Kisah Perjalanan Arthur Rimbaud, Penyair Besar Prancis yang Pernah Berkelana ke Tanah Jawa
Rimbaud rela menjadi seorang serdadu militer demi memenuhi hasratnya berkelana ke Pulau Jawa
Rimbaud rela menjadi seorang serdadu militer demi memenuhi hasratnya berkelana ke Pulau Jawa
Kisah Perjalanan Arthur Rimbaud, Penyair Besar Prancis yang Pernah Berkelana ke Tanah Jawa
Jean Nicolas Arthur Rimbaud, merupakan seorang penyair besar Prancis pada abad ke-19. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam bidang sastra, musik, dan seni modern.
-
Siapa yang pergi ke Prancis? Ketiganya, yakni Lionel, Diego, dan Sabrina, anak-anak Donna Agnesia dan Darius Sinathrya, memiliki ikatan yang sangat erat.
-
Siapa yang berlibur ke Prancis? Sudah beberapa hari ini Aura Kasih berada di Prancis.
-
Mengapa Romualdo Locatelli datang ke Jawa? Ia datang ke Pulau Jawa pada tahun 1939, lanjut ke Pulau Bali pada tahun 1940.
-
Siapa Ratu terkenal di Jawa? Salah satu tokoh Kerajaan Holing yang mencuri perhatian dunia adalah Ratu Shima.
-
Siapa yang dijuluki 'Singa dari Jawa Barat'? Sebelumya, ia lahir di Buntet, Cirebon pada 7 Maret 1922 dan saat ini telah dikenang sebagai ulama berjuluk 'Singa dari Jawa Barat' karena keberaniannya.
-
Siapa yang dirayakan di Hari Puisi Indonesia? Hari Puisi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 26 Juli merupakan momen bersejarah yang diinisiasi untuk menghormati salah satu maestro puisi Indonesia, Chairil Anwar.
Lahir dari keluarga kelas menengah di Charleville, Prancis, pada 20 Oktober 1854, bakat Rimbaud sebagai seorang penyair telah terlihat sejak kecil. Pada usianya yang masih menginjak 15 tahun, ia telah memenangkan banyak hadiah sebagai seorang penyair.
Namun saat itu pula ia tumbuh sebagai anak muda yang nakal. Ia sering kabur dari rumah, menjadi seorang anarkis, mulai minum minuman keras.
Ia juga kerap menghibur diri dengan mengejutkan orang-orang kaya setempat lewat pakaiannya yang compang-camping serta rambutnya yang gondrong.
Pada tahun 1873, Rimbaud menuliskan antalogi puisi berjudul Saison Un Enfer (Semusim di Neraka). Karyanya ini banyak dianggap sebagai salah satu contoh pioner penulisan simbolis modern.
Dilansir dari Goodnewsfromindonesia.id, Rimbaud mulai hidup menggelandang tahun 1875. Perjalanannya merentang dari kota-kota di Eropa hingga Afrika.
Bahkan karena tidak punya uang untuk pengelanaannya yang lebih jauh, ia memilih menjadi serdadu bayaran kerajaan Hindia-Belanda (KNIL).
Saat itu Rimbaud memilih Pulau Jawa sebagai tujuan pengelanaannya karena baginya pulau itu merupakan surga tropis bagi orang-orang Eropa.
Dengan menumpang kapal Prins van Oranje, Rimbaud melakukan perjalanan panjang menuju tanah Jawa pada 10 Juni 1876. Pada 22 Juli 1876, ia berlabuh di Batavia.
Pada 2 Agustus 1876, Rimbaud dan serdadu lain tiba di Semarang, untuk selanjutnya bertolak ke barak di daerah Tuntang, Salatiga.
Bukannya mendapatkan petualangan yang seru, di barak Tuntang Rimbaud mengalami pergolakan batin karena harus melihat kompatriotnya, Auguste Michaudeau meninggal akibat penyakit misterius di sana.
Nyali Rimbaud untuk meneruskan pengelanaannya semakin menciut saat ia tahu bahwa kesatuannya akan diberangkatkan sebagai prajurit tempur untuk Perang Aceh.
Apalagi cerita tentang kegigihan para pejuang Aceh dan banyaknya korban dari kesatuan Belanda membuat Rimbaud memutuskan untuk melarikan diri.
Pada 15 Agustus 1876, Rimbaud melarikan diri dari kamp militer dengan berpura-pura meminta izin untuk ibadah. Namun sebenarnya ia lari ke Pelabuhan Semarang menggunakan dokar hingga bertemu dengan pelaut Inggris untuk bisa berlayar kembali ke Eropa. Ia akhirnya tiba kembali di Prancis pada 9 Desember 1976.
Pada Desember 1878 ia berangkat menuju Larnaca, Sipurs dan bekerja sebagai mandor di penambangan batu. Namun enam bulan kemudian ia harus meninggalkan Siprus karena penyakit.
Pada tahun 1880 ia melanjutkan pengelanaannya ke Aden, Yaman, untuk bekerja pada sebuah perusahaan di sana.
Empat tahun kemudian ia keluar dari perusahaan dan menjadi pedagang di Harar, Ethiopia.
Pada Mei 1891, Rimbaud menderita kanker di lutut kanan dan membuat kakinya harus diamputasi. Namun seiring waktu, kondisi kesehatannya semakin memburuk. Ia akhirnya meninggal di Marseille, Prancis pada 10 November 1891 dalam usia 37 tahun.