Menilik Jejak Academie de Marine yang Kini Jadi Toko Merah Jakarta, Dulu Jadi Akademi Paling Disiplin
Adapun keberadaan sekolah ini hanya mampu bertahan selama 13 tahun, terhitung sejak pertama dibuka pada 1742 hingga 1755.
Jauh sebelum STOVIA berdiri di Batavia, terdapat sebuah sekolah dengan standar pendidikan tinggi bernama Academie de Marine. Sesuai namanya, para lulusan akan bekerja pada sektor kelautan yang dikelola oleh pemerintah Belanda.
Sekolah ini diresmikan pada 1742, di lokasi yang kini menjadi bangunan tua Toko Merah wilayah Pinang Siang, Jalan Kali Besar Barat, Kelurahan Roa Malaka, Kecamatan Tambora, Kota Jakarta Barat.
-
Apa itu Madrasah Adabiah? Madrasah Adabiah atau yang diartikan 'Sekolah yang Beradab' ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad. Kemudian madrasah ini berubah menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS) Adabiah pada tahun 1915. Mr. Assaat, merupakan salah satu alumni generasi awal Madrasah Adabiah.
-
Apa nama sekolah elit peninggalan Belanda di Bandung? Pada masanya, sekolah itu bernama Hogere Burger School (HBS).
-
Dimana sekolah itu berada? Peristiwa itu terjadi di Sekolah Al-Awda di Abasan al-kabira, bagian selatan Jalur Gaza dekat Khan Younis.
-
Mengapa Museum Bahari di Jakarta Utara penting? Berbicara soal jejak kejayaan rempah, Museum Bahari di Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, menjadi tempat yang cocok untuk napak tilas masa silam.
-
Dimana struktur bata merah Majapahit ditemukan? Struktur bata merah diduga peninggalan era Kerajaan Majapahit ditemukan saat ekskavasi lapangan sepak bola di Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
-
Di mana Akademi Militer Magelang berlokasi? Pembentukan Akmil dimulai saat Militaire Academie (MA) dibentuk di Yogyakarta 31 Oktober 1945. Sempat berdiri beberapa pendidikan perwira TNI AD sebelum diintegrasikan tahun 1961 di Magelang. Di sinilah para pemimpin Angkatan darat memulai karirnya.
Bisa dikatakan sekolah ini menerapkan disiplin paling ketat pada masanya, karena para siswa yang tidak mengerjakan tugas akan diasingkan di pulau terpencil sebagai sebuah hukuman.
Di sekolah ini juga rentan terkena rasisme, karena mengutamakan siswa yang beragama Protestan dan berasal dari golongan Eropa. Meski demikian, lulusan dari sekolah ini memiliki standar keilmuan tinggi hingga dipercaya menjalankan operasional kapal-kapal dagang milik kongsi dagang VOC.
Yuk kenalan dengan sekolah paling “menyeramkan” di Batavia berikut ini.
Kalangan Eropa Menjadi Priotas Siswa
Merujuk dinaskebudayaan.jakarta.go.id, sekolah ini sejak awal memang disiapkan oleh Gubernur Jenderal Belanda Gustaaf Willem baron van Imhoff untuk menyokong perdagangan VOC yang kala itu mulai menurun.
Para siswa kemudian diambil dari pekerja kapal-kapal VOC, lalu diberi pendidikan seputar kelautan dan manajemen kongsi dagang. Mereka yang bersekolah di sini harus berlatih disiplin yang tinggi, agar dapat menyerap materi pembelajaran dengan baik.
Pendidikan harus diselesaikan selama empat tahun, dengan jam belajar ketat sejak pagi hingga sore dan wajib menaati jam istirahat di asrama.
Syarat Masuk yang Ketat
Meski kebanyakan diambil dari para pekerja di kapal VOC, namun para siswa yang dipersiapkan menjadi kadet ini harus dipilih secara ketat.
Beberapa syarat utama agar lolos seleksi Academie de Marine Batavia ini adalah harus lahir dari perkawinan yang sah, memiliki pribadi yang berkelakuan baik, berumur 12 sampai 14 tahun, beragama Kristen Protestan, pernah menjalani pelayaran minimal 6 bulan dan mengenal beberapa istilah dalam dunia perkapalan.
