21 Maret 1960: Pembantaian Sharpeville di Afrika Selatan yang Tewaskan 69 Orang
Merdeka.com - Pada 21 Maret 1960 di Black Sharpeville, dekat Johannesburg, Afrika Selatan, polisi Afrikaner menembaki sekelompok demonstran kulit hitam Afrika Selatan yang tidak bersenjata, hingga menewaskan 69 orang dan melukai 180 lainnya.
Para demonstran ini memprotes pembatasan perjalanan non kulit putih oleh pemerintah Afrika Selatan. Setelah pembantaian Sharpeville, protes pecah di Cape Town, dan lebih dari 10.000 orang ditangkap sebelum pasukan pemerintah memulihkan ketertiban.
Insiden tersebut membuat pemimpin anti-apartheid Nelson Mandela untuk bertindak cepat, dengan meninggalkan kawasan tersebut. Kemudian mengorganisir kelompok paramiliter untuk melawan sistem diskriminasi rasial di bawah kepemimpinan Afrika Selatan.
-
Kenapa mereka ditembak? Pelaku penembakan terhadap tiga orang pemuda asal Peboko, Kelurahan Kefamenanu Utara, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), ditangkap.
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Siapa yang dibunuh yang memicu Black Lives Matter? Insiden seperti pembunuhan George Floyd oleh polisi kulit putih telah membuktikan bahwa nyawa orang kulit hitam tidak ada nilainya.
-
Siapa yang mengeroyok warga di Semarang? Sementara itu, usai kasus sekelompok Bonek mengeroyok warga di Semarang pada Februari 2023 lalu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengundang perwakilan Bonek tiap tribun, Panpel, serta Manajemen Persebaya untuk menjajaki kemungkinan suporter tim Bajul Ijo berbadan hukum.
-
Kenapa polisi bakar polisi? 'Yang menjadi catatan dari peristiwa ini adalah pertama motif. Motifnya adalah saudara Briptu Rian sering menghabiskan uang belanja yang harusnya dipakai untuk membiayai hidup ketiga anaknya, mohon maaf, ini dipakai untuk main judi online,' ujarnya, Minggu (9/6).
Aksi tersebut berujung pada penangkapan Mandela pada 1964. Dia dianggap telah berkhianat dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Mandela kemudian bebas setelah 27 tahun mendekam di balik jeruji besi. Pada 1994, Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan
Sistem Apartheid
Pembantaian Sharpeville terjadi di Afrika Selatan yang menyangkal hak dan kebebasan siapa pun yang tidak dianggap "kulit putih" di bawah sistem yang disebut "apartheid".
Apartheid sendiri "keterpisahan" dalam bahasa Afrika. Konsep tersebut didukung, disahkan dan dipromosikan oleh Partai Nasional, yang dipilih di Afrika Selatan pada tahun 1948 oleh minoritas pemilih kulit putih.
Undang-undang apartheid menempatkan semua orang Afrika Selatan ke dalam empat kategori ras: "kulit putih/Eropa", "penduduk asli/kulit hitam", "kulit berwarna", (orang dari "ras campuran") atau "India/Asia". Orang kulit putih, yang jumlahnya hanya 15 persen dari populasi Afrika Selatan, berdiri di puncak, memegang kekuasaan dan kekayaan. Sedangkan orang kulit hitam Afrika Selatan (80 persen dari populasi) tersisihkan. Undang-undang apartheid membatasi hampir setiap aspek kehidupan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Beberapa undang-undang yang paling rasis adalah undang-undang izin, yang memaksa orang kulit hitam Afrika Selatan untuk membawa izin setiap saat. Hukum semacam itu telah ada sebelum apartheid, tetapi di bawah apartheid, hukum itu menjadi jauh lebih buruk. Pemerintah menggunakan undang-undang izin untuk mengontrol pergerakan orang kulit hitam Afrika Selatan, membatasi tempat mereka untuk bekerja dan tinggal.
Perlawanan di Sharpeville
Selama bertahun-tahun, banyak orang Afrika Selatan memilih untuk memprotes undang-undang apartheid secara damai, termasuk undang-undang pengesahan. Pada bulan Maret 1960, sebuah kelompok yang disebut Kongres Pan Afrika (PAC) memutuskan untuk mengorganisir protes damai di kota kulit hitam Sharpeville. Rencananya pengunjuk rasa akan berbaris ke kantor polisi setempat tanpa izin mereka dan meminta untuk ditangkap.
