Kisahkan Penderitaan Rakyat, Ini Fakta di Balik Larangan Menyanyikan Lagu Genjer-Genjer
Lagu ini mengisahkan rakyat yang kesusahan pangan sehingga harus memanfaatkan sayur genjer untuk pendamping nasi.
Lagu ini mengisahkan rakyat yang kesusahan pangan sehingga harus memanfaatkan sayur genjer untuk pendamping nasi.
Kisahkan Penderitaan Rakyat, Ini Fakta di Balik Larangan Menyanyikan Lagu Genjer-Genjer
Karya Seniman Osing
Lagu Genjer-Genjer diciptakan seniman Osing Banyuwangi bernama Muhammad Arief pada tahun 1940-an. Lagu yang menggambarkan penderitaan rakyat pada masa penjajahan Jepang ini berubah kontroversial karena dianggap identik dengan Partai Komunis Indonesia. Bahkan, pemerintah Orde Baru mencekal lagu tersebut.
Lagu ini mengisahkan rakyat yang kesusahan pangan sehingga harus memanfaatkan sayur genjer untuk pendamping nasi. Genjer adalah sejenis tumbuhan rawa yang banyak dijumpai di sawah atau perairan dangkal. Genjer biasanya tumbuh berdampingan dengan eceng gondok.
(Foto: Creative Commons/Renjusplace)
Alat Perjuangan PKI
PKI melakukan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitasnya, dan lagu Genjer-Genjer yang menggambarkan penderitaan rakyat sangat disukai oleh masyarakat. Sebagai hasilnya, lagu ini mulai digunakan sebagai alat propaganda dan dinyanyikan di berbagai kesempatan. Namun, peristiwa tragis Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965 mengubah persepsi terhadap lagu ini secara dramatis.
Masa Orde Baru
Lagu Genjer-Genjer yang dianggap lagu pembunuhan enam jenderal dan satu perwira polisi ini kemudian diangkat dalam film kontroversial "Pengkhianatan G30S/PKI" yang menjadi tontonan wajib selama masa pemerintahan Orde Baru.
(Foto: liputan6.com)
Pro Kontra Lagu Genjer-Genjer
Lagu yang diciptakan Muhammad Arief jauh sebelum Indonesia merdeka itu menjadi populer saat dinyanyikan ulang oleh Bing Slamet dan Lilis Suryani pada tahun 1962.
Mengutip liputan6.com, pemerintah Orde Baru mencekal lagu Genjer-Genjer karena dekat dengan PKI dan lagu itu dianggap mengandung stigma komunis.
Setelah rezim Orde Baru berakhir pada tahun 1998, larangan resmi terhadap lagu Genjer-Genjer berakhir. Saat ini, lagu ini bisa didengar dan dibagikan secara bebas melalui internet. Meski demikian, stigma lagu Genjer-Genjer yang lekat dengan PKI belum sepenuhnya luntur karena sebagian masyarakat masih meyakininya.
Nasib Pencipta Lagu
Sang pencipta lagu Muhammad Arief tak luput dari stigma buruk yang melekat pada lagu Genjer-Genjer. Hingga kini, sang pencipta lagu tidak diketahui keberadaannya.
Adapun hingga 2014, keluarga Muhammad Arief masih merasakan teror. Rumah yang ditinggali keluarganya sering jadi sasaran pelemparan batu oleh orang tak dikenal.
Lirik Lagu Genjer-Genjer
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler (Genjer-genjer di petak sawah berhamparan)
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer (Ibu si bocah datang mencabuti genjer)
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih (Dapat sebakul, dia berpaling begitu saja tanpa melihat)
Genjer-genjer saiki wis digawa mulih (Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang)
Genjer-genjer isuk-isuk didol ning pasar (Genjer-genjer, pagi-pagi dijual ke pasar)
Dijejer-jejer diuntingi padha didhasar (Dijejer diikat kemudian dijajakan)
Emake jebeng padha tuku nggawa welasah (Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa welasan)
Genjer-genjer saiki wis arep diolah (Genjer-genjer sekarang akan diolah)
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak (Genjer-genjer masuk periuk air mendidih)
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak (Setengah matang ditiriskan sebagai lauk)
Sega sak piring sambel jeruk ring pelanca (Nasi sepiring, sambal jeruk di dipan)
Genjer-genjer dipangan musuhe sega (Genjer-genjer dimakan bersama nasi)