Ilmuwan Prediksi Kapan Manusia dan Mamalia Akan Mengalami Kepunahan di Masa Mendatang, Apakah Kiamat Sudah Dekat?
Penelitian terbaru yang dilakukan University of Bristol memprediksi kapan manusia dan mamalia akan mengalami kepunahan.
Dalam sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience, para ilmuwan memperingatkan bahwa perubahan ekstrem pada iklim Bumi di masa depan dapat menyebabkan peristiwa kepunahan massal — yang pertama sejak dinosaurus punah sekitar 66 juta tahun lalu. Dilansir dari Earth, penelitian yang dipimpin oleh Dr. Alexander Farnsworth, seorang peneliti senior di University of Bristol, memprediksi bahwa panas ekstrem di masa depan bisa menjadi akhir bagi manusia dan mamalia lainnya.
Pangea Ultima: Superkontinen Masa Depan yang Mematikan
-
Di mana belasan kerangka manusia itu ditemukan? Belasan kerangka itu ditemukan di gua-gua di Lembah Nenggiri yang terpencil sekitar 215 kilometer di utara Kuala Lumpur.
-
Dimana penelitian tentang suara manusia dan hewan dilakukan? Dalam Journal Current Biology, para peneliti memasang speaker dan kamera di sekitar 21 lubang air di South Africa‘s Greater Kruger National selama musim kemarau. Itu dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus. Pada saat itu, para satwa mau tidak mau harus mendekati lubang-lubang air yang dipasangi kedua alat uji coba. Ketika para satwa liar sedang meminum air, mereka diperdengarkan beragam suara melalui speaker tersebut. Mulai dari auman singa, suara orang-orang berbicara dengan tenang dalam 4 bahasa yang digunakan di wilayah tersebut. Selain itu, peneliti juga menambahkan suara tembakan dan anjing untuk meniru suara perburuan manusia. Pada saat penelitian, para peneliti menambahkan suara lainnya yaitu suara kicauan burung dengan volume yang sama dengan rekaman lainnya.
-
Bagaimana kerangka manusia itu ditemukan? Awalnya, HP yang sedang melintas melihat adanya kerangka manusia dalam posisi terlentang tergeletak di lahan kosong."HP kemudian memberitahukan ke sekuriti kompleks," ucap dia.
-
Kenapa penemuan ini penting bagi penelitian tentang manusia purba? "Temuan ini sangat menarik karena menunjukkan seberapa pentingnya arkeologi bawah air." "Pelestarian situs bawah air kuno tidak ada tandingannya di daratan, dan tempat-tempat ini memberi kita peluang besar untuk belajar lebih banyak tentang manusia masa lalu."
-
Mengapa penemuan ini penting bagi penelitian tentang manusia purba? Penemuan senjata berburu jarak jauh ini berdampak besar pada evolusi manusia, karena mengubah praktik berburu, dinamika hubungan antara manusia dan mangsanya, serta pola makan dan organisasi sosial kelompok pemburu-pengumpul prasejarah.
-
Siapa yang meneliti kemunculan dan kepunahan mamalia plasental? Tim ahli paleobiologi dari Universitas Bristol dan Universitas Friboug gunakan analisis statistika dari catatan fosil untuk mengungkapkan bahwa mamalia plasental sudah ada sebelum terjadinya kepunahan massal.
Menurut studi tersebut, ilmuwan percaya bahwa dalam beberapa ratus juta tahun ke depan, benua-benua di Bumi akan terus bergerak dan akhirnya menyatu membentuk superkontinen baru yang dinamakan Pangea Ultima. Perubahan drastis ini tidak hanya akan mengubah peta Bumi, tetapi juga menciptakan iklim yang terlalu panas dan kering bagi sebagian besar makhluk hidup.
Model iklim yang dihasilkan oleh superkomputer menunjukkan bahwa Pangea Ultima akan menciptakan lingkungan yang sangat tidak ramah bagi kehidupan. “Superkontinen yang baru terbentuk akan menciptakan efek 'triple whammy',” jelas Dr. Farnsworth.
"Efek ini terdiri dari peningkatan kontinentalitas, matahari yang lebih panas, dan peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer yang semuanya akan meningkatkan suhu di sebagian besar wilayah planet ini."
Penyebab Utama Kepunahan di Masa Mendatang
Tiga faktor ini menjadi penyebab utama dari prediksi kepunahan di masa depan:
Efek Kontinentalitas: Ketika daratan yang luas terbentuk, banyak wilayah akan jauh dari efek pendinginan laut, yang dikenal sebagai efek kontinentalitas. Hal ini akan menyebabkan suhu daratan lebih tinggi.
- Berapa Usia Bumi? ini Jawabannya Menurut Penelitian Terbaru Para Ilmuwan
- Ilmuwan Ungkap Makin Tua Umur, Kepribadian Orang Narsis Bakal Berubah
- Tahun 2080 Bakal Jadi Puncak Bumi Dihuni Manusia, Ilmuwan Prediksi Fenomena Mengejutkan akan Terjadi
- Penelitian Temukan Bahwa Sel Otak Ternyata Berusaha Menebak Masa Depan Saat Tidur
Matahari yang Semakin Terang: Dalam beberapa ratus juta tahun ke depan, matahari akan menjadi lebih terang, memancarkan lebih banyak energi yang pada gilirannya meningkatkan suhu Bumi.