Pada 21 Maret 1960, ribuan warga Afrika Selatan menuju kantor polisi Sharpeville. Mereka berkumpul dalam aksi protes yang berjalan damai. Dalam kesempatan tersebut, mereka menolak membawa identitas khusus yang diberikan pemerintah pada warga kulit hitam.
Aksi protes itu pun diwarnai dengan lagu dan tarian. Semua tampak ceria di tengah kerumunan massa tersebut. Namun suasana menjadi mencekam kala polisi dan kendaraan lapis baja bermunculan dalam jumlah yang tak sedikit. Jet militer mulai terbang, dan tanpa peringatan, polisi menembaki massa yang tidak bersenjata.
journal.lutte-ouvriere.org
Seorang saksi mata yang berada di tempat kejadian, Lydia Mahabuke menceritakan bagaimana mengerikannya kondisi kala itu. Dia dan sekelompok orang yang asik menari dan bernyanyi, tiba-tiba dihujani rentetan peluru. Satu per satu orang mulai berjatuhan, darah mulai membasahi kawasan tersebut. Suasana kian riuh, orang-orang berlarian ke sana ke mari berusaha mencari perlindungan dari serangan brutal tersebut.
Dampak Penembakan
Setelah penangkapan, semua orang takut membicarakan tragedi itu. Namun, jauh dari Sharpeville, banyak orang mengekspresikan kemarahan mereka baik di dalam maupun di luar Afrika Selatan. Untuk memprotes pembantaian tersebut, Kepala Albert Luthuli, Presiden Jenderal Kongres Nasional Afrika (ANC) membakar izinnya sendiri.
Nelson Mandela dan anggota ANC lainnya juga membakar identitas khususnya mereka sebagai bentuk solidaritas. Tak lama kemudian, pada 30 Maret, sekitar 30.000 pengunjuk rasa berbaris ke Cape Town untuk memprotes penembakan tersebut.
oladooculto.com
Banyak negara di dunia mengutuk kekejaman itu. Pada tanggal 1 April, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang mengutuk pembunuhan tersebut dan menyerukan pemerintah Afrika Selatan untuk meninggalkan kebijakan apartheidnya.
Sebulan kemudian, Majelis Umum PBB menyatakan bahwa apartheid merupakan pelanggaran terhadap Piagam PBB. Ini adalah pertama kalinya PBB membahas apartheid. Enam tahun kemudian PBB menyatakan bahwa 21 Maret sebagai Hari Internasional Penghapusan Diskriminasi Rasial. (mdk/ank)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pasukan elite baret hijau Belanda membantai ratusan warga Rawagede, Karawang. Ini pengakuan saksi tentang kejadian mengerikan itu.
Baca SelengkapnyaHari Korban 40 Ribu Jiwa kembali diperingati di Monumen Korban 40 Ribu Jiwa, Kota Makassar.
Baca SelengkapnyaKerusuhan yang terjadi di stadion Guinea mengakibatkan 56 orang kehilangan nyawa, dipicu oleh keputusan wasit dan kerusuhan di antara penonton.
Baca SelengkapnyaMelihat korban terkapar dengan kondisi luka, pelaku RS kemudian melarikan diri.
Baca SelengkapnyaPeristiwa tragis ini berlangsung antara Desember 1946 hingga Februari 1947.
Baca SelengkapnyaSimak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.
Baca SelengkapnyaAksi unjuk rasa berujung bentrokan berdarah antara pengunjuk rasa dan polisi itu dipicu oleh rencana kenaikan pajak.
Baca SelengkapnyaKerusuhan sebelumnya pecah di Dogiyai pada Kamis (13/7) kemarin.
Baca SelengkapnyaWesterling tiba di Makassar pada 5 Desember 1946, tanpa basa-basi mereka langsung membuat teror dan mimpi buruk bagi masyarakat setempat.
Baca SelengkapnyaKIsah pembantaian masyarakat Aceh oleh penjajah Belanda.
Baca SelengkapnyaKerusuhan itu terjadi akibat provokasi yang dilakukan sejumlah pihak saat mediasi berlangsung.
Baca SelengkapnyaMengenal 'petrus' penembak misterius bagi orang yang dianggap sebagai penjahat di masa Orde Baru.
Baca Selengkapnya