Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Gereja ayam dan simbol kebangkitan Kristen pribumi

Gereja ayam dan simbol kebangkitan Kristen pribumi Gereja Ayam. ©2016 Merdeka.com/Marselinus Gual

Merdeka.com - KeberadaanGereja Ayam, Jl. H. Samanhudi No. 12, Pasar Baru, Jakarta Pusat yang kinimilik Jemaat PNIEL (Gereja Protestan Indonesia Barat) di kawasan Pasar Baru menjadi saksi penyebaran Kekristenan di tanah air pada zaman kolonial Belanda. Gereja Ayam merupakan warisan budaya, sejarah dan bingkai penyebaran Kristen Calvinis di Indonesia.

Sejarah juga tak bisa memungkiri jika kehadiran agama Kristen di Indonesia melalui tangan para penjajahan. Ketika serikat dagang Belanda, Vereenidge Oost Indiesche Companignie (VOC) melebarkan sayapnya di Batavia (sebelumnya di Ambon, Maluku), sejak saat itu pula Gereja Protestan diperkenalkan kepada pribumi. Para pendeta melayani jemaatnya dari Belanda tetapi juga menyebarkan Injil dan mengadakan pembaptisan kepada orang pribumi.

Menurut Ketua Majelis Jemaat PNIEL, Pdt. Adriano Wangkay, ketika Jan Pieterzoon Coen diangkat menjadi Gubernur jenderal Batavia pada 30 Mei 1969, gereja sepenuhnya dibawah kendali VOC. Semua pembayaran gaji, pengangkatan dan pemindahan pendeta diatur di dalamnya. VOC pada prinsipnya, kata Adriano hanya mengakui satu gereja yakni Gereja Calvinis.

"Nampak sekali VOC menghambat perkembangan dan pertumbuhan gereja," kata Pdt. Adriano ketika berbincang dengan merdeka.com di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Maka pada bulan Desember 1619 diangkatlah Pdt. Adriaan Jacobsz Hulsebos (sahabat Jan P. Coen) menjadi pendeta pertama di Batavia. Malam perjamuan kudus untuk pertama kalinya dirayakan pada 3 Januari 1621, sekaligus awal pembentukan Majelis Gereja Protestan di Batavia. Majelis Gereja Batavia kala itu melayani jemaat dalam Bahasa Belanda di gedung pusat VOC yang sekarang ini jadi Museum Fatahillah. Sementara itu, pelayanan gereja dalam Bahasa Portugis diperuntukkan bagi orang-orang yang dimerdekakan sebagai pengikut orang Portugis di Gereja Tugu, Cilincing, Jakarta Utara.

gereja ayam

Piala dan Alkitab di Gereja Ayam ©2016 Merdeka.com/Marselinus Gual

Antara tahun 1816-1941, Gereja Protestan di Batavia dibawah kendali negara. Raja Willem I di Belanda menyerukan agar gereja menjadi tanggungjawab pemerintah. Hal itu ditetapkan dalam Ketetapan Kerajaan Willem I tanggal 4 September 1815.

Kemudian berdasarkan surat Keputusan Raja Willem I No. 88 tanggal 4 September 1835, ditetapkan semua Gereja Protestan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia kala itu) digabung dalam satu wadah yakni, "Het Bestuur van de Nederlansch Oost-Indie".

"Status De Indiesche Kerk adalah gereja negara. Tanggungjawab jemaat dalam bidang keuangan tidak terlalu penting," jelasnya.

Menurut Pdt Adrian, sejak dikeluarkannya ketetapan itu, Willem I hanya membolehkan dua aliran gereja ada di Indonesia yaitu Gereja Protestan dan Gereja Katolik Roma. Dan melalui ketetapan itulah menjadi cikal bakal berdirinya Gereja Protestan Indonesia (GPI).

Namun, situasi kepemimpinan Gereja Protestan Indonesia mengalami kemandekan ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942. Dr Jansen selaku pimpinan satu-satunya orang Indonesia dari delapan pimpinan GPI orang Belanda pun merubah kebijakan. Semua struktur kepemimpinan diganti dengan pengurus kebangsaan Indonesia.

Selain itu, kata Adrian, perubahan lain adalah di mana GPI tidak termasuk bagian dari tiga gereja yang telah berdiri sebelumnya di wilayah Timur Indonesia. Tiga gereja itu antara lain, Gereja Masehi Injili Timor (GMIT, Kupang, NTT), GMIT Manado dan Papua. Di luar tiga wilayah itu, kata dia, GPIB saat ini sudah berada di 26 provinsi di Indonesia dengan rincian 300 jemaat di daerah perkotaan dan 600 jemaat di daerah pedesaan dan pesisir di seluruh Indonesia.

