Mencicipi Nikmatnya Kopi Banjarsari Magelang, Sudah Terkenal Sejak Zaman Kolonial Belanda
Rasa kopi Banjarsari punya karakter khas yang tidak bisa dijumpai di tempat lain, di antaranya adalah rasa pahitnya karena kandungan gulanya rendah
Di Kabupaten Magelang, ada sebuah desa yang terkenal dengan kelezatan kopinya. Namanya Desa Banjarsari. Kelezatan kopi di sana sudah terkenal sejak zaman kolonial Belanda.
Kepala Desa Banjarsari, Muhammad Aspuri, mengatakan bahwa wilayah Desa Banjarsari sendiri terdiri dari tujuh dusun. Desa itu memiliki luas lahan sekitar 269,195 hektare.
-
Kenapa Kampung Kopi Gombengsari dikenal sebagai penghasil kopi? Mengutip banyuwangikab.go.id, Kampung Kopi Gombengsari menghasilkan kopi robusta berkualitas sebanyak 700 ton setiap tahunnya.
-
Dimana kopi Priangan terkenal? Karena terkenalnya kopi dari Jawa Barat, orang Eropa menyebutnya a cup of Java Mereka tidak menggunakan istilah secangkir kopi, tetapi secangkir Java.
-
Apa kuliner yang terkenal di Bandung zaman Belanda? 'Pasar Baru yang terletak di pusat kota, tidak jauh dari Stasion, di zaman baheula (dulu), jadi pangkalan ‘manusia kalong’ yang suka begadang malam. Segala jenis makanan mentah dan matang, ada di situ,' Pasar Baru saat itu rapi dan bersih.
-
Kopi Bowongso dari mana? Kopi yang dibudidayakan para petani dari Desa Bowongso, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo.
-
Di mana kopi Temanggung dibudidayakan? Kopi merupakan komoditas andalan Kabupaten Temanggung setelah tembakau. Selain bertani tembakau, para petani Temanggung juga menanam kopi.
-
Apa keunggulan kopi Temanggung? Kualitas kopi Temanggung telah teruji hingga ke kancah dunia karena memiliki ciri khas serta cita rasa khusus.
Pada masa kolonial Belanda, di Desa Banjarsari ada seorang pengusaha Belanda bernama Tuan Tir. Ia mendirikan kebun kopi yang kemudian mengolahnya menjadi Kopi Ose.
Peran Pemerintah Desa
Kini, masyarakat Desa Banjarsari masih banyak yang bekerja sebagai petani kopi. Pihak pemerintah desa melakukan sosialisasi secara terus-menerus terkait menjaga kualitas hasil kopi.
Agar masyarakat Desa Banjarsari tetap terus menanam kopi, pemerintah desa membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Tujuan pembentukan LMDH ini adalah agar mereka tetap bisa menanam kopi di lahan hutan tersebut.
“Waktu panen raya, hasil panen dari seluruh lahan kopi di Desa Banjarsari mencapai 488 ton dari lahan 105,933 hektare,” kata Aspuri dikutip dari kanal YouTube Tanilink TV
Sudah Dianggap Seperti Anak
Di Desa Banjarsari, pertanian kopi merupakan roda penggerak pertanian warga. Pak Riyadi, salah seorang petani kopi Banjarsari, mengatakan bahwa tanaman kopi sudah seperti anaknya sendiri. Ia sendiri sudah menjadi petani kopi selama 35 tahun.
“Yang butuh perawatan itu tidak hanya anak. Tanaman juga butuh perawatan, harus ekstrem. Misalkan habis panen kita melakukan pemangkasan. Setelah turun hujan, kita kasih pupuk. Saat tunas tumbuh, kita ambil dan memilih mana yang produktif dan mana yang tidak,” kata Pak Riyadi.
Di Desa Banjarsari, Pak Riyadi memiliki enam kebun yang tersebar di beberapa titik. Beberapa di antara kebun yang ia miliki merupakan kebun yang diwariskan sejak zaman leluhur. Ia biasanya panen kopi setahun sekali.
Warga Buka Usaha Kafe
Usaha kopi di Desa Banjarsari tak hanya dilihat dari sektor pertanian. Di sana ada seorang warga yang membuka kafe sendiri. Dia adalah Muhammad Munawar. Sebelum membuka warung kopi, Munawar juga seorang petani kopi.
Ia menyadari potensi besar pertanian kopi di desanya. Salah satunya adalah rasa kopi yang punya karakter khas yang tidak bisa dijumpai di tempat lain.
“Rata-rata rasa di sini begitu kuat sekali pahitnya karena kadar gulanya yang sangat rendah dan kadar kafeinnya yang sangat tinggi. Untuk menjaga kualitas kopi yang ada di wilayah kita, kita sering sosialisasi ke masyarakat untuk menjaga keseimbangan tanah,” terang Munawar dikutip dari kanal YouTube Tanilink TV
Festival Kopi
Potensi kopi Banjarsari begitu besar. Sudah beberapa kali mereka mengadakan acara festival kopi. Pada 2018 misalnya, mereka membagikan 1.000 cangkir kopi gratis serta mengadakan berbagai kegiatan menarik lainnya.
“Festival ini adalah interaksi terbuka penuh budaya lokal antara petani, pengusaha, dengan pembeli. Keterbukaan itu menjadi kunci peningkatan harga biji kopi kering dari semula Rp22 ribu menjadi Rp30 ribu per kilogramnya,” kata salah satu pengusaha kopi asal Magelang, Stefanus Iwan Pramudyanto Sunardi, dikutip dari Magelangkab.go.id.
Dengan adanya festival itu, keberadaan kopi dari Kabupaten Magelang itu menjadi lebih dikenal. Tidak hanya disukai berbagai kalangan, kopi Banjarsari juga telah menembus pasar luar negeri.