Masih Tersisa Hingga Kini, Begini Jejak Peninggalan Bangsa Portugis pada Budaya Nusantara
Hingga kini, jejak keberadaan Portugis masih bisa dijumpai pada banyak lokasi di Indonesia.
Hingga kini, jejak keberadaan Portugis masih bisa dijumpai pada banyak lokasi di Indonesia.
Masih Tersisa Hingga Kini, Begini Jejak Peninggalan Bangsa Portugis pada Budaya Nusantara
Pada abad ke-16 Portugis pernah datang dan menjajah Kepulauan Nusantara. Mereka datang ke Nusantara demi menguasai pulau-pulau penghasil rempah. Hingga kini, jejak keberadaan Portugis masih bisa dijumpai pada banyak lokasi di Indonesia.
-
Bagaimana cara Portugis menunjukkan rasa persahabatan kepada Kerajaan Sunda? Kunjungan Surawisesa dibalas kunjungan balasan oleh Kerajaan Portugis. Mereka mengirim empat buah kapal ke wilayah Pakuan Pajajaran. Hubungan diplomatik mulai terjalin antara kedua kerajaan. Dalam Suma Oriental, Tome Pires mencatat Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang makmur. Mereka dipimpin oleh seorang raja yang adil. Orang-orang Sunda juga sudah biasa melakukan perdagangan internasional seperti ke Malaka.
-
Apa yang dilakukan Hang Nadim untuk melawan Portugis? Ia mencanangkan perang gerilya melalui sebuah kapal yang sedang berlayar di atas permukaan air. Ia tahu bahwa kapal Portugis dilengkapi meriam, sehingga harus memutar cara dan mencari strategi yang efektif.
-
Mengapa Portugis membangun Benteng Kuta Lubok? Ia kemudian meminta Sultan Aceh untuk menggunakan benteng ini dengan imbalan Portugis membantu Aceh mengalahkan Johor. Namun negosiasi tersebut tidak berjalan baik sebab Sultan Aceh meminta Portugis agar menyerahkan Johor terlebih dahulu.
-
Dimana Portugis mendirikan benteng di wilayah Pajajaran? Bentuk kerja sama itu antara lain, Portugis diizinkan membangun benteng di wilayah Kalapa. Pajajaran memberikan 1.000 karung lada, yang harus ditukar dengan barang-barang keperluan yang dibawa oleh kapal-kapal Portugis dari luar negeri.
-
Di mana Hang Nadim memimpin perang gerilya melawan Portugis? Saat penyerangan, ia memancing kapal-kapal besar itu dibawa ke kedalaman air yang rendah.
-
Apa yang ditemukan di lepas pantai Portugal? Hasil riset bersama oleh beberapa universitas di Portugal yang dimuat dalam jurnal ilmiah terkemuka "Papers in Paleontology" mengungkapkan, ribuan sarang lebah Eucera yang terawetkan dari 3.000 tahun yang lalu ditemukan di dasar laut lepas pantai Portugal.
Selain itu, sisa penjajahan Portugis ini juga bisa dijumpai pada budaya Nusantara, beberapa di antaranya adalah penggunaan nama-nama pulau yang beberapa masih digunakan hingga kini.
Tanjung Bunga
Pada awal tahun 1512, seorang pelaut Portugis bernama Afonso de Albuquerque melihat ujung timur Pulau Flores. Ia terpesona akan keindahannya.
Baginya, Pulau Flores tampak seperti bunga. Sontak ia langsung berseru “Cabo das Flores” yang artinya Tanjung Bunga.
Sebutan Cabo Das Flores ini langsung populer di kalangan para pelaut Portugis. Di kemudian hari, seorang pelaut dan pedagang Belanda bernama S.M Cabot memberi pulau tersebut dengan nama “Flores”.
Sejak saat itu, nama “Flores” muncul dalam catatan dokumen perdagangan portugis.
Ketika Portugis tersingkir dari Nusantara, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hendrik Brouwer meresmikan nama Flores untuk pulau itu.
Sejak tahun 1636, nama Flores muncul dalam peta-peta yang dikeluarkan VOC. Masyarakat asli sendiri menamai Pulau Flores sebagai Pulau Nusa Nipa, yang artinya Pulau Ular.
Tak hanya Flores, Penjajah Portugis juga yang memberi nama Borneo untuk Pulau Kalimantan, dan Celebes untuk Pulau Sulawesi.
Nama-nama itu masih dipakai di dunia internasional hingga kini. Selain itu, pulau yang diberi nama oleh Portugis adalah Pulau Rote, Sawu, dan Enggano.
- Cerita Turis Jerman Kagum Lihat Langsung IKN
- Menilik Pulau Cingkuak, Jejak Peninggalan Portugis dalam Geliat Perdagangan Rempah di Pantai Barat Sumatera
- Sosok Hang Nadim Laksamana Perang Pencentus Gerilya Air dan Perjuangannya Lindungi Bintan dari Jajahan Portugis
- Ratu Kalinyamat Resmi jadi Pahlawan Nasional Asal Jepara, Begini Sosoknya
DIkutip dari Kemdikbud.go.id, nama “Pulau Rote” telah tercantum dalam dokumen-dokumen Portugis pada abad ke-16 dan 17.
Ketika Indonesia berdeka, nama Pulau Rote tetap dipertahankan. Padahal para penduduk setempat memberi nama pulau itu dengan nama “Nusa Dahena” yang artinya Pulau Manusia.
Begitu pula dengan Pulau Sawu. Saat pertama kali berlabuh, Portugis memberi nama pulau itu dengan “Savo” yang kemudian diubah sedikit oleh penjajah Belanda dengan nama “Savu”.
Dari nama inilah kemudian muncul nama “Sawu” atau “Sabu”. Nama ini diteirma penduduk setempat meskipun mereka menamai pulau dengan nama “Rai Hawu”.
Tak hanya pulau, banyak pula kosa kata Portugis yang diserap ke Bahasa Indonesia seperti kata algojo, armada, boneka, celana, lentera, roda, serdadu, tenda, dan masih banyak lagi.
Musim keroncong yang dibawa oleh pelaut-pelaut Portugis telah menjadi musik khas Indonesia. Serta pulau-pulau lain yang namanya tidak pernah berubah sejak peta buatan orang Portugis dibuat.