"Mereka sudah ada sejak lama sebelum GPI. Maka kita juga disebut sebagai Gereja Protestan di Barat (GPIB)," tuturnya.

Kebangkitan pribumi

Gereja Ayam atau Jemaat PNIEl, kata Adrian tidak lepas dari keberadaan GPI itu sendiri. Namun, seperti fakta sejarah VOC yang menguasai gereja dan pelayanan, orang-orang Belanda di Batavia kala itu masih menonjolkan sifat ketertutupannya. Masih ada pemisahan antara jemaat Belanda dan jemaat pribumi.

Alasan itu juga menjadi cikal bakal didirikannya Gereja Ayam, kata Adrian. Selain ingin melayani kaum pedagang seperti China, Melayu dan sebagian Hindia, Gereja Ayam didirikan sebagai simbol kritik. Sebab petinggi Belanda termasuk gubernur jenderal dan pegawai-pegawainya bergereja di Gambir dengan menggunakan Bahasa Belanda, sangat tertutup bagi kaum pribumi dan pedagang.

"Dan yang tak kalah penting adalah gereja ini dibangun sebagai kritik atas Gereja Gambir karena itu umumnya hanya dipakai oleh orang Belanda. Ada pribumi tetapi mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri di kantor gubernur jenderal. Itu juga dipengaruhi karena penggunaan bahasa. Di sana digunakan Bahasa Belanda," jelas Adrian.

Gereja ayam dulunya hanya sebuah kapel (gereja kecil) yang didirikan pada tahun 1903. Ketika GPI di Batavia semakin berkembang di mana orang pribumi dan China menjadi anggota gereja, kapasitas kapel ini lambat laun tak cukup menampung jemaat.

gereja ayam

Gereja Ayam ©2016 Merdeka.com/Marselinus Gual

Rencana pembangunan gereja yang lebih besar pun mulai dipikirkan. Menurut Adrian, inisator pembangunan itu datang dari seorang warga Belanda bernama Senen. Senen, kata Adrian merangkap menjadi penggalang dana untuk pembangunan gereja. Adapun arsitek untuk gereja ayam adalah dua orang warga Belanda bernama ED Cuijippers dan Hulswit. Nama keduanya ditulis di depan gereja.

"Pasar Senen itu sebenarnya diambil dari nama orang Belanda ini. Dia yang mencari dana untuk gereja. Semua bahan diangkut menggunakan perahu dan diambil dari Depok," jelasnya.

Tepat pada tahun 1913 peletakan batu pertama dilakukan di atas tanah milik gereja bernomor 341 dengan luas 2.883 m2. Gereja yang kedua inilah yang disebut gereja ayam kini dengan arsitektur khas neo-romantik bercampur gotik dan neo-barok.

Berusia sekitar satu abad lebih, gereja ayam tetap berdiri kokoh dengan dua menara kembar di bagian depan. Selain itu masih terdapat benda-benda peninggalan Belanda seperti Alkitab berukuran besar, cawan suci, bejana baptisan, kursi rotan, dan lampu yang dirawat baik.

Alkitab itu kini tidak dipergunakan lagi tetapi sempat diperbaiki pada tahun 1991 di Belanda dan dikembalikan pada tahun 1993. Kini, Alkitab itu disimpan dalam peti kaca yang diletakan di depan mimbar gereja.

Adapun arah mata angin yang ditandai ayam mempunyai fungsi sosial dan alkitabiah. Simbol sosial itu dipakai untuk membangunkan orang-orang di pagi hari seperti kokok ayam. Dulunya, kata Adrian, lonceng gereja dihubungkan dengan jarum jam yang berbunyi setiap jamnya. Sementara itu, simbol alkitabiah adalah tanda penyangkalan salah seorang murid Yesus Kristus yang bernama Simon.

"Bukan bunyi kokok ayam tapi lonceng gereja yang dihubungkan dengan jam," kata misionaris yang sudah sembilan kali berpindah tugas itu. (mdk/bal)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Melihat Sisi Unik Gereja Santo Yusup Ambarawa, Ada Simbol Ayam Jago hingga Jam Berusia 100 Tahun
Melihat Sisi Unik Gereja Santo Yusup Ambarawa, Ada Simbol Ayam Jago hingga Jam Berusia 100 Tahun

Dulu gereja itu digunakan sebagai tempat ibadah para tentara Belanda.

