Cerita Petani Kendeng dan Dilema yang Dihadapi, Sering Kena Apes Walau Sudah Gelar Sedekah Bumi
Berbagai tantangan mereka hadapi, mulai dari proyek penambangan hingga serangan hama tikus
Berbagai tantangan mereka hadapi, mulai dari proyek penambangan hingga serangan hama tikus
Cerita Petani Kendeng dan Dilema yang Dihadapi, Sering Kena Apes Meski Sudah Gelar Sedekah Bumi
Perbukitan Kendeng melintang dari barat ke timur melintasi wilayah Kabupaten Kudus, Pati, Rembang, Tuban, hingga Lamongan. Di sana tinggal kelompok masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani.
-
Kapan Gunung Patenggeng terbentuk? Menurut tim Geologi, Gunung Patenggeng merupakan gunung purba berusia jutaan tahun.
-
Apa yang menjadi asal-usul nama Gunung Kendeng? “Konon dari cerita turun-temurun, kata Kendeng berasal dari adanya kabut yang berada di puncak bukit. Orang Jawa menyebut kabut itu seperti asap yang tebal. Dari sebutan itu kemudian muncul nama Kendeng,” kata Jarwanto.
-
Kenapa hutan awan begitu penting? Dari perspektif keanekaragaman hayati, hutan air memiliki peran penting karena menjadi habitat bagi berbagai tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia, fenomena yang dikenal sebagai endemisme.
-
Apa itu Keteng-keteng? Keteng-keteng Memiliki Senar Seperti disinggung sebelumnya, alat musik ini memiliki bentuk menyerupai gitar. Di sana, terdapat tiga senar namun bukan berbahan nilon atau logam melainkan dari kulit bambu itu sendiri.Mengutip Instagram @sumut.berbudaya, senar menjadi unsur melodis dari alat musik ini. Dengan adanya senar, suaranya menjadi mendayu dan merdu.Senar juga yang membuat suaranya semakin beragam, tergantuk proses penyetemannya dan sisi mana yang dipukul.
-
Kapan Keisya mendaki gunung? Belum lama ini, Keisya membagikan foto-foto serunya saat mendaki gunung bersama empat temannya.
-
Kenapa Pemilu penting? Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Para petani Kendeng, begitu mereka sering disebut, menjalani hidup dengan penuh harapan akan masa depan yang cerah dengan hasil panen yang melimpah.
Sebagai bentuk syukur, mereka juga kerap menggelar sedekah Bumi minimal setahun sekali. Namun bukan berarti realita berjalan mulus.
Buktinya mereka sering dihadapkan pada berbagai dilema dan kondisi-kondisi sulit.
Berikut selengkapnya:
Petani Kendeng dan Pabrik Semen
Para petani Kendeng yang berada di Kabupaten Pati dan Rembang, Jawa Tengah, dihadapkan pada proyek pembangunan pabrik semen di sana. Untuk menolak pembangunan itu, pada tahun 2016 dan 2017 lalu mereka melakukan aksi cor kaki.
Mereka memprotes pembangunan pabrik tersebut karena dibangun di wilayah karst yang berfungsi untuk menyerap air. Selain itu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan pihak terkait dinilai tidak transparan.
Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan. Apalagi lokasi penambangan dekat dengan permukiman penduduk.
“Kalau hujan kebanjiran, kalau kemarau kekurangan air. Jadi minta kesadarannya. Walau sudah ada izin atau belum ada izin, ya tetap harus dihentikan. Lagi pula sudah jelas jika jarak antara permukiman dan lokasi penambangan cukup dekat maka tidak boleh ditambang,” kata Suharno, salah seorang petani Kendeng, dikutip dari Merdeka.com.
Sejak dulu, para petani Kendeng memang selalu memperhatikan kondisi lingkungan alam sekitar mereka. Untuk itu mereka rutin menggelar sedekah bumi. Bahkan dalam kondisi sesulit apapun, sedekah bumi akan selalu digelar minimal sekali dalam setahun.
Meski begitu bukan berarti para petani Kendeng terhindar dari apes. Pada tahun 2022 lalu sebagian petani Kendeng gagal panen karena adanya serangan hama tikus.
“Tahun kemarin ada tikus bergerombol menyerang tanaman jagung. Jagung yang sudah mau dibeli orang bahkan tidak jadi dipanen karena sudah habis dimakan tikus,” ujar Sutrisno, salah seorang petani Kendeng di Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, Pati, dikutip dari Liputan6.com pada Rabu (18/10).
- PDIP Ajak AMIN Cegah Kecurangan Pemilu 2024, Anies: Kok Tumben Ya Baru Tahun Ini Ngomong Gitu
- Gagal Jadi Tentara, Pria Asal Depok Ini Beralih Jadi Petani Belimbing dan Raup Omzet Rp450 Juta Per Bulan
- Pesta Miras Oplosan Berakhir Tragis, Empat Orang Sesak Napas Kemudian Tewas Terkapar
- Kisah Pilu Gadis 16 Tahun Diperkosa Hingga Hamil Oleh Pejabat Desa di Ende NTT
Ada Kaitan dengan Hal Mistis?
Sutrisno menduga serangan tikus pada lahan petani Kendeng ada kaitannya dengan hal mistis. Apalagi para petani menganggap tikus-tikus yang menyerang jumlahnya sangat tidak wajar.
“Kemungkinan ini mistis ya. Soalnya tikus-tikusnya nggak takut manusia. Satu petak habis semalam. Tinggal tongkol jagung saja. Tikus-tikus itu kayak migrasi, terlalu banyak,” keluh Sutrisno.
Selama ini, petani Kendeng memang cukup akrab dengan tanaman jagung. Jagung dianggap sebagai varietas yang cocok dengan kondisi tanah di Pegunungan Kendeng.
Namun wilayah itu kini mulai berkembang. Varietas yang ditanam tidak hanya jagung, namun juga ada yang mulai menanam cabai dan tomat. Ada juga yang coba menanam pepaya California dan alpukat.
Sutrisno mengakui, sejauh ini jagung masih menjadi varietas yang paling menguntungkan para petani Kendeng. Di kawasan perbukitan itu, jagung bisa dipanen tiga kali setahun, berbeda dengan alpukat yang harus menunggu setahun untuk bisa panen.
Meski kondisinya serba sulit, Sutrisno, yang juga ketua Warga Peduli Sosial, Hukum, dan Lingkungan Hidup (Wali-SHL) Pati ini tak menyerah untuk mengampanyekan pada para petani untuk tidak melulu menanam jagung. Tujuannya satu, agar par petani mampu meningkatkan kesejahteraan mereka bersama-sama.