Daerah di Pesisir Timur Sulawesi Ini Dulunya Sentra Besi Nusantara, Jadi Langganan Kerajaan Majapahit
Aktivitas perdagangna besi di tempat itu sudah ramai sejak abad ke-14
Aktivitas perdagangna besi di tempat itu sudah ramai sejak abad ke-14
Daerah di Pesisir Timur Sulawesi Ini Dulunya Sentra Besi Nusantara, Jadi Langganan Kerajaan Majapahit
Di Kerajaan Majapahit, banyak para empu yang jago membuat keris. Keris terbuat dari besi. Lantas di mana para empu itu memperoleh bahan baku pembuatan keris?
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Bagaimana ciri khas pantun lucu Betawi? Tak jarang, pantun-pantun Betawi yang dibawakan mengandung humor lucu dan menghibur.
-
Apa yang dimaksud dengan bekas luka? Bekas luka adalah perubahan permanen pada kulit atau jaringan tubuh lainnya yang terbentuk sebagai hasil dari proses penyembuhan setelah terjadinya cedera atau kerusakan pada kulit.
-
Apa yang dimaksud dengan pantun lucu Betawi? Dalam sastra Indonesia, Anda pasti sudah tidak asing dengan pantun. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang ada dalam karya sastra Indonesia. Pantun ini biasanya terdiri dari dua sampai 4 baris yang berisi kalimat awalan dengan kalimat lain yang mengandung isi. Dalam kalimat tersebut disusun dengan menggunakan kata-kata yang berima atau mempunyai intonasi akhir yang sama. Bisa dibilang, pantun merupakan budaya yang dilestarikan oleh masyarakat Indonesia.
-
Kapan Buah Lahung berbuah? Faktanya, pohon buah Lahung hanya akan berbuah ketika musim panas datang, maka dari itu buah ini sangat langka dan jarang dijumpai di pasaran.
-
Kenapa lupis Betawi dipotong dengan benang? Orang Betawi sendiri biasanya memotong lupis menjadi ukuran kecil-kecil pipih menggunakan benang. Fungsinya sama seperti pisau, yakni diarahkan ke bagian yang akan dipotong karena benang cukup tajam.
Salah satu sentra besi di Kepulauan Nusantara itu berada di Luwu dan Banggai. Kini tempat itu masuk Provinsi Sulawesi Tenggara dan berada di pantai timur Pulau Sulawesi.
Keberadaan dua kota itu sangat vital perannya pada waktu itu. Jaringan pelayaran dan perdagangan baik dari dan menuju kedua kota itu sudah ramai bahkan sejak abad ke-14.
Faktor ini didorong bahwa Banggai menjadi penghasil bijih besi saat itu. bahkan pada abad ke 16, ekspor besi telah dilakukan Banggai.
Nama Banggai telah tercatat dalam Kitab Nagarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi. Dalam naskah tersebut disebutkan kata “Banggawi” atau Bangga, dikategorikan sebagai saka sanusa nusa atau daerah-daerah pulau.
Dikutip dari Jalurrempah.go.id, pada waktu itu derah Luwu dan Bangga sudah dikenal akan produk-produk alat pertaniannya. Peralatan pertanian yang dibuat oleh pandai besi di Bangga dna Luwu antar alaun kapak besi, pedang, dan pisau. Barang dagangan itu ditukarkan oleh orang-orang Banda dengan kain Gujarat, tenun kasar, dan manik-manik.
Saat itu, tepatnya abad ke-15, orang-orang Banda menggunakan kapal kecil bermuatan 16-24 ton datang ke Kepulauan Banggai untuk mendapatkan budaj, pisau, dan pedang besi.
Barang dagangan itu ditukarkan oleh orang-orang Banda dengan kain Gujarat, tenun kasar, dan manik-manik.
Tak berhenti sampai di situ, besi yang berasal dari Banggai dan Luwu juga digunakan sebagai bahan pembuatan keris. Pada pertengahan abad ke-17, besi Luwu diekspor ke daerah Jawa bagian timur. Besi yang lebih murah saat itu sudah mulai hadir di Cina dan Eropa.
Namun para pembuat keris di Jawa tampaknya lebih menyukai Sulawesi yang banyak mengandung nikel untuk membuat keris yang berpamor. Bahkan keris Majapahit konon berasal dari daerah Luwu.
Dikutip dari Kemdikbud.go.id, bijih besi laterit yang kandungan besinya mencapai 50 persen dengan lapisan nikel banyak ditemukan di dekat permukaan di tepi Danau Matano dan di bagian hulu Sungai Kalaena.
Besi dari Sulawesi bisa diekspor melalui Teluk Bone atau melalui pantai timur Sulawesi yang pada abad ke-16 dikuasai oleh Kerajaan Banggai.
Dilansir dari Kemdikbud.go.id, pelayaran dan perdagangan Banggai yang telah berlangsung pada masa sebelum abad ke-19 ini merupakan faktor penting dalam menggerakkan jalur-jalur yang menghubungkan sejumlah pelabuhan dan membentuk dinamika di kawasan timur Sulawesi.
Para pedagang dan pendatang dari Bugis, Buton, Gorontalo, Mandar, Bajo, China, dan Arab berperan besar dalam pengembangan jaringan pelayaran dan perdagangan Banggai. Dalam jaringan itu pula berlangsung komunikasi para pedagang yang berasal dari berbagai suku bangsa yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banggai.