Baca Selengkapnya
Kisah Desa Buluh Awar di Deli Serdang dan Berdirinya Gereja Berusia 134 Tahun, Dulu Pusat Penyebaran Agama Kristen
Kisah Desa Buluh Awar di Deli Serdang dan Berdirinya Gereja Berusia 134 Tahun, Dulu Pusat Penyebaran Agama Kristen

Desa Buluh Awar memegang peranan penting dalam penyebaran Agama Kristen Protestan yang ada di wilayah Karo.

Baca Selengkapnya
Menelusuri Sejarah GPIB Immanuel, Rumah Ibadah Protestan Tertua di Kota Medan
Menelusuri Sejarah GPIB Immanuel, Rumah Ibadah Protestan Tertua di Kota Medan

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) di Kota Medan menjadi rumah ibadah tertua sekaligus memiliki cerita dan nilai sejarah yang tinggi.

Baca Selengkapnya
Kisah Gereja Sidang Kristus di Sukabumi, Punya Menara yang Usianya Lebih Tua dari Jam Gadang
Kisah Gereja Sidang Kristus di Sukabumi, Punya Menara yang Usianya Lebih Tua dari Jam Gadang

Lonceng di Gereja Sidang Kristus rupanya telah dipasang sejak tahun 1914 oleh pembuat yang sama dengan lonceng di Katedral Notre Dame Paris.

Baca Selengkapnya
Melihat Rumah-Rumah Kolonial Tua di Tengah Hutan Jati Grobogan, Kental Nuansa Klasik
Melihat Rumah-Rumah Kolonial Tua di Tengah Hutan Jati Grobogan, Kental Nuansa Klasik

Salah satu bangunan pernah digunakan sebagai tempat penyekapan oleh tentara Belanda.

Baca Selengkapnya
Mengulik Suasana Ibadah Gereja Zaman VOC yang Bersejarah
Mengulik Suasana Ibadah Gereja Zaman VOC yang Bersejarah

Abad ke-17, Gereja Salib Batavia mencerminkan kemewahan dan kontras dengan panggilan rohaniah.

Baca Selengkapnya
Sejarah Masjid Kemayoran, Saksi Perjuangan Arek-arek Suroboyo Melawan Penjajah
Sejarah Masjid Kemayoran, Saksi Perjuangan Arek-arek Suroboyo Melawan Penjajah

Masjid ini dulunya merupakan bagian dari kompleks alun-alun Surabaya

Baca Selengkapnya
Fakta Sejarah Gereja Bintaran, Tempat Peribadatan Umat Nasrani Pribumi Pertama di Yogyakarta
Fakta Sejarah Gereja Bintaran, Tempat Peribadatan Umat Nasrani Pribumi Pertama di Yogyakarta

Sejak awal pembangunannya, gereja itu memang dikhususkan untuk masyarakat katolik Jawa.

Baca Selengkapnya
Hikayat Gedung Loji Batavia, Dulu Dianggap Lokasi Penyembahan Setan
Hikayat Gedung Loji Batavia, Dulu Dianggap Lokasi Penyembahan Setan

Sejak didirikan pada 27 Juni 1830, tempat ini kerap dianggap kontroversial.

Baca Selengkapnya
Kisah Gedung Karesidenan Banten yang Bergaya Kerajaan Belanda, Saksi Bisu Runtuhnya Pemerintahan Sultan
Kisah Gedung Karesidenan Banten yang Bergaya Kerajaan Belanda, Saksi Bisu Runtuhnya Pemerintahan Sultan

Dari bangunan megah berbentuk kerajaan Belanda ini dapat dilihat perubahan pemerintahan Banten dari kesultanan menjadi karesidenan.

Baca Selengkapnya
Fakta Keraton Kasepuhan Cirebon yang Jarang Diketahui, Ada Ornamen Keramik Berisi Kisah dari Al Kitab
Fakta Keraton Kasepuhan Cirebon yang Jarang Diketahui, Ada Ornamen Keramik Berisi Kisah dari Al Kitab

Keramik ini tersebar di bagian dinding pada bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon

Baca Selengkapnya
Berusia 119 Tahun, Intip Keistimewaan Gereja Merah Kediri
Berusia 119 Tahun, Intip Keistimewaan Gereja Merah Kediri

Potret unik Gereja Merah Kediri, bangunan peninggalan Belanda yang usianya lebih dari satu abad.

Baca Selengkapnya