Kaleidoskop 2023: Rusaknya Marwah Konstitusi dan Pencopotan Anwar Usman dari Jabatan Ketua MK
Peristiwa hukum di tahun 2023 yang sempat membuat geger Tanah Air adalah putusan MK terkait batas usia minimal capres cawapres.
Kaleidoskop 2023: Rusaknya Marwah Konstitusi dan Pencopotan Anwar Usman dari Jabatan Ketua MK
Peristiwa hukum di tahun 2023 yang sempat membuat geger Tanah Air adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada tanggal 16 Oktober 2023.
Putusan tersebut menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui Pemilu, baik sebagai DPR RI/DPRD, gubernur, atau wali kota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun.
Awal mula gugatan batas usia capres-cawapres berawal pada tanggal 9 Maret 2023 yang didaftarkan uji materi Pasal 169 UU No 7 Tahun 2017. Kala itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai pemohon mengajukan uji materi teregister Nomor 28/PUU-XXI/2023.
- Kaleidoskop: Deretan Foto Peristiwa yang Menghebohkan di Indonesia Sepanjang 2023
- Kaleidoskop 2023: Kemenkeu Diguncang Aksi Pamer Harta Pegawai yang Berakhir Pidana
- Kaleidoskop 2023: Jalan Politik Gibran Jadi Cawapres 2024
- Kaleidoskop 2023: Elektabilitas Capres Cawapres dalam Pilpres 2024, Menurut Level Pendidikan hingga Tingkat Usia
Jajaran dari PSI memohon ingin MK mengubah batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun.
Selain PSI, setidaknya ada enam pemohon lain yang memohon soal batas usia serupa. Gugatan nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Ketum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Gugatan nomor 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa.
Lalu, gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru. Petitumnya adalah meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.
Gugatan nomor 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 21 tahun. Keenam, gugatan nomor 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung. Petitumnya ialah meminta usia minimal capres-cawapres 25 tahun.
Gugatan nomor 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 30 tahun.
Hasil Putusan MK
Seiring perjalanan gugatan dari masing-masing pemohon, hari Senin 9 Oktober 2023, sembilan hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman menggelar sidang pengucapan putusan uji materil.
Hasilnya, Ketua MK menolak 5 permohonan terhadap Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017. Namun, MK mengabulkan syarat frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah'.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan: 'berusia paling rendah 40 tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan putusan ini, pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya menjadi: 'Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Hakim Saldi Isra Bingung
Dalam pembacaan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan dissenting opinion atau perbedaan pendapat mengenai beberapa putusan permohonan ihwal batasan usia capres/cawapres. Dia mengaku ada keanehan karena putusan MK dinilai berubah-ubah dalam waktu dekat.
Saldi menuturkan, mulanya putusan MK menolak permohonan PSI. Namun, setelah putusan itu, MK memutuskan menerima sebagian atas permohonan Almas Tsaqibbiru, yang mengajukan minimal usia capres-cawapres 40 tahun diubah atau berpengalaman menjadi kepala daerah.
Kejanggalan Dokumen Perkara Putusan 90
Terlepas dari Putusan Nomor 90, terdapat kejanggalan pada dokumen perkaranya. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibran mengungkap adanya kejanggalan dalam Perkara PU/90-XXI/2023 yang ditangani MK.
Julius mengatakan dokumen perkara yang dilayangkan pemohon Almas Tsaqibbirru, tak ditandatangani olehnya maupun kuasa hukumnya. Hal ini, katanya, dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situs resminya.
Julius menyebut jika hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap ketentuan administrasi yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021.
Kritik pada MK
Ketua Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas Hukum Unpad Mei Susanto mengkritik putusan MK terkait uji materi tersebut.
Mei Susanto menilai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memang menimbulkan masalah. Putusan batas minimal usia capres-cawapres tersebut telah merobohkan muruah atau marwah MK.
"Putusan MK nomor 90 menimbulkan problem, karena beberapa putusan itu menyatakan menolak, tapi sorenya putusan menerima. Para ahli bersepakat wibawa konstitusi sudah roboh," kata Mei Susanto dalam perbincangan dengan RRI Pro 3, Rabu (8/11).
Babak Baru Gugatan Batas Usia
Singkatnya, pada tanggal 8 November 2023 lalu, MK kembali menguji materil atas putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Uji materil ini dilayangkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bernama Brahma Aryana. Proses uji materil dilakukan tanpa hakim konstitusi Anwar Usman, digantikan oleh Hakim Suhartoyo.
Brahma menilai persoalan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang telah dimaknai oleh MK Nomor 90/PUU-XXI 11/2023, menurutnya akan menimbulkan perdebatan hukum.
Brahma dan kuasa hukumnya menginginkan secara spesifik frasa itu diubah menjadi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi".
Kendati demikian, perjalanan Brahma dan kuasa hukumnya menemui permasalahan. Di mana, para hakim dalam perkara nomor 141 ini memberikan masukannya mulai dari pendataan, hingga kedudukan hukum secara sah.
MK akhirnya menolak uji materil yang diajukan Brahma. Hakim beralasan, pokok permohonan yang diajukan oleh Brahma untuk batas usia Capres-Cawapres pernah berpengalaman Gubernur atau Wakil Gubernur tidak beralasan menurut hukum.
Sidang MKMK, Anwar Usman dicopot dari Ketua MK
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dipimpin Jimly Asshiddiqie menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK terhadap Anwar Usman, terkait putusan uji materiil batas usia capres-cawapres.
Jimly memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan itu selesai diucapkan, untuk segera memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam putusan uji materiil Undang-Undang batas usia capres-cawapres. Selain menerima pencopotan dari jabatan sebagai ketua, Anwar juga dilarang ikut terlibat dalam memutus perkara berkait sengketa kepemiluan di segala tingkatan, mulai dari Pilpres, Pileg dan Pilkada.
Reporter magang: Fandra Hardiyon