Cikal Bakal Industri Teh Pertama di Nusantara, Datangkan Ahli dari China ke Purwakarta
Tanaman teh kemudian berhasil ditanam di Wanayasa Purwakarta karena beriklim sejuk. Saat itu, para pegawainya diselundupkan dari Tiongkok
Berbicara asal usul teh, adalah sebuah proses panjang yang terjadi di daratan China. Mulanya, tanaman ini dinikmati daunnya oleh anggota kerajaan. Tumbuhan teh juga dikenal ajaib karena dipercaya memiliki khasiat untuk kebugaran tubuh dan penyembuhan beberapa jenis penyakit.
Di negeri asalnya, teh pertama kali dikonsumsi sejak tahun 700-an sebelum masehi. Saat itu penduduk Yunan sebagai daerah yang dianggap pertama membudidayakan teh, merasakan sensasi tenang dan santai setelah menyeduh daun yang sudah dikeringkan.
-
Siapa yang mengelola Perkebunan Teh Kemuning setelah kemerdekaan Indonesia? Pada 1945-1948 Perkebunan Teh Kemuning dimiliki kembali dan dikelola oleh Mangkunegaran di bawah pimpinan Ir. Sarsito.
-
Apa daya tarik utama Kebun Teh Sirah Kencong? Wisatawan bisa menikmati pemandangan asri dengan udara segar karena kebun teh ini terletak di dataran tinggi yang jauh dari polusi.
-
Siapa yang membangun kebun teh di Parakan Salak? Ia mulanya memulai membangun kebun teh yang cukup luas di Parakan Salak, kaki Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
-
Apa bukti sejarah yang menunjukan kebesaran Purnawarman? “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
-
Apa yang menjadi daya tarik utama Kebun Teh Kemuning? Pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, dan suasana yang asri menjadi daya tarik utama kebun teh tersebut.
-
Apa saja yang ditemukan di Taman Purbakala Sriwijaya? Penetapan tempat ini menjadi Taman Purbakala dibuktikan dengan penemuan-penemuan benda yang digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari mereka mulai dari perahu, bangunan bata, gerabah, dan lain sebagainya.
Rasanya juga dianggap lezat, dengan sensasi pahit dan sepat, dan membuat perut nyaman. Teh lantas dijadikan minuman yang rutin dikonsumsi, termasuk saat sehari-hari.
Namun, hal berbeda justru terjadi di Indonesia, awalnya teh bukan sebagai bahan untuk minuman melainkan tanaman hias. Hal ini terjadi ketika VOC kalah dan berganti pemerintahan kolonial di era kepemimpinan Gubernur Jenderal Camphuijs dan tanaman ini dijadikan sebagai hiasan di halaman istana di Batavia. Rupanya, tanaman tersebut bisa tumbuh dengan subur dan sempurna, hingga dianggap potensial untuk dikembangkan.
Pemerintah Belanda serius menjadikan komoditas teh sebagai pemasukan kas penjajahan usai merugi karena runtuhnya kongsi dagang. Saat uji coba awal, ahli dari China sampai didatangkan dengan harapan tanaman teh bisa dikembangkan di wilayah Hindia Belanda yang saat itu masih belum mengandalkan perkebunan alam. Berikut kisah selengkapnya.
Mulanya Teh hanya Sebagai Tanaman Hias di Indonesia
Sebenarnya, tanaman teh sudah masuk ke Indonesia sejak tahun 1684. Saat itu, tanaman tersebut dibawa dalam bentuk biji dari Jepang oleh seorang saudagar kaya berkebangsaan Jerman dan tinggal di Batavia bernama Andreas Cleyer.
Mengutip disipusda.purwakartakab.go.id, seorang pengawas perkebunan bernama Georg Meister menceritakan banyak tentang tanaman tersebut dalam buku Der Orientalisch Indianische Kunst und Lust Gärtner, yang diterbitkan di Dresden pada tahun 1692.
- Produksi Berlimpah, Menteri Agus Sebut 5 Sektor Olahan Makanan dan Minuman di Indonesia Ini Bisa Berkembang Pesat di RI
- Pabrik Bata di Purwakarta Tutup hingga PHK Ratusan Pegawai, Ternyata Penyebabnya Karena Ini
- 4 Kebun Teh Indah di Sumatra Barat, Ada yang Menjadi Produsen Teh Terbesar Hingga Spot Agrowisata
- Daya Tarik Situ Datar Pangalengan untuk Liburan Akhir Tahun, Ngadem di Pinggir Danau yang Dikelilingi Kebun Teh
Dalam catatan itu, Ia merangkum banyak tentang tanaman teh yang rupanya telah banyak ditemukan sebagai tanaman hias di rumah-rumah warga, bahkan di halaman istana Gubernur Jendral Joannes Camphuys yang berkuasa pada 18 Juli 1634 – 18 Juli 1695.
