Melihat Pembangunan Monumen Antroposen di Bantul, Bangunan Tiga Lantai yang Terbuat dari Sampah Plastik
Konsep desain monumen ini mengelaborasi tiga bangunan monumental di dunia yaitu Candi Sukuh Karanganyar, Piramida Mesir, dan Piramida Yucatan di Meksiko.
Konsep desain monumen ini mengelaborasi tiga bangunan monumental di dunia yaitu Candi Sukuh Karanganyar, Piramida Mesir, dan Piramida Yucatan di Meksiko.
Melihat Pembangunan Monumen Antroposen di Bantul, Bangunan Tiga Lantai yang Terbuat dari Sampah Plastik
Di Bantul, tepatnya tak jauh dari TPST Piyungan, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah bangunan yang cukup unik bernama Monumen Antroposen.
-
Bagaimana bentuk Monumen Yonaguni? Orang-orang yang pernah melihat monumen tersebut secara langsung seringkali menggambarkannya sebagai piramida atau bangunan dengan banyak anak tangga.
-
Apa itu Monumen Yonaguni? Monumen Yonaguni ini diyakini oleh banyak orang sebagai bukti nyata adanya kota bawah laut Jepang yang sempat menghilang.
-
Apa yang dimaksud dengan antonim? Antonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang saling bertentangan atau berlawanan satu sama lain.
-
Apa yang diabadikan di Monumen Hargorejo? Monumen itu dibangun untuk mengenang korban-korban kekejaman pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948.
-
Apa benda yang ditemukan peneliti di tempat sampah di Antinoupolis? Peneliti di British Museum telah menganalisis sebuah kaos kaki anak dari zaman Mesir kuno. Ditemukan di Tempat Sampah Kaos kaki anak ini berasal dari tahun 300 Masehi, ditemukan di tempat sampah di kota kuno Antinoupolis, Mesir kuno ketika dikuasai Romawi.
-
Apa yang diyakini oleh arkeolog tentang fungsi monumen cursus? Dalam kasus tertentu di sini, lokasi pemakaman tidak akan terlihat sampai prosesi mencapai akhir cursus, yang mungkin memang disengaja.
Dhoni Yudhanto, arsitek pembangunan Monumen Antroposen mengatakan bahwa, pembangunan monumen tersebut merupakan wujud dari keprihatinan para aktivis dan teman-teman di Bantul dan sekitarnya terhadap kondisi sampah di seluruh dunia, khususnya di sekitar TPST Piyungan.
“Isu yang kami angkat adalah soal pengolahan limbah plastik. Kita mengolah limbah plastik untuk menjadi alternatif material untuk konstruksi, untuk artistekturuntuk seni, dan sebagainya. Dan untuk riset awal ini kita membangun kompleks ini,”
kata Dhoni dikutip dari kanal YouTube Bantul TV.
Dhoni menambahkan bahwa kompleks monumen itu memiliki empat bangunan yaitu monumen sebagai bangunan utama serta tiga bangunan pendukung lain berupa rumah produksi dan makerspace, rumah sortir, dan fasilitas umum. Konsep desain monumen itu mengelaborasi tiga bangunan monumental di dunia yaitu Candi Sukuh Karanganyar, Piramida Mesir, dan Piramida Kukulcan Yucatan di Meksiko.
“Kompleks monumen ini diharapkan menjadi pusat kebudayaan dan aktivitas masyarakat setempat. Karena kita ingin mengedukasi masyarakat melalui pendekatan seni budaya tidak perlu dengan mengadakan seminar dan sebagainya,”
Terang Doni terkait keinginannya saat pengerjaan bangunan itu telah rampung nantinya
Kurator monumen tersebut, Ignatia Nilu mengatakan bahwa monumen itu lahir dari gagasan yang menggabungkan antara seni budaya, wawasan ekologi, dan ekonomi sirkular di tengah tantangan ekologi persoalan sampah plastik.
- Potret Bangunan Mewah di Surabaya dengan Arsitektur Asli Indonesia, Ada Pabrik Cokelat hingga Rumah Pribadi
- Potret Megah Bangunan Gaya Arsitektur Jengki, Bukti Keberanian dan Kreativitas Arsitek Indonesia Pasca Kemerdekaan
- Alun-Alun Batu Berusia 4.750 Tahun Ditemukan di Atas Gunung, Dibangun 100 Tahun Sebelum Piramida Mesir
- Potret Candi Bacem, Dulu Bangunan Megah Zaman Majapahit Kini Tersisa Tumpukan Batu Bata
Oleh karena itu sebuah instalasi raksasa dibangun dengan material sampah plastik. Bahan baku material pembuatan dinding monumen dibuat dari sampah plastik yang dipanaskan, lalu dipress dan dibentuk menyerupai batu bata. Setiap batu bata plastic dibuat dari 6 kg sampah plastik.
Dilansir dari kanal YouTube Bantul TV, proyek pembangunan monumen ini dikelola oleh Yayasan Antroposen dan mendapat suntikan dana dari Kementerian Luar Negeri Jerman serta GETO Institute sebesar Rp2,5 miliar. Diperkirakan proyek ini selesai dalam waktu dua tahun.
Dengan penggunaan teknologi sampah plastik yang mampu mengubah sampah menjadi material bangunan seperti keramik lantai, batu bata, genting, hingga kusen, dapat membawa wawasan baru bagi masyarakat Bantul dalam pengolahan sampah.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi Pratiwi mengatakan bahwa monumen tersebut merupakan suatu proyek budaya yang mengolaborasikan lingkungan dengan sampahnya dan seni budaya.
Melalui mesin pengolahan sampah jadilah material bangunan dan berbagai karya budaya lainnya. Monumen itu bisa terwujud berkat proses edukasi dan sosialisasi tentang sampah dan budaya yang cukup lama dikondisikan.
“Muncul kesadaran bersama bahwa ancaman sampah bisa menjadi peluang. Inilah yang dimaksud dengan kerja budaya yang sesungguhnya, ketika proses dihargai sebagai bagian untuk mencerahkan akal pikiran. Proses ini adalah tanggung jawab bersama, tidak semata pemerintah,”
pungkas Dian dikutip dari Jogjaprov.go.id.