexton, Priva, SCIEX, dan Shenzhen FY Lighting yang juga akan ambi bagian di pameran ini.
Di antara para peserta pameran juga terdapat sekitar 100 perusahaan start-up yang berkontribusi besar pada ekosistem agrifood dan agritech di Asia Tenggara.