Di saat yang bersamaan, banyak ahli botani yang sebenarnya sedang mencari tahu tentang tanaman teh. Kemudian, pemerintah Belanda menaruh perhatian pada 1728 dan berkeinginan untuk mengembangkan. Selanjutnya, dibawalah bibit-bibit dari Jepang untuk ditanam secara massal namun saat itu masih gagal.
Gagal Ditanam di Garut
Setelah dilakukan penelitian di Kebun Raya Bogor, biji teh asal Jepang itu siap diujicobakan untuk ditanam secara massal di wilayah dataran tinggi. Alasannya, teh tidak tahan suhu rendah atau panas, sehingga wilayah Cisurupan, Garut, (di lereng Gunung Papandayan) dipilih dengan kondisi cuaca yang teduh dan bersuhu dingin di atas ketinggian.
Tahun 1824, teh masih belum berhasil dibudidayakan lantaran banyak warga pribumi yang tidak tahu cara mengelolanya. Akhirnya lokasi kedua dicari dan ditemukannya lahan yang sangat luas di daerah Wanayasa, Purwakarta. Pemerintah Belanda lantas mengamanahi Philipp Franz Balthasar von Siebold (17 Februari 1796 – 18 Oktober 1866) untuk membawa berbagai jenis tanaman dari Jepang yang sudah dimutakhirkan.
Dari sana, Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson seorang ahli botanical Belanda membantu penanaman kebun teh di wilayah Wanayasa (dahulu masuk Karawang) dan bisa tumbuh subur serta baik. Tanaman teh juga menghasilkan rasa yang kuat, dan sangat harum.
Kebun Teh Pertama Nusantara Terletak di Wanayasa
Penanaman yang berhasil di Wanayasa, membuat pemerintah Belanda kegirangan. Seketika mereka menyiapkan ahli untuk menggarap dan membudidayakan tanaman teh sehingga bisa dipanen dengan maksimal.
Tanah di daerah tersebut juga terbilang subur lantaran berada tepat di kaki Gunung Burangrang dengan hawa yang sejuk dan udara yang dingin. Kebun ini dijadikan percontohan oleh banyak pihak, lantaran posisinya yang strategis.
Selain itu, penanaman teh ini juga mendapat pengelolaan yang baik karena letak Karawang yang dekat dengan ibu kota Belanda yakni Batavia. Lewat ambisinya, Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson tak ingin gagal lagi dalam membuat kebun teh yang produktif.
Datangkan Ahli dari China
Agar hasil tanaman bisa terus berlanjut, Jacobson yang mengambil alih penanaman turut mengajak warga-warga China yang ada di sekitar Purwakarta, Karawang, Bekasi dan sekitarnya untuk membantu proses budidaya.
Menariknya, ia juga sempat menyelundupkan 15 orang China dari Makao yang terdiri dari 1 orang ahli teh, 2 orang pembuat teh hitam, 2 orang pembuat teh hijau, 2 orang tukang kayu, 1 orang pembuat stiker, 2 orang pelukis, 2 orang tukang timah dan 3 orang pembuat kertas.
Para pekerja selundupan ini kemudian diminta untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan pengemasan teh untuk dijual ke pasaran dan meambah pemasukkan negara.
Dibangun Pabrik Pertama Diekspor ke Eropa
Hasil panen lantas semakin terlihat maksimal dengan daun yang segar dan menghasilkan aroma kuat. Teh kemudian coba diproduksi massal melalui sebuah pabrik pertama yang dibangun di Indonesia.
Pabrik berdiri di Kampung Parakanceuri, Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta pada 1830. Namun sayang, saat ini jejaknya sudah hilang tak berbekas dan menjadi sebuah bangunan pondok pesantren. Setelah itu, banyak pabrik teh yang dibangun seperti di Sukadami yang kini tinggal puing-puingnya dan pabrik teh di Sindangpanon yang masih beroperasi.
Sejak tahun 1833, Jacobson, yang kemudian menjabat sebagai Inspektur Tanaman Teh, memperluas penanaman teh ke berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil teh Nusantara ini kemudian diangkut ke Belanda dalam jumlah 200 peti.
Dari sana, teh asal Jawa itu pertama kalinya diikutsertakan dalam pelelangan teh di Brakke Grond, Amsterdam pada 19 November 1835 dan menjadikannya teh pertama di luar China yang masuk pasar Eropa.