Moestopo: Pejuang Nyentrik dengan Deretan Gelar Terpanjang, Pencetus Tentara Rahasia
Merdeka.com - Kisah seorang dokter gigi yang mengabdikan diri demi revolusi. Memiliki gelar mentereng dan panjang: mulai mayor jenderal hingga pengawal Pancasila.
Penulis: Hendi Jo
Tahun 1944, Angkatan Darat Kerajaan Jepang (Rikugun) menggelar lomba tulis tentang strategi dan taktik militer khusus untuk kalangan siswa calon komandan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
-
Siapa yang terlibat dalam sindikat TPPO? Berdasarkan hasil penelusuran BP2MI para mafia besar diduga berkomplot dengan orang-orang yang diberikan kekuasaan oleh negara, seperti aparat penegak hukum atau APH.
-
Apa tujuan utama pembentukan pasukan Terate? Dia mengirim para perampok, copet, dan pelacur ke daerah-daerah pendudukan Belanda.
-
Kapan pasukan Terate dibentuk? Setelah itu, Moestopo membentuk sebuah pasukan bernama Terate, singkatan dari Tentara Rahasia Tertinggi.
-
Siapa yang memimpin pasukan Terate? Oleh Jenderal Moestopo, para maling dan pelacur diberi bekal pendidikan militer.
-
Siapa yang membentuk pasukan Pasopati? Pasukan yang diberi nama Tim Pasopati 1 dan Pasopati 2 itu begitu disegani karena seluruh anggotanya merupakan prajurit terpilih dengan keahlian yang tidak main-main dalam seni berperang.
-
Siapa yang terlibat dalam mafia hukum? 'Kalau ada kasus begini, nanti ada mafianya datang, 'tolong nih pakai Pasal sekian saja dakwannya, yang nangani nanti penyidiknya ini',' ujarnya. 'Sudah dipesan lebih dulu nanti di kejaksaan diatur lagi, di pengadilan lagi, itulah yang kemudian disebut mafia hukum,' tambahnya.
Dari ratusan peserta, muncul karya tulis yang menjadi juara. Judulnya 'Penggunaan Bambu Runcing yang Pucuknya Diberi Tahi Kuda Untuk People Defence dan Attack serta Biological War Fare'. Karya seorang siswa bernama Moestopo dari Jawa Timur.
Bukan hanya menulis, lelaki yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai dokter gigi itu juga berhasil mempertahankan disertasinya di depan para perwira Jepang. Bahkan tidak hanya lulus dengan predikat terbaik, Meostopo mendapat pujian setinggi langit dari militer Jepang. Demikian cerita R. Moeslich Moestopo, salah satu putra dari Moestopo.
Gelar Terpanjang
Sejak itulah, Moestopo seolah tak berhenti mendapat anugerah gelar dari berbagai pihak. Dia tercatat setidaknya memiliki delapan belas gelar hingga akhir hayatnya.
"Kalau kita meminta dia menulis namanya secara lengkap maka tanpa ragu-ragu dia akan menulis: Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan), Profesor, Doktor, OS, ORTH, OPDENT, PROSTH, PEDO/DHE/BIOL./PANC., Bapak Publistik Ilmu Komunikasi, Bapak Ilmu Kedokteran Gigi Indonesia, Bapal Ilmu Bedah Rahang Indonesia, Penyandang Maha Putera Utama dan Pengawal Pancasila," tulis Pikiran Rakyat, 20 Februari 1986.
Lelaki kelahiran Ngadiluwih, Kediri pada 13 Juni 1913 tersebut memang sudah meniti karir sejak muda. Dalam usia 24 tahun, Moestopo sudah mendapatkan gelar sebagai dokter gigi dari Sekolah Kedokteran Gigi Surabaya.
Karena kepintarannya, dia lantas diangkat sebagai asisten dari dokter gigi ternama di Surabaya saat itu yakni Prof. Dr. M. Knap.
"Jika dia pergi ke luar negeri, saya selalu disuruh menggantikannya," ujar Moestopo dalam sebuah buku kecil berjudul Memperingati 100 Hari Wafatnya Bapak Prof.Dr. Moestopo.
Tidak hanya sebatas melayani orang mampu saja, Moestopo juga mendermakan keahliahnya kepada orang-orang miskin. Setiap hari Minggu atau hari libur, Moestopo muda akan berangkat ke Gresik guna melakukan pelayanan umum di Alun-Alun kota Gresik.
Teman Soedirman dan Gatot Soebroto
Ketika balatentara Jepang berkuasa, Moestopo diangkat sebagai wakil kepala pada Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi (Shikadaigaku Ikabu) yang kala itu diketuai oleh Prof. Dr. Sjaaf. Justru di era itulah, Moestopo kemudian memiliki minat menjadi seorang militer. Pada 1944, dia kemudian memasuki Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
"Kawan-kawan se-angkatan Pak Moes di PETA antara lain Pak Gatot Soebroto dan Pak Dirman (Soedirman, Panglima Besar TNI pertama)," ungkap Muslich.
