Jeritan Hati Ibu Lihat Anaknya Dibullying Gara-Gara PlayStation: Kayak Boneka, Enggak Ada Harga Dirinya
Aksi perundungan itu sempat terekam kamera gawai dan tersebar luas ke media sosial hingga akhirnya menjadi perbincangan warganet.
Aksi perundungan itu sempat terekam kamera gawai dan tersebar luas ke media sosial hingga akhirnya menjadi perbincangan warganet.
Jeritan Hati Ibu Lihat Anaknya Dibullying Gara-Gara PlayStation: Kayak Boneka, Enggak Ada Harga Dirinya
Peristiwa memilukan menimpa seorang bocah berinisial MRM (8). Bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) itu menjadi korban perundungan atau bullying oleh teman sebayanya berinisial RM (10).
Miris, bocah itu dirundung dengan cara dipukul dan ditendang berkali-kali hanya gara-gara menang bermain PlayStation (PS) dari pelaku di sebuah rental kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Minggu (24/9) lalu.
Aksi perundungan itu sempat terekam kamera gawai dan tersebar luas ke media sosial hingga akhirnya menjadi perbincangan warganet.
Perundungan itu menyayat hati S (30), ibu korban. Perasaan S campuk aduk. Sedih, kesal, emosi. Hatinya seketika hancur menyaksikan video anaknya menjadi sasaran penganiayaan dari sekian banyak anak yang ada di lokasi kejadian.
"Anak saya sampai kayak boneka ya. Benar-benar kayak enggak ada harga dirinya," kata S kepada wartawan di kediamannya kawasan Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (3/10).
Sang ibunda mengaku semula tidak tahu anaknya menjadi korban bullying. Sebab setelah kejadian, anaknya pulang ke rumah seperti biasa tanpa ada keluh kesah.
Hanya saja diungkapkan S, berselang beberapa jam kemudian, suaminya mendapat rekaman video melalui status WhatsApp yang membuatnya naik pitam.
Dalam video itu menampilkan detik-detik anaknya yang sudah tidak berdaya akibat dianiaya.
"Ayahnya tumben banget itu lihat WA. Saya lagi ngelayanin, ada yang beli (dagangan) terus suami saya teriak 'dek ini apaan?' 'apanya?' 'ini anak elu digebukin lu enggak tahu?' 'apanya digebukin?' saya begitu. Lihat nih WA," cerita ibunda korban.
Sang suami yang melihat video tersebut menurut S, langsung mendatangi lokasi kejadian dan mencoba mengonfirmasi peristiwa yang menimpa anaknya.
Setiba di lokasi kejadian, ayah korban mempertanyakan kepada pemilik rental PS yang mengaku tidak tahu adanya aksi bullying di tempat usahanya. Pemilik rental beralasan tidak tahu menahu perihal itu karena saat itu tengah tidur.
Sedangkan S, mengecek kondisi anaknya. Benar saja, saat dilihat terdapat benjolan dan korban mengaku kesakitan ketika beberapa anggota tubuh dicek.
"Cuma kalau dipegang badannya agak sakit, 'ma sakit' katanya begitu yang kepalanya juga sakit. Saya enggak tahu kepalanya sudah benjol, cuma anaknya enggak cerita, enggak bilang sakit apa gimana gitu," kata S.
Aksi Bullying Bukan Pertama Kali Terjadi
Sebetulnya, aksi perundungan bocah yang hanya berumur delapan tahun 10 bulan tersebut bukanlah pertama kali dialaminya.
Sekitar dua atau tiga tahun yang lalu, menurut ibunda MRM, anak pertamanya itu juga pernah mengalami hal serupa, namun kali ini dengan pelaku yang sama.
Kala itu perkaranya hanya sekedar berebut gawai. Teman sebayanya itu memukul MRM di depan sang ibunda.
"Anak saya enggak dikasih main handphone, nah itu di depan saya aja dia berani jitak, jitaknya kenceng banget sampai saya bilang gini ‘elu di depan orang tuanya aja berani ngejitak, gimana kalau enggak ada orang tuanya’ saya ngomong begitu," beber sang Ibunda.
Rupanya hal itu kerap terjadi, terbukti setiap kali MRM pulang ke rumah selalu menangis karena dibully secara fisik.
Hanya saja, S tidak dapat berbuat banyak karena tidak bukti akan hal tersebut. Di saat yang bersamaan lama-kelamaan hal itu hanya jadi pemakluman bagi orang tua pelaku saja.
Kukuhnya Orang Tua Korban Ingin Buat Efek Jera Pelaku
Atas kejadian yang beberapa waktu viral, orang tua S sepakat agar membuat efek jera terhadap teman sebaya MRM dengan membuat laporan ke Polres Jakarta Barat.
Meskipun sebelum itu, pihak RT dan RW sudah membuka ruang agar diselesaikan secara damai. Tapi, suami S kukuh tidak ingin membuka pintu damai. Dia menegaskan untuk efek jera tidak perlu harus berakhir dengan di balik jeruji.
"Suami enggak terima, intinya biar ada efek jera. Mau yang kecil mau yang gede mau yang umurnya kurang, itu tetap biar benar-benar ada efek jeranya," ungkap S.