Arkeolog Temukan Resep Tuak Berusia 10.000 Tahun di China, Terbuat dari Fermentasi Beras
Temuan ini memberikan wawasan tentang asal usul minuman beralkohol di Asia.
Para arkeolog menemukan bukti bir beras yang berumur sekitar 10.000 tahun di situs arkeologi Shangshan, Provinsi Zhejiang, China Timur. Temuan ini memberikan wawasan lebih lanjut tentang asal usul minuman beralkohol di Asia.
Penemuan ini juga mengungkap konteks budaya dan lingkungan dari praktik fermentasi beras di wilayah tersebut serta perkembangan pertanian awal yang lebih luas di Asia, seperti dikutip dari The Independent, Selasa (10/12).
-
Bagaimana beras purbakala ditemukan? Di lumbung kuno itu, beras-beras peninggalan era Mataram Kuno telah bercampur dengan tanah vulkanik. Uniknya, beras itu masih ditemukan utuh seutuh-utuhnya.
-
Dimana arkeolog menemukan bukti pembuatan bir? Hal ini didasarkan pada bukti penemuan tanda pembuatan bir Zaman Perunggu di dua situs pemukiman kuno dan Argissa di Yunani tengah.
-
Bagaimana cara arkeolog menemukan roti tertua di dunia? Arkeolog menemukan sebuah struktur oven di area yang disebut 'Mekan 66'. Di sekitar oven yang sebagian besar telah hancur, ditemukan gandum, barley, biji kacang polong, dan beberapa temuan yang mungkin merupakan makanan.
-
Dimana ditemukannya bukti tertua tentang pembuatan bir? Bukti tertua bahwa bir telah dikonsumsi sejak zaman kuno digambarkan dalam sebuah lempengan tanah liat Sumeria berusia 6000 tahun.
-
Bagaimana arkeolog meneliti makanan manusia purba? Dengan meneliti bentuk-bentuk berbeda dari berbagai elemen seperti karbon, nitrogen, zinc, sulfur, dan strontium pada gigi dan tulang tersebut, para peneliti bisa mengenali jenis tumbuhan dan daging yang mereka konsumsi.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di China? Arkeolog asal China menemukan artefak yang diperkirakan berusia 5.000 tahun berbentuk patung naga yang diukir dari batu giok.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS pada Senin (9/12), para ilmuwan menemukan 12 pecahan tembikar dari tahap awal situs Shangshan yang berasal dari sekitar 10.000 tahun yang lalu.
“Pecahan-pecahan ini dikaitkan dengan berbagai jenis wadah, termasuk wadah untuk fermentasi, penyajian, penyimpanan, pemasakan, dan pemrosesan,” kata salah satu penulis studi, Jiang Leping dari Institut Peninggalan Budaya dan Arkeologi Provinsi Zhejiang (ICRA) di China.
Para peneliti menganalisis residu dari permukaan bagian dalam tembikar serta tanah liat tembikar dan sedimen di sekitarnya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal PNAS pada hari Senin, para ilmuwan menemukan dua belas pecahan tembikar dari tahap awal situs Shangshan yang berasal dari sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Fosil Tumbuhan Kecil
Para arkeolog mengidentifikasi sumber sisa-sisa fosil tumbuhan kecil, butiran pati, dan jamur dalam sampel tersebut, sehingga mengungkap wawasan tentang kegunaan tembikar dan metode pengolahan makanan yang digunakan oleh manusia purba pada masa itu. Mereka menemukan fosil padi, butiran pati, rumput lumbung, biji pohin ek, dan bunga lili di pecahan-pecahan tembikar tersebut.
“Bukti ini menunjukkan bahwa beras merupakan sumber tanaman pokok bagi masyarakat Shangshan,” kata Dr Leping.
Para arkeolog juga menemukan sekam dan daun padi digunakan dalam produksi tembikar, yang menunjukkan peran integral beras dalam budaya China kuno.
Para ilmuwan mencatat, butiran pati menunjukkan tanda-tanda degradasi dan gelatinisasi oleh enzim, sebuah proses yang merupakan karakteristik fermentasi.
Residu Jamur dan Sel Ragi
Mereka juga menemukan jamur dan sel ragi, beberapa di antaranya biasanya digunakan sebagai permulaan dalam metode pembuatan bir atau tuak tradisional. Sisa-sisa jamur ini, menurut para ilmuwan, menunjukkan tahap perkembangan khas fermentasi.
Residu jamur ditemukan khususnya dalam konsentrasi yang lebih tinggi di dalam toples bulat dibandingkan dengan jenis wadah tembikar lain yang ditemukan di lokasi tersebut. Hal ini menunjukkan jenis wadah yang digunakan oleh budaya kuno terkait erat dengan fungsi tertentu, dan wadah berbentuk bulat mungkin sengaja diproduksi untuk fermentasi alkohol.
Para peneliti juga menganalisis sedimen dari lokasi tersebut sebagai sampel kontrol, yang ditemukan memiliki sisa pati dan jamur yang jauh lebih sedikit dibandingkan residu tembikar.
Secara keseluruhan, temuan ini mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tembikar berhubungan langsung dengan aktivitas fermentasi.
Penelitian ini menyoroti kemunculan teknologi pembuatan bir pada awal budaya Shangshan terkait erat dengan domestikasi padi dan iklim hangat dan lembab pada periode tersebut.
“Minuman beralkohol ini kemungkinan besar memainkan peran penting dalam pesta seremonial, menyoroti pentingnya ritual mereka sebagai kekuatan pendorong potensial di balik peningkatan pemanfaatan dan penanaman padi secara luas di China Neolitikum,” jelas penulis studi lainnya, Liu Li.