Jembatan Kali Progo: Tempat Militer Belanda Membantai Kaum Republik
Merdeka.com - Selama setahun (1948-1949), ribuan orang yang dituduh sebagai pejuang Indonesia dibantai di atas Sungai Progo oleh militer Belanda. Sebuah tragedi sejarah yang jarang dikisahkan.
Penulis: Hendi Jo
Empat tahun lalu, masyarakat Temanggung dikejutkan dengan runtuhnya Jembatan Kali Progo akibat hantaman air sungai yang tengah banjir. Jembatan yang dibangun pada masa era Hindia Belanda tersebut kondisinya memang sudah sangat tidak layak. Selain, konstruksinya rapuh, aspal yang melapisi permukaannya sudah terlepas hingga menyebabkan badan jembatan bolong-bolong.
-
Kenapa Belanda membantai rakyat Sulawesi Selatan? Upaya Merebut Wilayah Nusantara Melansir dari kanal Liputan6.com, kejadian ini bermula ketika Belanda berupaya untuk merebut kembali wilayah kedaulatan Indonesia pada tahun 1940-an yang disebut dengan 'tindakan pengawasan' terhadap 'teroris' dan 'ekstrimis' nasionalis.
-
Bagaimana kondisi Indonesia di tahun 1945-1950? Sebab, pada tahun itu, kondisi politik dan keamanan negara sudah mulai kondusif, karena pada 1945 hingga 1950-an masih banyak peperangan yang mengharuskan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaannya.
-
Siapa yang berjuang untuk Indonesia? Kata-kata ini membangkitkan semangat juang dan patriotisme dalam diri setiap pemuda Indonesia.
-
Kapan pembantaian terjadi? Berdasarkan penanggalan radiokarbon menunjukkan mereka meninggal sekitar Zaman Perunggu Awal (2200 hingga 2000 SM).
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Siapa yang membantai warga Tionghoa di Kali Angke? Merujuk laman Kelurahan Angke, sungai ini rupanya identik dengan kasus pembantaian terbesar etnis Tionghoa oleh pasukan VOC.
"Memang jembatan itu resminya sudah tak dipakai lagi. Hanya digunakan untuk memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus dan hari pahlawan 10 November saja," ungkap Darmadi, salah satu pedagang durian yang mangkal di sekitar wilayah tersebut.
Hal yang menarik, sekitar dua meter dari mulut jembatan terdapat tugu kokoh berwarna kelabu putih. Itu sebuah tanda peringatan bagi para korban pembunuhan yang dilakukan militer Belanda pada akhir 1948 hingga pertengahan 1949.
Ada tulisan di dalamnya berbunyi:
Aku ta’ ketjewa, aku rela… Mati untuk tjita-tjita sutji nan mulja: Indonesia merdeka, adil, makmur dan bahagia.
Temanggung, 22/12-48-10/8-49
Tempat Pembantaian
Bambang Purnomo sempat memberikan kesaksiannya dua tahun sebelum jembatan itu runtuh. Menurut mantan pejuang Republik di Temanggung itu, apa yang diinformasikan di tugu itu memang benar adanya.
Beberapa hari setelah agresi militer Belanda II hingga Agustus 1949, ratusan (bahkan disebutkan di tugu itu: 1.200) orang yang dituduh sebagai bagian dari kaum Republik dihabisi nyawanya di atas Jembatan Kali Progo oleh militer Belanda.
"Mereka mendatangi kampung, pasar, dan rumah warga yang dianggap secara sembarang sebagai orang-orang TNI lalu membawa ke jembatan dan langsung dieksekusi," ujar lelaki kelahiran tahun 1924 itu
Hal senada juga diungkapkan oleh Parto Dimedjo (84). Sejak militer Belanda menyerang Temanggung pada Desember 1948, praktik pembantaian selalu terjadi di atas jembatan itu.
"Kalau mau berangkat ke sekolah, hampir setiap hari saya selalu melihat ceceran darah di sepanjang jembatan Kali Progo," kenangnya.
Suatu hari menjelang senja, saat tengah mengangon bebek, dia melihat sekumpulan tentara Belanda menyiksa seorang lelaki yang matanya tertutup secarik kain hitam. Demi melihat pemandangan itu, tanpa banyak cakap, Parto lari tunggang-langgang meninggalkan bebek-bebeknya.