Saat pertempuran melawan Inggris mulai pecah pada akhir Oktober 1945, Moestopo memimpin 'revolusi' di Surabaya. Dikisahkan, dia pernah mendaulat diri sendiri sebagai Menteri Pertahanan RI ad interim.
Soal itu sempat menjadi sebab pertengkaran mulut antara dirinya dengan Wakil Presiden Mochamad Hatta. Untunglah Presiden Sukarno cepat melerai dan 'membebastugaskan' Moestopo untuk diangkat sebagai salah satu penasehat militernya.
Tentara Rahasia
Selama Perang Kemerdekaan (1946-1949), Moestopo terbilang aktif di berbagai palagan. Namanya harum di Yogyakarta dan Jawa Barat. Karena insiatifnya membentuk Pasukan Terate (Tentara Rahasia Tertinggi) yang diambil dari lingkungan dunia hitam. Seperti kaum pencoleng, perampok dan pekerja seks komersial.
Menurut almarhum Letnan Jenderal (Purn) Himawan Soetanto yang pernah menjadi anak buahnya, soal itu sempat menggegerkan Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta.
"Tapi ya gimana, semua orang tahu Pak Moes itu memang orangnya nyentrik. Jadi ya dimaklumi saja, apalagi saat itu lagi zaman darurat juga kan," ujar mantan Panglima Kodam Siliwangi tersebut.
Ketika pihak Angkatan Perang RI pimpinan Kolonel A.H. Nasution bersebrangan dengan Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mochamad Hatta pada 17 Oktober 1952, Moestopo menempatkan dirinya di kubu Nasution.
"Dialah yang mengerahkan massa dari Tanjung Priok untuk berdemo ke Istana Negara," ungkap Satya Graha, eks wartawan senior yang pernah menjadi anak buah Moestopo di Jawa Timur.
Moestopo Beragama
Sesudah tidak aktif lagi sebagai tentara, Moestopo memusatkan kegiatannya hanya di bidang pendidikan. Pada 1961, dia mendirikan Universitas Moestopo Beragama.
Kata 'beragama' itu ternyata memiliki makna tersendiri. Menurut Muslich, itu ditabalkan sebagai ciri kepribadian Moestopo yang selalu berupaya menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan melaksanakan pola kehidupan kerukunan antar umat beragama.
"Bapak akan marah sekali jika ada mahasiswa-nya yang tidak melaksanakan perintah agamanya," ujar Muslich.
Secara tegas, Moestopo juga mengharamkan mahasiswa didikannya mengkonsumsi minuman keras, narkoba, tindakan kriminal, merongrong almamater dan terlibat dalam tindakan subversiv melawan negara. Bahkan secara khusus, Moestopo menyebut praktik-praktik dan perilaku seks yang tidak dia sukai.
"Jangan sekali-kali mahasiswa melakukan onani dan mahasiswi melakukan (praktek) lesbian, yang menyebabkan daya pemikiran dan penangkapan kuliah menjadi lemah," ujarnya seperti terbuhul dalam buku memperingati 100 hari kematiannya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Strategi ini pada akhirnya menjadi senjata makan tuan bagi pejuang revolusi
Baca SelengkapnyaPerburuan Toto Kapten tidak mudah karena sangat licin dari kejaran aparat.
Baca SelengkapnyaTentara bayaran seperti Wagner, sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Di Indonesia, pasukan ini pernah ikut perang.
Baca SelengkapnyaSatgas TPPO Polri Ringkus 714 Tersangka dalam waktu satu bulan.
Baca SelengkapnyaPenangkapan ratusan tersangka dilakukan sejak periode 5-11 Juni 2023
Baca SelengkapnyaBaku tembak terjadi saat penangkapan, hingga polisi melakukan tindakan tegas terukur.
Baca SelengkapnyaPolisi wanita atau polwan tak jarang dipercaya untuk mengemban tugas-tugas yang mendebarkan. Berikut foto fotonya:
Baca SelengkapnyaMeski dikenal sebagai kepala rampok, Entong Tolo justru dianggap menginspirasi. Bahkan, ketika pejabat Belanda memburunya, warga justru melindunginya.
Baca SelengkapnyaSetiap prajuritnya bukanlah tentara resmi dari Belanda, melainkan mereka adalah tentara bayaran yang bisa membunuh siapa saja yang menghalanginya tanpa pandang
Baca SelengkapnyaPolresta Denpasar mengungkap identitas dan peran empat tersangka atas penganiayaan dan penyerangan ke Kantor Satpol PP Kota Denpasar
Baca SelengkapnyaSalah satu satuan khusus anti teror yang cukup disegani ternyata dimiliki oleh Polri. Siapa yang dimaksud?
Baca SelengkapnyaDi tahun 1950-an, jumlah copet di Kota Bandung sudah mencapai 300 pelaku. Saking banyaknya, polisi sampai mempelajari cara pencopet beraksi
Baca Selengkapnya