Cerita Bung Karno Sering Utang ke Sopir Taksi Langganan
Biasanya, Bung Karno datang ke Jakarta pada hari Minggu menggunakan jasa kereta api dan turun di Stasiun Gambir.
Kala tahun 1930-an, Sukarno yang kala itu sudah membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung seringkali datang ke Jakarta untuk berkomunikasi dengan para tokoh pergerakan lainnya, salah satunya adalah Husni Thamrin.
Biasanya, Bung Karno datang ke Jakarta pada hari Minggu menggunakan jasa kereta api dan turun di Stasiun Gambir. Dalam perjalannya sebagai tokoh pergerakan, Bung Karno ditemani oleh Arief, sang sopir taksi langganan.
-
Siapa yang sering meminjam uang kepada Presiden Sukarno? “Adakah seorang kepala negara lain yang melarat seperti aku hingga sering meminjam uang dari ajudan?' kata Sukarno.
-
Siapa Sarinah bagi Bung Karno? Sosok Sarinah sangat berharga untuk Sukarno, dia bukan hanya mbok, lebih dari itu Sarinah adalah keluarga. Semasa kecil Sarinah lah yang mengasuh Sukarno kecil.
-
Mengapa Bung Karno sungkem pada ibunya? Sadar betapa besarnya jasa sang ibu, Bung Karno selalu menghomati perempuan yang melahirkan dan membesarkannya itu.
-
Apa yang dilakukan Bung Karno saat pulang ke Blitar? Beberapa foto yang menggambarkan hubungan harmonis anak dan ibu adalah saat di mana sang proklamator itu tengah sungkem pada ibunda tercinta.
-
Siapa 'raja mobil' Indonesia di era Soekarno? Di era Soekarno, satu nama mendapat julukan 'raja mobil Indonesia'. Dia adalah Hasjim Ning.
-
Bagaimana cara Presiden Soekarno mendapatkan mobil dinas? Para pemuda mencari sebuah mobil yang layak untuk Presiden RI. mereka menemukan sebuah mobil Buick mewah milik pejabat Jepang. Sudiro, salah seorang pemuda meminta sopir pejabat tersebut menyerahkan kunci mobil Buick itu. Kemudian dia disuruh pulang kampung. Sementara mobil mewah itu menjadi mobil dinas pertama Presiden Indonesia.
Hal pertama yang dilakukan Sukarno ketika keluar dari stasiun adalah menoleh ke kiri dan ke kanan mencari-cari Arief. Arief sendiri tahu kebiasaan itu.
Sering kali, ia malah berjalan dengan hati-hati menjauhi pandangan Bung Karno tetapi arahnya mendekat dari belakang untuk mengageti Bung Karno. Keakraban ini muncul karena begitu seringnya Bung Karno menggunakan jasa Arief.
Utang Antar Jemput
Sepanjang perjalanan Arief mengantarkan Bung Karno dari Stasiun Gambir ke Gang Kenari untuk menemui Husni Thamrin, biasanya diwarnai dengan Bung Karno yang bercerita tentang situasi politik terkini, cerita-cerita pergerakan, cita-cita kebangsaan, dan ketamakan Kolonial Belanda.
Arief yang mendengar cerita-cerita itu pun sangat senang mendengarnya.Salah satu kalimat Bung Karno yang melekat diingatan Arief adalah ketika Sukarno mengatakan bahwa bangsa kita bukanlah bangsa tempe.
“Arief, kita harus sadar bahwa kita ini bukan bangsa tempe, tetapi masih cucu elang rajawali. Coba saja siapa yang tidak kenal tokoh Gajah Mada yang dapat menyatukan Majapahit. Bukankah pada waktu itu negara Majapahit berpengaruh sampai luar negeri? Nah, di sinilah Arief, kita harus sadar sesadar-sadarnya, dan ketahuilah tidak seorangpun dapat mengubah nasib bangsanya kalau bangsa itu sendiri tidak mau berusaha, tidak mau bangkit, mengubahnya sendiri,” ujar Sukarno pada suatu perjalanan ke Gang Kenari kepada Arief.
Dompet tipis Bung Karno kala masa pergerakan tentu membuatnya kesulitan untuk membayar taksi langganannya itu, maka tak jarang ia berhutang ongkos kepada Arief. Saat sudah sampai tujuan di Gang Kenari, Bung Karno akan tersenyum dan berkata, “Rief, biasa.. Ngutang dulu ya,” dan jawaban Arief pun selalu sama, “Tidak apa-apa, Bung. Lalu besok dijemput?”
“Ya, besok jemputlah di tempat ini. Jangan lupa, besok pun masih ngutang lagi ya,” kata Bung Karno sambil menepuk pundak Arief.
Utang Dibayar Lunas
Pagi harinya ketika Arief menjemput di tempat yang sama, namun ia terkejut ketika ia mendengar bahwa penumpang langganannya sudah ditangkap oleh polisi Belanda.
Sejak itu, Arief tak pernah lagi bertemu dengan Sukarno.Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada masa pendudukan Jepang, Arief dikejutkan oleh kedatangan seorang tamu yang sangat familiar baginya. “Arief… apa kabarnya,” sapa tamu itu ramah.Tamu tersebut tak lain adalah Bung Karno, tokoh pergerakan yang menjadi penumpang langganannya.
Malam itu, Bung Karno datang ke rumah dengan dua maksud: pertama, untuk melunasi semua utang ongkos taksi yang belum terbayar, dan kedua, untuk menawarkan Arif pekerjaan sebagai sopir pribadinya.Arief menerima ajakan Bung Karno.
Ia kemudian menjadi sopir pribadi Bung Karno dan turut berperan dalam perjalanan revolusi bangsa, termasuk menyediakan sebatang bambu yang digunakan untuk mengibarkan bendera Merah Putih saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sejak saat itu, Arief selalu berada di sisi Bung Karno, melewati berbagai suka dan duka bersama. Namun, pada tahun 1960, ia menyampaikan kepada Bung Karno bahwa dirinya tak lagi mampu menjalankan tugas sebagai sopir.
Ketika Bung Karno menanyakan apa yang diinginkan Arif setelah berhenti bekerja, tanpa ragu Arif menjawab bahwa ia ingin pergi ke tanah suci. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Sukarno pun mengabulkan keinginan Arief untuk pergi haji.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti