Kisah Hidup Pakdhe Nurdin, Dulunya Hidup Bak Preman Sekarang Jadi Maestro Nasi Goreng
Nasi Goreng Pakdhe, begitu Pakdhe Nurdin memberi nama makanan yang ia jual, merupakan perpaduan unik antara cita rasa bakmi Jawa dan bumbu masakan Chinese.
Sebuah kehangatan dari kisah hidup yang tak biasa
Kisah Hidup Pakdhe Nurdin, Dulunya Hidup Bak Preman Sekarang Jadi Maestro Nasi Goreng
Pakdhe Nurdin adalah seorang pemilik rumah kos putri di kawasan Cempaka Sari, Gunungpati, Semarang. Tak ingin menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk saja, pria 56 tahun itu berinisiatif untuk memulai bisnis nasi goreng. Nasi Goreng Pakdhe, begitu Pakdhe Nurdin memberi nama makanan yang ia jual, merupakan perpaduan unik antara cita rasa bakmi Jawa dan bumbu masakan Chinese. Bak seorang maestro kuliner, perpaduan cita rasa dua kutub kuliner berbeda menciptakan cita rasa yang tak tertandingi."Alhamdulillah Pakdhe mendapat keuntungan melimpah dengan ini. Pakdhe mampu menjual puluhan porsi nasi goreng tanpa rasa khawatir merugi sebab waktu juga pakdhe gunakan untuk beribadah,"
Pakdhe Nurdin
-
Bagaimana Pak Minto memasak nasi gorengnya? Demi mempertahankan cita rasa, Pak Minto tetap memasak nasi gorengnya di atas api arang dengan menggunakan wajan baja. Nasi gorengnya juga dimasak per porsi satu per satu agar kualitasnya terjaga.
-
Kenapa Nasi Goreng Pak Minto terkenal? Rugi rasanya berkunjung ke Salatiga kalau tidak mencicipi Nasi Goreng Pak Minto.
-
Apa yang khas dari Nasi Goreng Pak Minto? Nasi goreng Pak Minto sendiri menganut model Magelangan atau Gunungkidul yang menyertakan sedikit mi sebagai bahan campuran.
-
Bagaimana Pak Raden memulai karier sebagai pendongeng? Pak Raden memulai karier sebagai pendongeng dengan membuat ilustrasi cerita anak.
-
Apa itu Nasi Goreng Parahyangan? Bagi para pengguna kereta api di pulau Jawa, pasti tidak asing dengan menu nasi goreng Parahyangan. Menu ini tersedia di seluruh kereta jarak jauh, dengan rasa yang lezat dan berbumbu khas nusantara.
-
Bagaimana Pak Nur menjaga kualitas nasi uduk? Walau demikian, nasi uduk beserta lauk yang dimasak tetap mengutamakan kualitas, sehingga rasa autentik Betawi yang gurih, manis dan sedikit pedas tetap terjaga.
Liputan6
Perjalanan hidup Pakdhe Nurdin penuh lika-liku. Pada tahun 1990 hingga 2012, ia berkarier sebagai importir di pelabuhan. Namun saat usia senja menghampiri, ia meninggalkan pekerjaan itu. Pakdhe Nurdin banting setir dan mencoba berbagai bisnis untuk bertahan hidup. Pada tahun 2013, ia menjajakan susu segar di Solo. Pakdhe Nurdin kemudian pindah ke Jakarta untuk menemani anaknya yang kuliah hingga tahun 2017. Setelah sang anak mendapatkan pekerjaan di Jakarta, ia pindah ke Magelang. Di Magelang, ia mencoba berbagai bisnis seperti angkringan hingga menjual snack di warung. Pada akhirnya di tahun 2019, ia kembali ke kota kelahirannya di Semarang. ia mendapatkan undangan istimewa untuk mengelola sebuah kos-kosan putri.Pendapatan dari hasil jualan mampu membawa anak-anaknya melangkah hingga ke jenjang pendidikan sarjana. Salah satu anak pertamanya telah berhasil lulus dari kuliah jurusan IT.
"Alhamdulillah sekarang cukup. Soalnya dulu waktu banyak uang hasil kerja di pelabuhan tapi tetap merasa tidak cukup karena banyak dipakai untuk hal nggak baik,"
Pakdhe Nurdin
Liputan6
Pilihan Pakdhe Nurdin untuk meniti jalan hidup menjadi orang yang lebih bersahaja dengan berjualan nasi goreng tak lahir dari proses instan. Dulu gaya hidupnya seperti preman, pulang tengah malam, mengonsumsi alkohol, dan merokok. Ia mengaku dulu telah terjerumus dalam banyak dosa, namun kini ia berupaya memperbanyak amal dan bertaubat. Sekarang Pakdhe Nurdin telah mendapat hidayah. Terbukti dari banyak kutipan dan rasa syukur yang dilontarkan pakdhe. Raut wajah dan mata pakdhe ikut berbicara ketika membahas keluarga. Terasa rasa sayang mendalam yang ia ungkapkan lewat kata-kata. Rutinitasnya kadang melelahkan, namun semua ia jalani dengan penuh semangat. Selain menjalankan usaha nasi gorengnya, ia juga membersihkan kebun, menyapu sampah, dan dengan tulus membantu anak kos.