Kisah Pengusaha Anyaman Pandan dari Kebumen, Berdayakan Masyarakat Sekitar
Merdeka.com - Muhammad Suwoto (37) pada awalnya tak pernah terpikir untuk menjadi seorang perajin anyaman pandan. Ini semua berawal dari saat ia pindah ke kampung halaman istrinya di Desa Karanggayam, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen.
Di sana, Suwoto memulai lembaran baru kehidupan dengan bekerja sebagai petani. Pada waktu itu, ia melihat banyak masyarakat di tempat tinggal barunya yang bekerja sebagai penganyam. Bahkan mereka belanja kebutuhan sehari-hari dan membayarnya dengan anyaman hasil kebutuhan mereka.
Pada tahun 2013, anyaman hasil kerajinan masyarakat setempat makin menumpuk di rumah. Tebersit niat Suwoto untuk menjual produk dari warga di tempat tinggalnya ke luar desa. Memang produknya laku di pasar. Tapi itu tak berlangsung lama. Pada tahun 2014 pasar kerajinan di Kebumen lesu. Makin sedikit pengepul yang berminat untuk membeli produk anyaman yang dijual Suwoto.
-
Siapa pendiri Pabrik Tenun Kesono? Berdiri pada tahun 1935, pabrik ini dulunya jadi pabrik tenun terbesar di Jawa Timur. Pendirinya adalah keluarga Bin Martak, yang sebelumnya mendirikan pabrik tenun pertama di Surabaya.
-
Gimana perajin tahu di Dusun Kanoman olah tahu? Para perajin di Dusun Kanoman begitu telaten dalam membuat tahu. Setelah tahu jadi, mereka mengolahnya lagi jadi tahu kempong dan tahu kepal. 'Kalau tahu kempong itu bisa dibuat tahu isi. Kalau untuk tahu kepalnya bisa dibuat bacem,' kata Hendro.
-
Siapa yang membantu UMKM batik tulis Kebon Indah? Berkat bantuan dari BRI, para perempuan ini bisa tetap bersemangat nguri-uri kebudayaan batik tulis yang merupakan warisan nenek moyang.
-
Mengapa batik ciprat Desa Kemudo menjadi UMKM unggulan? Gradasi warna dengan motif yang indah membuat batik ciprat ini jadi UMKM unggulan di Desa Kemudo
-
Siapa pengusaha sukses asal Sumut itu? Marihad Simon Simbolon adalah sosok penting di balik suksesnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang logistik, perminyakan, dan industri kelapa sawit.
-
Siapa yang melatih warga Sojiwan membuat batik? Mereka mendapat pelatihan di Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
Maka dari itu pada tahun berikutnya, ia mencoba menjual produk anyaman pandan ke Yogyakarta dan Tasikmalaya. Di tempat-tempat itu, anyaman diolah menjadi produk jadi oleh perajin setempat.
Dari sanalah muncul keinginan Suwoto untuk membuat produk jadi. Ditambah lagi waktu itu produk anyaman di Desa Karanggayam kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat.
Mengajak Tetangga
©Istimewa
Pada akhirnya Suwoto mengajak para tetangganya untuk ikut kursus menjahit. Dari hasil kursus itu, Suwoto mengajak para penganyam di Karanggayam untuk membuat produk jadi dari hasil anyaman yang telah mereka buat.
“Bahkan untuk memotivasi mereka, saya membohongi mereka dengan membuat order fiktif. Saya minta mereka untuk produksi banyak demi memenuhi orderan. Padahal saya sendiri yang order. Tapi mereka tidak tahu,” kata Suwoto saat dihubungi Merdeka.com pada Kamis (22/6).
Pada tahun 2017 mereka memperoleh pesanan yang cukup banyak dari institusi pemerintah di Kebumen. Jumlahnya mencapai ratusan. Dari sana produk jadi kerajinan anyaman Suwoto beserta para warga Karanggayam mulai dikenal. Apalagi produknya bervariasi mulai dari tas, topi, kipas, kotak kado, dan lain sebagainya. Namun untuk bisa membuat produk tersebut itu perlu biaya modal awal.
“Saya awalnya mengajak mereka untuk iuran mengumpulkan modal. Kalau untung dibagi bersama, tapi kalau rugi ditanggung bareng-bareng. Karena tidak ada yang mau ambil resiko makanya saya ambil alih untuk menanggung modalnya,” terangnya.
Perlahan-lahan namun pasti usahanya makin berkembang. Produk yang kemudian diberi nama brand Jaxee itu bisa tembus mulai dari pasar nasional hingga luar negeri. Bahkan pada tahun 2018, brand milik Suwoto pernah mendapat juara pertama sebagai brand lokal terbaik se-Kebumen.