"Tapi belum jauh saya lari, sudah terdengar bunyi tembakan. Selanjutnya saya tidak tahu lagi nasib orang itu," ujarnya dalam bahasa Jawa.
Lolos dari Eksekusi Mati
Bambang Purnomo menyatakan, sebagian besar korban pembantaian adalah rakyat biasa. Kebanyakan dari mereka, ditembak mati karena memberi makan dan minum para gerilyawan Republik atau hanya memberikan beranda rumahnya sebagai tempat istirahat sejenak para pejuang Indonesia. Namun dia pun tak menafikan jika banyak juga pejuang Indonesia yang gugur di atas jembatan tua itu.
Salah satu korban yang dikenalnya sangat baik adalah Mayor Sarno Samsiatmodjo, salah satu komandan batalyon di Temanggung. Sarno gugur setelah dia tertangkap lantas dieksekusi di atas Jembatan Kali Progo. Setelah ditembak, mayat sang mayor lantas dihanyutkan ke Sungai Progo dan hingga kini tak pernah jelas nasib jasadnya.
Jika Mayor Sarno tak bisa menghindar dari pembantaian, tak demikian dengan Sukomihardjo. Mata-mata TNI yang juga saat itu berprofesi sebagai pamongpraja di Desa Kowangan bisa lolos dari maut di Jembatan Kali Progo dan sempat hidup hingga tahun 1990-an.
Ceritanya, Suko tertangkap dalam suatu operasi pembersihan. Setelah dijebloskan ke dalam penjara selama beberapa minggu, pada suatu hari dia mendapat giliran untuk dieksekusi. Setelah rambutnya digunduli, bersama tiga rekannya, Suko dibawa dengan sebuah traktor ke Jembatan Kali Progo.
Begitu tiba di Kranggan, mereka berempat digiring ke tengah Jembatan Kali Progo. Di sana Suko dan ketiga kawannya dijejerkan dengan posisi agak menyerong. Dor! Senjata menyalak. Orang di belakang Suko pun terjatuh ke Sungai Progo. Berikutnya giliran Suko yang dibidik. Namun sebelum peluru menghambur dari laras senjata, tanpa pikir panjang dia terjun ke bawah jembatan dan langsung disambut dengan limpahan coklat air Sungai Progo yang tengah banjir.
Karena kenekatannya itu, Sukomihardjo berhasil lolos dari maut. Dia kemudian mengganti namanya dan melanjutkan kiprahnya sebagai pejuang Republik hingga pada 1984 sempat mengisahkan pengalamannya itu kepada jurnalis sejarah T. Wedy Utomo. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyerangan di Rawagede ini dicap sebagai bagian dari kejahatan perang.
Baca SelengkapnyaPasukan elite baret hijau Belanda membantai ratusan warga Rawagede, Karawang. Ini pengakuan saksi tentang kejadian mengerikan itu.
Baca SelengkapnyaKIsah pembantaian masyarakat Aceh oleh penjajah Belanda.
Baca SelengkapnyaPertempuran Tengaran terjadi pada masa Agresi Militer II, tepatnya sekitar tanggal 25 Mei 1947
Baca SelengkapnyaPeristiwa tragis ini berlangsung antara Desember 1946 hingga Februari 1947.
Baca SelengkapnyaBagaimana cerita ada pasukan elite Jerman di Bogor? Lalu siapa saja yang dimakamkan di Makam Jerman di Megamendung.
Baca Selengkapnya74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca SelengkapnyaPenjara ini juga jadi saksi pembantaian para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaKisah sedih para tahanan wanita asal Belanda usai tentara Jepang berhasil menguasai Nusantara.
Baca SelengkapnyaPeristiwa Gerbong Maut adalah insiden di mana 100 pejuang Indonesia yang ditawan Belanda dipindahkan dari Bondowoso ke Surabaya.
Baca SelengkapnyaWesterling tiba di Makassar pada 5 Desember 1946, tanpa basa-basi mereka langsung membuat teror dan mimpi buruk bagi masyarakat setempat.
Baca SelengkapnyaSaat masa penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi.
Baca Selengkapnya