Peningkatan CO2: Aktivitas vulkanik yang meningkat karena pergerakan tektonik akan melepaskan lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer, menjebak panas dan meningkatkan efek rumah kaca.
Dr. Farnsworth menambahkan, “Suhu yang merata antara 40 hingga 50 derajat Celsius (104 hingga 122 derajat Fahrenheit), bahkan dengan ekstrem harian yang lebih tinggi, serta tingkat kelembaban yang sangat tinggi, pada akhirnya akan membuat manusia dan spesies lain tidak mampu bertahan hidup.” Hal ini disebabkan oleh keterbatasan fisiologis mamalia untuk menghilangkan panas melalui keringat, yang menjadi mekanisme utama manusia dalam mendinginkan tubuh.
Batas Toleransi Mamalia terhadap Panas
Mamalia dikenal sebagai makhluk yang mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, mulai dari cuaca dingin ekstrem hingga panas yang membakar. Namun, penelitian ini menyoroti bahwa batas toleransi mamalia terhadap suhu tinggi tidak berubah banyak selama jutaan tahun. Paparan panas yang berkepanjangan sangat sulit diatasi oleh mamalia, termasuk manusia.
Studi ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 8% hingga 16% dari daratan di superkontinen baru yang mungkin masih dapat dihuni oleh mamalia. Dengan sebagian besar wilayah di planet ini mengalami panas ekstrem dan kekeringan, mencari makanan dan air akan menjadi tantangan yang hampir mustahil. Kondisi ini pada akhirnya akan menyebabkan kepunahan massal bagi spesies yang tidak mampu beradaptasi.
Krisis Iklim Saat Ini Sebagai Peringatan Dini untuk Masa Depan
Meskipun skenario ini diprediksi akan terjadi jutaan tahun ke depan, para peneliti menekankan pentingnya tidak mengabaikan krisis iklim yang sedang kita hadapi saat ini. “Sangat penting untuk tidak kehilangan fokus pada Krisis Iklim saat ini, yang merupakan hasil dari emisi gas rumah kaca oleh manusia,” tegas Dr. Eunice Lo, peneliti iklim di University of Bristol.
Dr. Lo menambahkan, “Hari ini, kita sudah mengalami panas ekstrem yang merugikan kesehatan manusia. Inilah sebabnya mengapa sangat penting untuk mencapai emisi net-zero sesegera mungkin.” Dengan perubahan iklim yang semakin parah, dampak negatif terhadap kesehatan manusia, termasuk peningkatan risiko kematian akibat gelombang panas, menjadi semakin nyata.
Peningkatan CO2 dan Pergeseran Tektonik
Untuk memperkirakan tingkat karbon dioksida di masa depan, tim peneliti menggunakan model pergerakan lempeng tektonik dan kimia laut. Mereka memprediksi bahwa kadar CO2 bisa meningkat dari sekitar 400 bagian per juta (ppm) saat ini menjadi lebih dari 600 ppm di masa mendatang. “Jika manusia berhenti membakar bahan bakar fosil, kita mungkin melihat angka-angka ini terjadi jauh di masa depan. Namun, jika tidak, peningkatan tersebut bisa terjadi jauh lebih cepat,” ungkap Profesor Benjamin Mills dari University of Leeds.
Proyeksi lebih lanjut menunjukkan bahwa dengan matahari yang diperkirakan akan memancarkan sekitar 2,5% lebih banyak radiasi dan superkontinen yang berada di daerah tropis yang panas dan lembab, sebagian besar wilayah planet ini bisa mengalami suhu antara 40 hingga 70°C (104 hingga 158°F).
Kasus Kepunahan Massal di Masa Lalu
Sejarah geologis Bumi penuh dengan peristiwa kepunahan massal, di mana perubahan mendadak pada iklim dan lingkungan menyebabkan hilangnya sebagian besar keanekaragaman hayati. Dari kepunahan Ordovisium-Silur sekitar 443 juta tahun lalu hingga peristiwa "The Great Dying" pada periode Permian-Trias yang memusnahkan 96% spesies laut dan 70% spesies darat, setiap peristiwa ini membawa pelajaran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan di Bumi sangatlah rapuh.
Perubahan lingkungan yang cepat membuat sebagian besar makhluk hidup tidak mampu beradaptasi dengan cukup cepat. "Kepunahan massal di masa lalu mengajarkan kita pelajaran yang menyedihkan tentang kehidupan di Bumi: sangat rapuh lebih dari yang kita bayangkan," kata Dr. Farnsworth.
Menariknya, penelitian ini juga memiliki implikasi bagi pencarian kehidupan di planet lain. "Penelitian ini menyoroti bahwa dunia yang berada dalam zona layak huni di tata surya mungkin tidak selalu ramah bagi manusia, tergantung pada konfigurasi benua mereka," jelas Dr. Farnsworth. Memahami bagaimana tata letak benua mempengaruhi iklim dapat membantu ilmuwan dalam menilai kelayakan hidup planet-planet di luar tata surya kita.