Titik Tertinggi
©Istimewa
Pada awal masa pandemi COVID-19, kerajinan anyaman Suwoto tidak terdampak. Justru pada saat itu ia mendapat langganan konsumen dari Malaysia.
“Pada saat pandemi ini justru omzet kami mencapai titik tertinggi. Kalau normalnya rata-rata omzetnya Rp40-50 juta per bulan, kalau waktu itu kami mencapai Rp150 juta,” kata Suwoto.
Omzet yang telah diperoleh kemudian dibagi lagi kepada para pekerja maupun warga desa yang ikut membuat produk. Total ada lebih dari 100 orang warga desa yang diberdayakan Suwoto. Tak hanya memberdayakan lewat pelatihan pembuatan kerajinan anyaman pandan, Suwoto juga memberdayakan mereka lewat pengolahan lahan. Suwoto mengajak mereka untuk mengolah lahan-lahan kosong untuk menjadi ladang tanaman pandan.
“Jadi sebelum ada lahan itu warga mengambil daun-daun pandan yang tumbuh liar di kebun. Kini mereka punya kelompok tani yang khusus menanam pandan. Dari hasil pertanian kami bisa memanennya sebagai bahan baku yang kemudian diolah menjadi produk kerajinan,” kata Suwoto.
Walaupun bisnisnya terus berkembang, namun Suwoto tetap ingin belajar dan terus memperdalam ilmu dalam dunia kewirausahaan. Ia pun bergabung untuk mengikuti program Pengusaha Muda Brilian yang diadakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Melalui program tersebut, Suwoto memperoleh ilmu bagaimana langkah-langkah membangun usaha dari bawah demi mencapai target bisnis di masa depan. Sebelum mengikuti program tersebut, Suwoto mengaku belum punya rencana yang jelas dalam membangun bisnis. Semua yang ia lakukan semata-mata untuk berdagang dan memperoleh penghasilan.
“Manfaat lainnya tentu memperluas circle pertemanan dari kalangan pengusaha. Selain itu membangun relasi dengan bank membuat akses permodalan jadi lebih mudah,” ujarnya.
Dalam membangun usahanya, Suwoto berharap ke depan punya rumah produksi sendiri. Selama ini produk-produk kerajinannya masih diproduksi di rumah pribadinya. Selain itu ia berharap produknya bisa terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, dan dengan begitu tingkat kesejahteraan para perajin anyaman pandan di desanya makin meningkat. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Untuk pasar ekspor, produk ini dikirim ke sejumlah negara seperti Amerika, Dubai dan Australia, sampai Maldives.
Baca SelengkapnyaPria asal Banyuwangi ini dulu jualan pelepah pisang door to door, kini jadi saudagar produk kerajinan yang laris di pasar luar negeri. Ini kunci kesuksesannya.
Baca SelengkapnyaPembeli gazebo buatan Suherman dan para pekerjanya tidak hanya diminati di pasar Indonesia, tetapi juga menarik minat pembeli luar negeri.
Baca SelengkapnyaBudi menjual anyaman atap ilalang buatannya yang berukuran sekitar 2,5 meter x 1,5 meter seharga Rp 15 ribu per lembar.
Baca SelengkapnyaPengrajin barang bekas dari kayu dan biji-bijian bernama Samsul Arifin sangatlah inspiratif.
Baca SelengkapnyaUsaha yang telah dirintis sejak tahun 2009 lalu kini berkembang dan bisa mempekerjakan 10 orang karyawan
Baca SelengkapnyaSeorang pemuda tepian Rawa Pening memberdayakan masyarakat dalam mengolah eceng gondok menjadi kerajinan yang punya nilai jual.
Baca SelengkapnyaSelain memproduksi, Dendi juga memiliki misi lain yakni ingin membantu perekonomian warga di sekitar tempat tinggalnya.
Baca SelengkapnyaSuprianto nekat mencari modal usaha dengan cara jadi buruh migran. Ia lalu pulang untuk membangun bisnis sendiri dan kini jadi tokoh pertanian penting di desa.
Baca SelengkapnyaKeberadaan para pengrajin bawang di Kampung Jaha tak lepas dari peran Soeparno yang dianggap sebagai 'guru'.
Baca SelengkapnyaProduk Virage Awie pun semakin mendunia dikenal di mancanegara, seperti Prancis, Jepang, Filipina, India dan Malaysia.
Baca SelengkapnyaDi sini, pengunjung bisa mengetahui seluk beluk angklung.
Baca Selengkapnya