Deretan Kuliner Khas saat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Sarat Makna dan Filosofi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bagi masyarakat Indonesia tidak hanya diperingati dengan berbagai macam perayaan, tapi ada juga makanan khas yang menarik.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Setiap tahunnya, masyarakat Muslim merayakan hari kelahiran Nabi dengan penuh sukacita dan rasa syukur.
Selain pengajian dan doa bersama, kuliner khas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perayaan ini. Hidangan-hidangan yang disajikan sarat dengan makna simbolis dan filosofi yang mendalam, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi Islam.
-
Apa yang dirayakan pada Maulid Nabi? Maulid Nabi adalah hari di mana Rasulullah SAW dilahirkan.
-
Apa itu Maulid Nabi? Tanggal ini dirayakan oleh umat Islam sebagai Maulid Nabi, yaitu hari kelahiran Rasulullah.
-
Apa saja cara merayakan Maulid Nabi? Melansir dari berbagai sumber, berikut ini merdeka.com merangkum informasi tentang 3 cara merayakan hari maulid Nabi menurut Islam.
-
Bagaimana cara merayakan Maulid Nabi? Artinya: 'Bahwa asal perayaan Maulid Nabi Muhammad, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah.
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar, memiliki berbagai macam tradisi kuliner dalam memperingati Maulid Nabi. Setiap daerah di Nusantara menyajikan hidangan khas yang unik, masing-masing dengan cerita dan makna tersendiri. Berikut adalah deretan kuliner khas yang kerap hadir dalam peringatan Maulid Nabi di berbagai daerah di Indonesia:
1. Nasi Kebuli Betawi: Warisan Timur Tengah di Indonesia
Nasi Kebuli, meskipun dikenal sebagai hidangan khas Timur Tengah, telah menjadi bagian dari tradisi Maulid Nabi di Betawi. Hidangan nasi gurih yang dimasak dengan rempah-rempah dan daging kambing ini sering dihidangkan dalam jumlah besar. Nasi kebuli adalah sajian spesial saat perayaan Maulid Nabi atau acara besar lainnya, demikian tradisi yang terus dipertahankan oleh masyarakat Betawi.
2. Nasi Suci Ulam Sari: Simbol Berkah dan Permohonan
Di Pacitan, Jawa Timur, Nasi Suci Ulam Sari disajikan dalam bentuk tumpeng yang dihias dengan sayuran dan lauk pauk, termasuk ayam ingkung di bagian puncaknya. Hidangan ini memiliki makna simbolis sebagai doa agar dijauhkan dari masalah dan diberikan keberkahan oleh Tuhan. Tumpeng yang disajikan ini melambangkan permohonan dan rasa syukur.
3. Nasi Tumpeng: Tradisi yang Tak Boleh Terlewatkan
Tidak ada perayaan Maulid Nabi yang lengkap tanpa nasi tumpeng. Tumpeng Rasulan, khususnya, dibuat untuk peringatan ini dan disajikan dengan lauk pauk seperti ayam ingkung, lalapan, dan rambak. Nasi tumpeng melambangkan gunung sebagai simbol keagungan dan kekuasaan Allah, dan dihidangkan sebagai bentuk syukur atas karunia-Nya.
4. Kuah Beulangong: Kelezatan Kari Kambing Aceh
Di Aceh, Kuah Beulangong menjadi sajian wajib dalam perayaan Maulid Nabi. Hidangan ini adalah kari kambing yang dimasak bersama nangka muda dan rempah-rempah khas Aceh. Kuah beulangong dimasak dalam kuali besar yang disebut 'beulangong' atau 'belanga', demikian tradisi masyarakat Aceh yang mempersiapkan hidangan ini. Uniknya, proses memasaknya dilakukan oleh para lelaki, terutama tokoh masyarakat, dan dihidangkan sebagai bentuk kebersamaan dan syukur.
5. Ketupat Sumpil: Simbol Hubungan dengan Allah dan Sesama Manusia
Di Jawa Tengah, khususnya di Kaliwungu, Kendal, ketupat sumpil menjadi salah satu hidangan khas perayaan Maulid Nabi. Ketupat ini dibungkus dalam daun bambu berbentuk segitiga. Selain sebagai makanan, ketupat sumpil memiliki makna mendalam dalam Islam. Bentuk segitiganya menggambarkan hubungan antara manusia dengan Allah (habluminallah) dan sesama manusia (habluminannas). Hidangan ini biasa disajikan dengan sambal kelapa, memberikan cita rasa khas Jawa yang lezat dan sarat makna.
6. Endog-Endogan: Tradisi Arak-Arakan Telur di Banyuwangi
Endog-Endogan adalah tradisi khas Banyuwangi yang merayakan Maulid Nabi dengan arak-arakan telur rebus yang dihias dengan kembang kertas. Telur ini memiliki makna simbolis dalam Islam, dengan kulit telur melambangkan keislaman, putih telur melambangkan keimanan, dan kuning telur melambangkan keikhlasan. Telur-telur ini kemudian dibagikan kepada masyarakat setelah pengajian.
7. Telur Male: Telur Hias dari Kendari
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, masyarakat menghias telur dengan warna-warni cerah untuk merayakan Maulid Nabi. Telur ini kemudian digantung di batang pisang dan diarak keliling kota sebelum dibagikan. Tradisi ini melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati dalam beribadah.
8. Ampyang Maulid: Gunungan Nasi dari Kudus
Di Kudus, Jawa Tengah, Ampyang Maulid menjadi bagian penting dari perayaan Maulid Nabi. Ampyang Maulid terdiri dari nasi kepel yang dibungkus daun jati dan disusun menyerupai gunung, sering kali setinggi 1,5 meter. Hidangan ini dihias dengan buah-buahan dan sayuran, serta didoakan oleh tokoh agama sebelum dibagikan kepada masyarakat. Filosofinya mencerminkan harapan akan kelimpahan rezeki dan perlindungan dari Allah.
9. Wadai Kararaban: Kelezatan Manis dari Kalimantan Selatan
Di Kalimantan Selatan, Wadai Kararaban menjadi sajian khas dalam perayaan Maulid Nabi. Hidangan ini terbuat dari gula merah dan santan, menghasilkan rasa manis dan gurih. Meskipun namanya merujuk pada sesuatu yang "kotor" (kararaban), kue ini justru memiliki cita rasa yang lezat dan menjadi simbol kebersihan hati dalam merayakan Maulid Nabi.
10. Kue Kolombengi dan Wapili: Sajian Manis dari Gorontalo
Masyarakat Gorontalo menyajikan kue kolombengi dan wapili dalam perayaan Maulid Nabi. Kue kolombengi terbuat dari telur dan tepung terigu, sementara wapili mirip dengan waffle dan terbuat dari tepung beras, gula merah, dan santan. Kue-kue ini menghiasi tolangga, yaitu usungan yang terbuat dari kayu atau rotan, menambah keindahan acara.
Setiap hidangan dalam peringatan Maulid Nabi bukan sekadar makanan, melainkan sarat dengan nilai-nilai keagamaan, kebersamaan, dan filosofi. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah adalah baik, dan Dia tidak menerima kecuali yang baik." Melalui hidangan-hidangan ini, umat Muslim merayakan kelahiran Nabi dengan penuh rasa syukur dan harapan, memperkuat tali persaudaraan, dan melestarikan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.