Sejarah Pabrik Cerutu Taru Martani di Jogja, Sudah Berusia Lebih dari 100 Tahun
Pada masa jayanya, jumlah karyawan di perusahaan ini mencapai 2.000 orang
Pada masa jayanya, jumlah karyawan di perusahaan ini mencapai 2.000 orang
Sejarah Pabrik Cerutu Taru Martani di Jogja, Sudah Berusia Lebih dari 100 Tahun
Di pusat kota Yogyakarta, terdapat sebuah pabrik cerutu yang sudah berusia lebih dari 100 tahun. Namanya Taru Martani. Pabrik itu sudah berdiri sejak tahun 1918.
Pada awalnya pabrik itu berlokasi di daerah Bulu, pinggir Jalan Magelang, Yogyakarta. Pada tahun 1921, lokasinya dipindah ke Baciro, di jalan Argolubang, No. 2A Yogyakarta. Pada tahun yang sama dibuat sebuah perseroan terbatas bernama N.V Negresco.
-
Apa yang menjadi ciri khas Tari Cepet? Jika diamati dalam pementasan tari Cepet di era sekarang, turut ditampilkan kesenian kuda lumping yang sebelumnya juga populer di Jawa Tengah.
-
Bagaimana bentuk Situs Watukucur? Situs Watukucur ditemukan di tanah milik warga bernama Setyo Budi di Desa Dukuhdimoro, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Upaya pelestarian Situs Watukucur sudah dilakukan sejak tahun 1981. Namun, baru pada tahun 2017 diketahui denah Situs Watukucur berbentuk bujur sangkar, terdiri dari tiga lapisan yang semakin ke dalam semakin memusat.
-
Dimana lokasi pabrik sarung tenun yang dibahas dalam konteks? Saat itu, usaha tenun yang berlokasi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur ini memproduksi saring tenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
-
Mengapa temuan di gua prasejarah ini penting? Temuan ini mengungkap wawasan baru tentang evolusi dan perkembangan historis populasi manusia di kawasan tersebut.
-
Apa yang tertulis di Situs Batu Tulis Muruy? Di sana tertulis kaligrafi berbahasa Arab yakni “athal haman khomsatun anabu sahra al-sanatun” dan masih belum seluruhnya terbaca sempurna.
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.
Saat pendudukan Jepang, pabrik cerutu itu diambil alih Pemerintah Jepang dan nama pabriknya diubah menjadi “Jawa Tobacco Kojo”. Saat itu produksi cerutu meningkat. Bahkan Jepang mendatangkan langsung mesin-mesin rokok putih dari B.A.T Cirebon.
Saat pemerintah Jepang jatuh pada tahun 1945, Jawa Tobbaco Kojo diambil alih oleh Pemerintah RI. Sri Sultan HB IX mengganti nama perusahaan menjadi “Taru Martani” yang berarti “Daun yang Menghidupi”.
Produksinya meliputi Cerutu bermerek “Daulat” dan rokok bermerek “Abadi”. Jumlah karyawannya saat itu mencapai 2.000 orang.
Pada tahun 1949, perusahaan itu diambil alih lagi oleh N.V Negresco. Perusahaan ini mengalami kemunduran karena N.V Negresco belum bisa aktif memproduksi cerutu hingga tahun 1951.
Pada tahun 1952, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Bank Industri Negara Jakarta mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali perusahaan tersebut dengan menghidupkan Taru Martani.
Saat itu, direktur utamanya adalah Profesor Mr. Kertanegara yang dibantu oleh tenaga ahli dari Belanda. Pada awalnya mereka memproduksi cerutu merek seri Senator, Mundi Victor, Elcomercia, dan Cigarillos.
Pada tahun 1957, mereka mulai memproduksi rokok kretek bermerek Roro Mendut dan Roro Jonggrang serta tembakau shag lokal.
Sehubung dengan aksi Irian Barat pada tahun 1960, perusahaan ini dinasionalisasi dan dimasukkan ke dalam Departemen Perindustrian Rakyat (PNPR).
- Pegawai Meninggal dalam Kebakaran Pabrik di Bekasi, PT JPN Beri Santunan yang Layak ke Keluarga Korban
- Menguak Sejarah Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Sisa Kejayaan Industri Gula Tanah Jawa yang Tersisa
- 10 Mei 1993 Pabrik Mainan Kader di Thailand Terbakar, Salah Satu Kecelakaan Industri Terburuk dalam Sejarah
- Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra
Untuk melebarkan sayap perusahaan, pada tahun 1972 pemerintah DIY bekerja sama dengan perusahaan Belanda, Douwe Egberts Taba Ksimaatchappij BV di Utrech, agar dapat mengekspor cerutu ke Belanda.
Mereka membentuk perusahaan patungan “PT Taru Martani Baru” yang produksinya meliputi cerutu bermerek seri Senator, Mundi Victor, Adipati, Ramayana, dan Pather.
Dengan lahirnya perusahaan patungan, harapannya PT Taru Martani dapat berkembang pesat. Namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan.
Selama 14 tahun, perusahaan belum mendapat laba dan justru harus merugi. Melihat kondisi itu, pada tahun 1986 PT Taru Martani Baru kembali menjadi perusahaan daerah.
Dikutip dari cigarindonesia.id, pemerintah daerah kemudian mencarikan pinjaman uang ke beberapa bank untuk menbantu perusahaan tersebut. Akhirnya diperoleh pinjaman sebesar Rp700 juta dari Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).
Setelah mendapat suntikan dana, PT Taru Martani mengalami kemajuan. Pada tahun 1989 mereka mulai dapat mengekspor produknya ke luar negeri seperti Belanda, Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat.
Saat ini produk dari Taru Martani telah merambah ke pasar Prancis, Republik Ceko, Taiwan, Australia, serta kawasan ASEAN.