Prasasti Raja Bameswara Ditemukan di Blitar, Diperkirakan Dibuat pada 1.122 Masehi
Sebuah prasasti peninggalan Raja Brameswara ditemukan aktivis lintas komunitas pencinta sejarah di Desa Karanggayam Kecamatan Srengat, Blitar, pada awal Juli 2021. Penemuan ini memperkaya khazanah sejarah perkembangan Kerajaan Panjalu atau Kadiri.
Sebuah prasasti peninggalan Raja Brameswara ditemukan aktivis lintas komunitas pencinta sejarah di Desa Karanggayam Kecamatan Srengat, Blitar, pada awal Juli 2021. Penemuan ini memperkaya khazanah sejarah perkembangan Kerajaan Panjalu atau Kadiri.
Prasasti yang ditemukan diperkirakan berasal dari periode pertama era Maharaja Bameswara. Ambang pintu bertuliskan tahun 1034 Saka atau 1.122 Masehi.
-
Bangunan suci apa yang menjadi saksi hubungan Kerajaan Majapahit dengan daerah Blitar? Bangunan suci di Desa Kotes, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar jadi saksi hubungan Kerajaan Majapahit dengan daerah ini. Pada bangunan itu terdapat angka tahun 1222 Saka dan 1223 Saka (1300 dan 1303 Masehi). Bangunan yang didirikan saat pemerintah raja pertama Majapahit ini membuktikan bahwa Blitar adalah wilayah yang penting.
-
Di mana situs Kerajaan Sriwijaya ditemukan? Pemancing Temukan "Pulau Emas", Situs Kerajaan Sriwijaya Berusia 400 Tahun Situs kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu yang dikenal sebagai Pulau Emas telah ditemukan para pemancing lokal yang melakukan penyelaman malam hari di Sungai Musi, Sumatera Selatan.
-
Apa yang ditemukan di situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Di Kota Ketapang, Kalimantan Barat, ada sebuah situs peninggalan Hindu Buddha. Peninggalan itu kemudian dikenal dengan nama Candi Negeri Baru.
-
Dimana pusat pemerintahan Kerajaan Singasari? Pusat pemerintahan Singasari saat itu berada di Tumapel.
-
Di mana letak situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Situs tersebut berada di tengah pemukiman penduduk dan hanya berjarak 300 meter dari tepi Sungai Pawan.
-
Mengapa wilayah Blitar penting bagi Kerajaan Majapahit? Ketersediaan tenaga manusia yang cukup besar menjadi salah satu jaminan pergerakan pasukan secara mudah untuk tujuan pertahanan maupun serangan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha (Jalan Doho-Kota Kediri) . Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu.
Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga. Daerah ini kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Kerajaan Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai daripada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang dibuat raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Tiongkok berjudul "Ling Wai Tai Ta" (1178).
Dalam penelusuran yang dilakukan merdeka.com kronik Tiongkok berjudul "Ling Wai Tai Ta" karya Chou Ku-Fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Tiongkok secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Wilayah kerajaan Panjalu seperti kronik China "Chu Fan Chi" karangan Chu Ju Kua yang diambil dari buku "Ling Wai Tai Ta" menyebut Panjalu adalah maharaja yang punya wilayah jajahan: Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan Wu-nu-ku (Maluku).
Maharaja Cri Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewa atau Bamecwara atau Bameswara memerintah Kerajaan Panjalu di bumi Kadiri hingga 1057 Saka /1135 Masehi. Raja Bameswara memakai Lancana Ardhacandrakapalalancana (Prasasasti Gneng I) yakni tengkorak memakan rembulan (baca - https://www.merdeka.com/peristiwa/membaca-7-lencana-kerajaan-kuno-di-era-kediri.html)
"Munculnya ide penelusuran ini sebenarnya pada tahun 2018 kemarin, yaitu saat mengadakan kegiatan bakti sosial di situs Raja Bameswara di Besole Blitar. Yakni kita membangun cungkup dari donasi yang kita himpun. Dari kegiatan pertama kita pada 2018 itu ternyata temen-temen Blitar antusias untuk mendatangi prasasti Karanggayam. Karena Prasasti Karanggayam itu saat itu hanya terlihat cuma ujungnya saja dan ambang pintunya," kata Doni Witjaksono, Ketua Tapak Jejak Khadiri kepada merdeka.com, Kamis (7/7)
Kegiatan ekskavasi dilakukan di Situs Karanggayam dilakukan 15 orang dari lintas komunitas, antara lain Tapak Jejak Kadiri , Pelestari Sejarah Budaya Khadiri (Pasak), D’ Travellers dari Blitar, Asta Gayatri dari Tulungagung , Baletar dari Blitar, dan Lawang Wentar dari Sawentar Kanigoro Blitar.
