Jadi yang Tertua di Kalimantan Barat, Ini Sejarah Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak pada tahun 1771.
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak pada tahun 1771.
Jadi yang Tertua di Kalimantan Barat, Ini Sejarah Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman
Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman merupakan masjid terbesar di Pontianak dan masjid yang pertama kali berdiri di Provinsi Kalimantan Barat. Bahkan masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak pada tahun 1771.
-
Apa keunikan Masjid Syekh Zainal Abidin? Mengutip dari Antara, masjid ini memiliki gaya arsitektur Arab yang dipadu dengan Jawa.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Apa keistimewaan Beduk Masjid Jami Sabilul Huda Indramayu? Konon saat ditabuh suaranya pernah terdengar sampai Cirebon yang berjarak puluhan kilometer.
-
Kapan Masjid Saka Tunggal didirikan? Dilansir dari Kebumenkab.go.id, masjid itu didirikan pada tahun 1722 oleh Bupati Kendurenan, putra Adipati Mangkuprojo, seorang Wrongko Dalem Keraton Kartasuro.
-
Kapan Masjid Quwwatul Islam diresmikan? Pada Selasa (10/10), Gubernur DIY Sri Sultan HB X meresmikan berdirinya Masjid Quwwatul Islam di Jalan Mataram No. 1, Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.
-
Kenapa beduk Masjid Jami Sabilul Huda Indramayu berlubang? Rupanya setelah tak jadi dipinjam, beduk itu tiba-tiba berlubang dengan sendirinya.
Dikutip dari Islamic-center.or.id, Masjid Jami sendiri awalnya hanya sebuah langgar sederhana.
Menurut hikayat, masjid ini mulai dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Usman (1819-1855) yang merupakan sultan ketiga Kesultanan Pontianak.
Peletakan batu pertama pondasi bangunan dilakukan pada tahun 1821.
Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat dari inkripsi huruf Arab di atas mimbar masjid.
Di sana tertulis bahwa Masjid Jami dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah.
Di kemudian hari, bangunan masjid terus mengalami berbagai penyempurnaan yang dilakukan sultan-sultan berikutnya.
Pemberian nama Masjid Jami Sultan Abdurrahman merupakan penghormatan kepada pendiri Kota Pontianak, Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman.
Secara keseluruhan, bentuk bangunan masjid banyak mendapat pengaruh dari arsitektur Jawa, Melayu, dan Eropa.
Hal ini terlihat dari bentuk atap undak layaknya tajug pada arsitektur Jawa dengan bentuk mahkota atau genta khas Eropa pada bagian ujungnya.
Pengaruh Eropa juga tampak pada pintu dan jendela masjid yang cukup besar. Di sana juga ada ciri Timur Tengah yang terlihat pada mimbar yang berbentuk kubah.
Material konstruksi didominasi oleh kayu belian. Kayu tersebut dapat dilihat pada pagar, lantai, dinding, menara, beduk besar yang terdapat di serambi masjid, serta enam tiang utama penyangga ruang masjid yang telah berusia lebih dari 170 tahun.
Sementara itu, gaya arsitektur Melayu terlihat dari bentuk rumah berkolong atau rumah panggung.
Lantai masjidnya diberi jarak sekitar satu setengah meter dari permukaan tanah. Oleh karena itu, meski tepat berada di atas Sungai Kapuas, masjid itu tidak pernah terkena banjir.
Kini bagian kolong masjid telah dicor semen untuk mengantisipasi amblas karena struktur tanah yang labil dan bergambut.
- Menilik Masjid Tuo Ampang Gadang, Saksi Bisu Perkembangan Agama Islam Hingga Perjuangan Imam Bonjol
- Mengulik Sejarah Masjid Shiratal Mustaqiem, Masjid Tertua di Kota Samarinda yang Sudah Berdiri Sejak Tahun 1881
- Berusia Lebih dari 300 Tahun, Begini Kisah di Balik Kemegahan Masjid Tertua Sidoarjo
- Potret Masjid Kebanggaan Banjarmasin, Perpaduan Gaya Timur Tengah dan Kalimantan Berdiri di Tanah Bekas Asrama Tentara Kolonial
Tentang Sultan Syarif Abdurrahman
Nama masjid tersebut tak lepas dari sosok Sultan Syarif Abdurrahman Ibni Alhabib Husein bin Ahmad Alkadrie.
Ia merupakan keturunan Rasulullah dari Sayidina Husein yang tinggal di daerah muara simpang tiga Sungai Kapuas kecil dan Sungai Landak yang termasuk kawasan yang diserahkan Sultan Banten kepada VOC Belanda.
Di sana ia melakukan dua pernikahan politik, pertama dengan putri dari Kerajaan Mempawah, Utin Chandramidi, dan yang kedua dengan Ratu Syahranum dari Kerajaan Banjar. Atas pernikahan dengan Ratu Syahranum, Sultan Syarif mendapat gelar Pangeran Nur Alam.
Setelah ayahnya wafat di Mempawah pada tahun 1771, mereka memutuskan untuk mencari wilayah baru dan mendapatkan tempat di Pontianak. Mereka kemudian mendirikan Istana Kadriyah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak pada tahun 1778.