Turki Kerahkan Pasukan di Perbatasan Suriah, Disebut Segera Lakukan Invasi
Komando berseragam Turki serta artileri dalam jumlah besar kini terkonsentrasi di dekat Kobani, perbatasan Suriah dan Turki.
Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki mengumumkan dimulainya operasi melawan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Kurdi di kota Kobani (Ayn al-Arab) di Suriah utara pada Selasa (17/12).
Pengumuman tersebut muncul di tengah pengerahan pasukan Turki di perbatasan Suriah sebagai persiapan menghadapi kemungkinan invasi bersama proksinya di SNA.
Dikutip dari The Cradle, Rabu (18/12), militer Turki telah membangun penghalang beton antara Kobani dan perbatasan Turki, sementara pesawat tempur Turki terlihat terbang di atas kota tersebut.
The Wall Street Journal melaporkan, Turki mengerahkan pasukannya di sepanjang perbatasan dengan Suriah, kemungkinan sebagai persiapan invasi.
Menurut salah seorang pejabat AS kepada Wall Street Journal, "Operasi lintas perbatasan Turki bisa jadi segera."
WSJ menambahkan, pasukan SNA dan komando berseragam Turki serta artileri dalam jumlah besar kini terkonsentrasi di dekat Kobani, sebuah kota mayoritas Kurdi di Suriah di perbatasan utara dengan Turki.
Turki mulai menempatkan pasukannya di dekat perbatasan dua pekan lalu ketika pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menggulingkan pemerintahan presiden Suriah Bashar al-Assad dan menduduki ibu kota Damaskus. Pasukan Kurdi di bawah Unit Perlindungan Rakyat (YPG) mulai menguasai wilayah mayoritas Kurdi di Suriah pada tahun 2012, dengan pecahnya perang pada tahun 2011.
Turki telah berupaya untuk mencegah suku Kurdi membentuk wilayah yang berdekatan di wilayah Suriah di perbatasan selatannya, yang membentang dari Afrin di barat laut hingga Kobani di tengah utara dan hingga Hasaka di timur laut.
Turki pertama-tama mendukung ISIS dan kemudian mengirim pasukannya sendiri untuk menyerang Suriah utara beberapa kali untuk mencegah pembentukan wilayah Kurdi.
Bencana Besar
Militer AS bermitra dengan YPG untuk membentuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pada 2015. AS dan SDF menduduki wilayah di luar kendali tradisional Kurdi, termasuk wilayah Arab Sunni yang memiliki ladang minyak Suriah dan wilayah penghasil gandum.
AS berusaha membuat Suriah tetap terpecah, di bawah sanksi, dan tidak dapat membangun kembali sejak perang berakhir pada tahun 2019.
Pejabat Kurdi Ilham Ahmed mendesak Presiden terpilih Donald Trump untuk mencegah invasi baru Turki.
Ahmed menulis kepada Trump dalam surat yang dilihat Wall Street Journal, tujuan Turki adalah “menetapkan kendali de facto atas tanah (Kurdi) sebelum (Donald Trump) menjabat, memaksa (AS) untuk terlibat dengan mereka sebagai penguasa wilayah (Kurdi)."
“Jika Turki terus melakukan invasi, konsekuensinya akan menjadi bencana besar.”
Juru bicara kedutaan Turki di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Wall Street Journal.