Ketatnya sekolah ini membuat tindakan diskriminasi amat tinggi. Salah satu yang rentan adalah ketika terdapat kelas umum navigasi. Karena ada superioritas dari para kadet, maka siswa umum di kelas tersebut kerap direndahkan.
Jam Belajar Mulai Pukul 06:00 WIB
Merujuk Majalah Arkeologi Indonesia, kegiatan pembelajaran dimulai sejak pukul 06:00 WIB. Para siswa bangun pada pukul 05:00 WIB, kemudian bergegas mandi dan sarapan. Setelah itu, mereka mengikuti kebaktian pagi dan lanjut kelas pertama pukul 07:00 WIB.
Dari pagi hingga pukul 12:00 WIB, siswa mempelajari berbagai materi seperti bahasa Latin, bahasa Moor, manajemen navigasi, dan keterampilan menulis. Setelah sesi ini, mereka beristirahat dan makan siang dari pukul 12:00 hingga 13:00 WIB, dilanjutkan dengan persiapan untuk sesi pelajaran berikutnya.
Sejak pukul 13:00 hingga 17:00 WIB, para siswa belajar menggambar, seni membangun kapal, dan keterampilan juru mudi kapal. Khusus hari Rabu dan Sabtu, kurikulum diperluas dengan materi teologi, dansa, anggar, menunggang kuda, serta latihan menggunakan senjata.
Hukum Kurungan hingga Diasingkan di Pulau Terpenci
Ketatnya pendidikan berbanding lurus dengan hukuman yang diterima para siswa. Terkadang, ada patroli mendadak dari pihak sekolah untuk mengamankan siswa yang tidak disiplin istirahat. Jika kedapatan belum tidur dan membaca bacaan terlarang, petugas akan langsung mengurungya selama 4 hari.
Kemudian, kadet yang dihukum tersebut juga akan dibatasi makanannya dan hanya boleh menyantap nasi tanpa lauk pauk dengan porsi sedikit selama 4 hari. Kemudian hukuman juga akan dilengkapi dengan denda yang tidak sedikit.
Level tertinggi hukuman akan diberikan kepada mereka yang tidak mengerjakan tugas dengan baik. Biasanya, para kadet akan ditawan di pulau terpencil teluk Jakarta seperti pulau Onrust atau pulau Edam. Selama itu mereka tidak dapat makan, dan harus mencari sendiri dengan bekerja di galangan kapal setempat.
Selama menjalani hukuman, uang saku tidak bisa dicairkan dan menjadi hak milik akademi tersebut.
Hanya Bertahan 13 Tahun
Adapun keberadaan sekolah ini hanya mampu bertahan selama 13 tahun, terhitung sejak pertama dibuka pada 1742 hingga 1755. Alasan sekolah tersebut ditutup lantaran kekurangan siswa dan biaya operasional yang membengkak.
Sebelumnya, penanggung jawab akademi sudah mencoba untuk terus mempertahankan lembaga pendidikan kemaritiman tersebut. Namun, setelah Pauz Paulus yang saat itu menjadi direktur akademi sekaligus Kepala Pembuat peta Laut pemerintahan Belanda terlibat skandal uang, sekolah terus mengalami kerugian.
Agar tetap berdiri, sejumlah kebijakan diterapkan pemerintah Belanda seperti hukuman denda, pengaturan pajak hiburan (sabung ayam), pagelaran wayang Potehi sampai denda dari Pauz Paulus yang kedapatan menggelapan dana sekolah.
Sisa Kejayaan Bisa Dilihat di Ruang Kolonial Museum Nasional
Setelah sekolah ditutup, bangunan difungsikan sebagai Toko Merah. Beruntung, karena beberapa bekas kejayaannya masih bisa disaksikan masyarakat luas yang penasaran dengan keberadaan Academie de Marine.
Saat ini, barang-barang peninggalannya masih tersimpan apik di ruang kolonial museum tersebut. Beberapa barang di antaranya lubang ventilasi pintu, dengan ukiran gadis yang tengah memegang teleskop.