Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan
Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan
Sosok Dja Endar Moeda Harahap dikenal sebagai tokoh perintis pers berbahasa Melayu. Kariernya begitu mentereng di dunia surat kabar Indonesia.
Ia menempuh pendidikan di Kweekschool Tano Bato, Padang Sidempuan yang didirikan oleh Willem Iskander dan lulus pada tahun 1884.
Setelah lulus, Dja Endar Moeda diangkat menjadi kepala sekolah di Batahan, sebuah daerah di Mandailing Natal. (Foto: akhirmh.blogspot.com)
-
Siapa Sri Maharaja Tarusbawa? Menurut Wikipedia, Sri Maharaja Tarusbawa merupakan raja ke-13 dari Kerajaan Tarumanegara.
-
Kapan Raja Narasinga II memerintah? Dia memerintah sejak tahun 1473.
-
Apa yang menjadi lokasi semedi para raja Jawa di masa lalu? Konon, gua ini menjadi lokasi semedi para raja Jawa di masa lalu. Bahkan, Soeharto disebut mendapatkan wangsit bakal menjadi Presiden Indonesia di gua ini.
-
Apa yang menjadi dasar pendirian Kesultanan Yogyakarta? Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian politik yang mengubah peta kekuasaan di Pulau Jawa.
-
Di mana situs Kerajaan Sriwijaya ditemukan? Pemancing Temukan "Pulau Emas", Situs Kerajaan Sriwijaya Berusia 400 Tahun Situs kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu yang dikenal sebagai Pulau Emas telah ditemukan para pemancing lokal yang melakukan penyelaman malam hari di Sungai Musi, Sumatera Selatan.
-
Di mana rombongan Maharaja dari India Selatan terdampar? Dari catatan sejarah, disebutkan pulau tempat Karo dan Miansari hidup bernama “Perbulawanen” yang memiliki arti perjuangan dan sekarang dikenal sebagai Medan Belawan
Sebelum terjun ke dunia pers, Moeda sempat melakukan ibadah haji lalu menerbitkan sebuah tulisan berisi perjalanannya yang terbit di Bintang Hindia dengan judul "Perdjalanan ke Tanah Tjoetji".
Dalam karyanya tersebut, Moeda banyak bercerita soal pengalamannya naik haji mulai dari biaya yang dikeluarkan saat ibadah yang berkisar 750 sampai 1.000 gulden.
Tinggal di Padang
Pulang dari Makkah tahun 1893, Moeda mengganti namanya menjadi Haji Muhammad Saleh lalu memutuskan untuk tinggal di Kota Padang. Ia lalu mendirikan sekolah dan menjadi redaktur Pertja Barat yang didirikan oleh Lie Bian Goan yang terbit perdana pada tahun 1894.
Kemudian Moeda turut mendirikan organisasi Medan Perdamaian tahun 1900 yang membuka cabang di Pematangsiantar, Semarang, dan Bukittinggi. Selama menjadi ketua, ia berjasa meningkatkan mutu pendidikan di Kota Semarang.
Selain Pertja Barat, Dja Endar Moeda juga memimpin dua surat kabar lain bernama Tapian Na Oeli dan Insulinde. Tapian Na Oeli sendiri diterbitkan dalam bahasa Mandailing menggunakan huruf latin. Sedangkan Insulinde merupakan majalah pendidikan di Pulau Jawa dan Sumatra yang bertujuan untuk meningkatkan peranan guru dan priyayi agar tercapainya kemajuan bangsa.
Moeda sempat terlibat perselisihan dengan Mahyuddin Datuk Sutan Maharaja. Mereka saling menjatuhkan melalui tulisan yang diterbitkan dari masing-masing surat kabar mereka sendiri. Moeda menyebut Mahyuddin dengan sebutan "Datuk Bangkit" yang artinya suka mengungkit.
Lalu, Mahyuddin pun juga tidak ketinggalan untuk merespons tulisan dengan membuat syair yang mengkritik kebiasaan Moeda yang suka minum alkohol. Latar belakang konflik ini adalah persaingan pasar surat kabar Melayu yang memiliki target yang sama.
- Mengenal Parada Harahap, Jurnalis Asal Tapanuli yang Dijuluki "King of The Java Pers"
- Hari Pers Nasional 2024, Ini Pesan Kaesang untuk Pemilik Media
- Gebrakan Hary Tanoesoedibjo, Sekeluarga Nyaleg Pemilu 2024
- Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah
Merambah ke Aceh
Tahun 1906, Moeda pindah ke Kutaraja (Aceh) kemudian mendirikan media cetak bernama Pemberita Atjeh. Surat Kabar ini menjadi yang pertama di Aceh dengan bahasa Melayu.
Kepindahannya ini membuat kursi kepemimpinan Pertja Barat diserahkan kepada Dja Endar Boengsoe atau Abdul Kahar.
Namun, di Kutaraja ia tidak tinggal cukup lama. Selang 3 tahun kemudian ia pindah ke Medan dan menerbitkan surat kabar Warta Berita serta Minangkabaoe. Pemberita Atjeh pun berhenti terbit karena ada saingannya yaitu Sinar Atjeh.
Tahun 1910, Moeda mendirikan Pewarta Deli yang mayoritas diisi oleh orang dari Suku Mandailing dan Suku Angkola. Di Medan menjadi surat kabat pertama berbahasa Melayu dan dimiliki oleh orang pribumi.
Namun, hubungan Dja Endar Moeda dengan direksi tidak berjalan harmonis. Hal ini diakibatkan ketika Moeda dalam surat kabar Pertja Barat mencaci maki direksi dan surat kabar tersebut hingga akhirnya ia memutuskan keluar tahun 1911 bersama anaknya. Ia dicerca hendak menjatuhkan perusahaan, sehingga posisinya digantikan oleh Soetan Parlindoengan.
Penghargaan
Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Pada 5 Februari 2023 lalu, ia dianugerahi penghargaan kepeloporan bidang media yang diterima bersamaan dengan Parada Harahap, Mangaraja Hezekiel Manullang, Mohammad Said, Ani Idrus, dan Muhammad TWH saat hari pers nasional di Medan.