Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Karena kita bukan katak

Karena kita bukan katak Perubahan iklim. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Tanggal 31 Maret 2014 lalu, Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim  (IPCC), setelah berkonferensi selama lima hari di Yokohama, Jepang, merilis laporan terkini mengenai dampak perubahan iklim global. IPCC adalah panel para pakar yang dibentuk PBB pada tahun 1988 untuk memberikan panduan ilmiah dan netral terkait perubahan iklim.

IPCC menyatakan bahwa laporan itu merupakan "kajian yang paling menyeluruh saat ini" mengenai dampak perubahan iklim kepada jagat yang kita diami bersama ini. Dampak itu antara lain risiko terjadinya banjir yang makin sering, hasil pertanian yang berkurang dan ketersediaan air yang makin menyusut. Kata laporan itu, manusia mungkin saja mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, tapi kemampuan itu terbatas.

Dari laporan itu kita perlu mengantisipasi bahwa pemanasan signifikan akan terus terjadi di daerah tropis, dan kekeringan akan makin memburuk di sebagian besar wilayah bumi termasuk Australia, AS bagian selatan dan Eropa selatan. Selain itu, air samudera juga akan makin bersifat asam, mengancam karang dan fauna yang mendiaminya. Di darat, hewan, tumbuhan dan spesies lain akan bergerak naik ke dataran yang lebih tinggi.

Orang lain juga bertanya?

Dengan adanya perubahan iklim, risiko rakyat di berbagai negara akan makin dalam jatuh ke kemiskinan akan mikin tinggi, migrasi akan makin banyak terjadi sehingga akan berdampak pada terciptanya konflik dan keamanan nasional.

Membaca berita itu dari Frankfurt, saya jadi gundah dan mencoba mencari tahu reaksi publik dan pemerintah kita. Saya malah bertambah gundah ketika saya mendapati hanya satu koran nasional yang memuat berita itu dan tiada berita mengenai reaksi pemerintah kita.

Betapa tidak, karena bagi saya laporan itu adalah "wake up call" mengenai dampak perubahan iklim atas kehidupan fauna, air, keamanan pangan dan efek keseluruhan terhadap ekonomi nasional dan masyarakat secara luas yang tidak boleh dan sangat berbahaya jika abai terhadapnya.

IPCC dengan jelas telah memberikan pesan gamblang kepada para politisi dan pembuat kebijakan bahwa "the worst is yet to come" (bencana terburuk belum terjadi), tapi jika kondisi sekarang ini dihadapi dan diatasi maka risiko yang lebih besar bisa dihindari.

Meski terjadinya "irreversible change" (sesuatu yang sudah berubah dan tidak bisa kembali ke bentuk asal) tidak bisa dihindari lagi, kata IPCC masih ada waktu untuk mencegah apa yang disebut para pakar lingkungan sebagai "dangerous climate change", yaitu ketika kita bisa menjaga kenaikan suhu global pada 2 derajat Celcius (3,6 derajat Fahrenheit), di atas level suhu zaman pra industri.

Saya tahu, banyak pakar di berbagai negara yang skeptis dan bahkan menolak hasil kajian IPCC selama ini dan menyatakan bahwa bumi kita dipenuhi oleh sejarah perubahan iklim dan selalu bisa mencari keseimbangan baru. Buat mereka panel itu tidak bisa dipercaya dan terlalu mengandalkan asumsi dengan model (model-driven assumptions) untuk meramalkan masa depan.

Mereka juga meyakini bahwa perubahan iklim adalah hal di mana kita bisa beradaptasi dan sebaiknya manusia berpikir secara cerdas tentang bagaimana seharusnya dunia beradaptasi atas apa yang sudah terjadi.

Sikap skeptis adalah wajar karena perbedaan sudut pandang, namun sikap itu bisa membahayakan jika ia membuat mayoritas awam tidak mau memperoleh informasi dan menyadari atas apa yang terjadi pada bumi, rumah kita bersama saat ini.

Indonesia juga tidak boleh diam. Kita tahu Indonesia sejak tahun 2008 telah memiliki Dewan Nasional Perubahan Iklim yang diketuai langsung oleh Presiden RI dan memiliki Rencana Aksi Adaptasi Nasional. Dewan ini harus diberi bobot peran signifikan agar kesadaran mengenai dampak perubahan iklim dan bagaimana kita bertindak, bisa mengemuka dan menjadi arus utama (mainstreaming) dalam berbagai kebijakan nasional kita. Semua kebijakan pemerintah kita harus mengandung kesadaran ini.