"Berbekal informasi awal, akhirnya kita mengecek ke lokasi. Kita menemui lurah setempat dan melakukan koordinasi dengan pemilik lahan. Sebab ini adalah sebuah situs penting karena kalau lihat dari ambang pintunya yang berangka tahun 1034 , maka menyambung dengan Prasasti Raja Bameswara yang lain. Yakni dalam artian prasasti ini mesti satu era dengan angka tahun yang tertulis di ambang pintu. Dengan modal itu akhirnya kita mengedukasi ke Pak Lurah dan pemilik lahan seandainya ini adalah sesuai dengan angka tahun yang tertera di ambang pintu, berarti itu adalah masa Raja Bameswara, yaitu raja raja kedua Kerajaan Panjalu Kediri," tambah Doni
"Saya kasih masukan demikian Pak Lurah tertarik. Akhirnya teman-teman purbakala se-eks Karesidnen Kediri akhirnya menyepakati untuk ngobrol masalah ke depannya nanti gimana," sambungnya.
Doni menambahkan, di Desa Karanggayam Kecamatan Srengat banyak bertebaran situs dan artefak purbakala. Namun, yang mempunyai angka tahun sangat jelas di ambang pintunya cuma di Karanggayam.
"Dengan modal itu, teman-teman itu, kita sudah yakin bahwa ini adalah masa Kerajaan Kadiri . Karena di tebaran situs purbakala di desa sebelah, di luar Karanggayam, ada situs Kunir. Situs di sebuah pondok ada sebuah makam Mbah Wali Cemandi. Nisan makam menggunakan prasasti Raja Terakhir Panjalu, yakni Raja Dandang Gendis atau Raja Kertajaya dengan angka tahun 1127 Saka atau 1205 Masehi," sebutnya.
Di Desa Pikatan Kecamatan Srengat juga ditemukan Prasasti Pandelegan. Raja Bameswara membuat prasasti yang sekarang ada di Museum Candi Penataran, berangka tahun 1038 Saka. Sampai sekarang, prasasti ini merupakan prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Bameswara. Dengan kata lain, menjadi prasasti pertama Kerajaan Panjalu/Kadiri setelah mengalami masa gelap sejak Raja Samarawijaya (1042 M-1044 M) berkuasa di Daha setelah pembagian kerajaan oleh Raja Airlangga.
"Prasasti Pandelegan lebih muda 4 tahun dari batu ambang pintu yang ditemukan di Desa Karanggayam. Dengan melihat tebaran prasasti-prasasti era Kerajaan Kadiri, kita yakin bahwa di sini merupakan atau menandakan masuk wilayah Kerajaan Kadiri," tandasnya.
Setelah pematangan tim dari berbagai komunitas kebudayaan dan sejarah, akhirnya dilakukan ekskavasi. Prasasti yang terpendam berhasil ditemukan dan didirikan.
"Akhirnya, setelah bersusah payah, Prasasti Karanggayam yang terpendam ini kita dirikan. Tingginya totalnya dari dari lapik yaitu 1,83. Dari pengangkatan ini, di prasasti nampak relief yakni Lancana Raja Bameswara dengan gambar Candrakapala/bulan sabit dimakan raksasa. Saat dibersihkan dengan air, hampir 90 persen prasasti mengalami aus . Dari penelusuran yang ada, dulu prasasti ini pernah digunakan sebagai tempat aktivitas bermain anak, yakni sebagai tempat perosotan, akhirnya tulisan dalam prasasti hilang," ungkap Doni.
Belum lagi ditambah faktor alam, prasasti yang sudah berusia hampir 1.000 tahun ini juga terkena letusan Gunung Kelud yang hanya berjarak beberapa puluh kilometer. Prasasti itu akhirnya terkubur dan baru ditemukan aktivis lintas komunitas.
(mdk/yan)