Jika masyarakat kita tidak tahu adanya Dewan ini dan manfaatnya, serta tak melihat kebijakan yang pro lingkungan, maka berarti kita sebenarnya diam atau paling tidak skeptis. Jika itu pilihan kita, maka kita tak ubahnya seekor katak, yang dimasukkan ke panci berair dingin, kemudian perlahan dipanaskan sampai titik didih. Katak itu akan diam karena tubuhnya tak berteriak mengingatkan bahaya. Ia tak akan meloncat keluar dari panci sampai ia matang. Tapi kita bukan katak. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
11 Hewan yang Bisa Hidup Tanpa Minum Air, Ada yang Mampu Bertahan Hingga 20 Tahun!
11 Hewan yang Bisa Hidup Tanpa Minum Air, Ada yang Mampu Bertahan Hingga 20 Tahun!

Manusia memiliki batasan waktu yang ketat untuk bertahan hidup tanpa oksigen dan air. Namun, di dunia hewan, ada yang memiliki kemampuan adaptasi luar biasa.

Baca Selengkapnya
17 Hewan Tangguh yang Dapat Beradaptasi di Lingkungannya dengan Mudah
17 Hewan Tangguh yang Dapat Beradaptasi di Lingkungannya dengan Mudah

Makhluk hidup perlu beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Berikut hewan yang mampu beradaptasi dengan mudah, yuk simak!

Baca Selengkapnya
Bisakah Manusia Melakukan Hibernasi dan Apa Dampaknya bagi Tubuh?
Bisakah Manusia Melakukan Hibernasi dan Apa Dampaknya bagi Tubuh?

Hibernasi pada masa lalu dilakukan oleh manusia namun berangsur menghilang selama evolusi.

Baca Selengkapnya
7 Hewan yang Bisa Membeku dan Kembali Hidup Seperti Biasa
7 Hewan yang Bisa Membeku dan Kembali Hidup Seperti Biasa

Hewan-hewan yang dapat membeku dan bisa kembali beraktifitas seperti biasa saat sudah mencair.

Baca Selengkapnya
Sejak Kapan Manusia Pakai Baju? Jawabannya Ternyata Ada Kaitan dengan Kutu Rambut
Sejak Kapan Manusia Pakai Baju? Jawabannya Ternyata Ada Kaitan dengan Kutu Rambut

Perubahan penting terjadi ketika manusia purba berevolusi dari kehidupan pohon menjadi makhluk yang berjalan tegak di tanah.

Baca Selengkapnya
Ilmuwan Temukan Bukti Populasi Manusia di Afrika Selamat dari Letusan Gunung Toba Sumatra 74.000 Tahun Lalu
Ilmuwan Temukan Bukti Populasi Manusia di Afrika Selamat dari Letusan Gunung Toba Sumatra 74.000 Tahun Lalu

Letusan Gunung Toba merupakan salah satu letusan gunung berapi paling dahsyat dalam sejarah.

Baca Selengkapnya
Meski Punya Sayap, Kenapa Sebagian Burung Tidak Bisa Terbang? Ini Penjelasannya
Meski Punya Sayap, Kenapa Sebagian Burung Tidak Bisa Terbang? Ini Penjelasannya

walau memiliki sayap, ternyata burung-burung ini tidak bisa terbang.

Baca Selengkapnya
Penelitian: Ini yang Bakal Terjadi dengan Bumi jika Manusia Punah
Penelitian: Ini yang Bakal Terjadi dengan Bumi jika Manusia Punah

Meskipun kita menghilang, alam akan tetap berjalan. Meskipun manusia telah meninggalkan jejak besar di planet ini, alam selalu menemukan jalan untuk pulih.

Baca Selengkapnya
CEK FAKTA: Benarkah Perubahan Iklim Hasil Rekayasa Manusia, Begini Faktanya
CEK FAKTA: Benarkah Perubahan Iklim Hasil Rekayasa Manusia, Begini Faktanya

Dalam potongan klip tersebut terdapat dua orang laki-laki yang tengah mengobrol

Baca Selengkapnya
Kerabat Manusia Setinggi 3 Meter Pernah Hidup 295.000 Tahun Lalu, Punah karena Sebab Misterius
Kerabat Manusia Setinggi 3 Meter Pernah Hidup 295.000 Tahun Lalu, Punah karena Sebab Misterius

Kerabat Manusia Setinggi 3 Meter Pernah Hidup 295.000 Tahun Lalu, Punah karena Sebab Misterius

Baca Selengkapnya
Ilmuwan Dibuat Penasaran Punahnya Kera Raksasa Terkuat di Bumi
Ilmuwan Dibuat Penasaran Punahnya Kera Raksasa Terkuat di Bumi

Ada kera terbesar yang pernah hidup di Bumi. Punya tinggi 3 meter dan berat 300 kilogram.

Baca Selengkapnya
Penelitian ini Sengaja Dipersiapkan Demi Kehidupan Manusia di Luar Angkasa, Ada yang Harus Ikuti Perilaku Binatang
Penelitian ini Sengaja Dipersiapkan Demi Kehidupan Manusia di Luar Angkasa, Ada yang Harus Ikuti Perilaku Binatang

Kemajuan ilmu pengetahuan telah jelas menyatakan bahwa hal ini akan terjadi di masa depan.

Baca Selengkapnya